JAKARTA, KOMPAS.com - Mahalnya harga beras menjadi perbincangan hangat belakangan ini. Harga makanan pokok mayoritas bangsa Indonesia ini sempat menyentuh Rp 18.000-an per kilogram. Angka ini menjadi yang tertinggi sepanjang sejarah, bahkan lebih mahal dibandingkan harga beras di Singapura.
Penyebab beras mahal bermacam-macam. Salah satunya, iklim ekstrem yang kemudian berdampak pada terganggunya produksi beras akibat perubahan cuaca.
Budi Waryanto, Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Ketersediaan Pangan, Badan Pangan Nasional (Bapanas), menyampaikan upaya pihaknya mengatasi mahalnya harga beras ini.
Baca juga:
Budi mengatakan, salah satu fungsi Bapanas adalah menjaga ketersediaan pangan agar lebih mudah diakses oleh masyarakat.
Regulasi tersebut tercatat dalam Peraturan Presiden (Pepres) 125 tentang cadangan pangan pemerintah.
"Badan Urusan Logistik (BULOG) sebagai operator dan kami, ditugaskan menyediakan minimal 2,4 juta ton (beras) setiap tahun," ujar Budi.
"Di mana (beras) tersebut diberikan kepada bantuan pangan," tambah dia dalam diskusi daring bertajuk “Bahan Pokok Mahal: Pentingnya Keberlanjutan Pangan di Tengah Krisis Iklim” pada Selasa (5/3/2024).
Sejak 2023 awal, bantuan pangan sudah dilaksanakan pada 22 juta orang dan masih berlanjut hingga 2024.
"Tahun ini masih kami lanjutkan sampai Juni untuk mengantisipasi pada penduduk atau masyarakat rawan pangan," ungkap Budi.
Selanjutnya, Bapanas melalui Bulog, juga memasok beras dengan patokan harga tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah.
"Kami masukkan beras di pasar-pasar tradisional maupun retail modern dengan harga beras sesuai aturan pemerintah," kata Budi.
Gerakan Pangan Murah (GPM) dilakukan serentak di seluruh daerah Indonesia untuk membantu mencukupi kebutuhan pangan masyarakat.
Selain itu, program ini juga bertujuan menjaga inflasi yang menurut data terbarunya, angka inflansi nasional per Februari 2024, harus ditahan di angka 2,75 persen.
Sebab, sejumlah bahan pangan memiliki andil inflasi yang cukup besar. Misalnya, beras yang menyumbang inflasi sebesar 0,67 persen, diikuti dengan cabai merah sebesar 0,17 persen, dan daging merah sebesar 0,14 persen.
Baca juga: