Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Udin Suchaini
ASN di Badan Pusat Statistik

Praktisi Statistik Bidang Pembangunan Desa

Benarkah Petani hingga Buruh Tani Untung Kenaikan Harga Gabah?

Kompas.com - 05/03/2024, 07:59 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SULIT dipungkiri, situasi pangan Indonesia membaik dalam skala makro, lebih-lebih setelah menghadapi El-Nino sejak 2012 dan masifnya pembangunan embung dan waduk mulai 2016.

Puncaknya, Pemerintah menerima penghargaan dari International Rice Research Institute (IRRI) karena berhasil swasembada beras periode 2019-2021.

Faktanya, meningkatnya produksi gabah ditopang oleh pengorbanan besar petani kecil dan buruh atas murahnya harga gabah selama ini. Kenaikan harga gabah belum tentu sebanding dengan kenaikan ongkos produksi.

Kenaikan harga gabah

Pada Februari 2024, harga gabah meningkat dari bulan ke bulan maupun tahun ke tahun.

Berdasarkan rilis Badan Pusat Statistik (1/3/2024), harga gabah kering panen (GKP) pada Februari naik sebesar 4,86 persen dari bulan ke bulan dan 27,14 persen dari tahun ke tahun, yaitu dari Rp 5.711 pada Februari 2023 menjadi Rp 7.261 pada Februari 2024.

Sementara, gabah kering giling (GKG) naik 6,13 persen dari bulan ke bulan dan naik 33,48 persen dari tahun ke tahun, atau sebesar Rp 6.436 pada Februari 2023 menjadi Rp 8.591 pada Februari 2024. Sayangnya, kenaikan ini didahului kenaikan upah dari buruh tani.

Peningkatan upah buruh dapat dievaluasi dari nilai tukar petani tanaman pangan (NTPP). Nilai tukar petani merupakan perbandingan antara rata-rata harga yang diterima petani dari penjualan hasil panennya dengan rata-rata harga yang dibeli oleh petani dalam rangka konsumsi sehari-hari dikalikan dengan 100.

Harga yang dibayar petani selain barang-barang konsumsi rumah tangga termasuk biaya produksi dan penambahan barang modal seperti bibit, pupuk dan sewa tenaga, upah, penambahan barang modal.

Sehingga, nilai NTP di atas 100 perlu untuk menjamin bahwa petani mendapatkan sisa yang diterima dari apa yang telah konsumsi sekaligus ongkos produksi.

Sementara, tanaman pangan mengalami kenaikan NTP tertinggi dibanding subsektor lainnya. Pada Februari 2024, nilai tukar petani tanaman pangan mencapai 120,30 persen, atau naik sebesar 3,57 persen dari bulan ke bulan.

Kenaikan ini terjadi karena indeks harga yang diterima petani (It) naik sebesar 4,18 persen, lebih besar dari kenaikan indeks harga yang dibayar petani (Ib) yang mengalami kenaikan sebesar 0,59 persen.

Sayangnya, peningkatan harga gabah tidak menetes ke bawah dari bulan ke bulan, karena peningkatan upah buruh tidak signifikan.

Hal ini tergambar dari nilai Indeks Biaya Produksi dan Penambahan Barang Modal (BPPBM) hanya berubah 0,15 persen dari 117,52 pada Januari 2024 menjadi 117,70 pada Februari 2024.

Namun berbeda jika dilihat secara tahunan, peningkatan harga gabah yang justru diawali dengan peningkatan upah buruh. Terlihat dari nilai BPPBM meningkat 1,8 persen dari 115.62 pada Februari 2023 menjadi 117.70 pada Februari 2024.

Peningkatan upah buruh, memperberat proses produksi, terutama bagi petani subsisten yang menggantungkan hidupnya dari pertanian.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com