Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Munir Sara
Tenaga Ahli Anggota DPR RI

Menyelesaiakan Pendidikan S2 dengan konsentrasi kebijakan publik dan saat ini bekerja sebagai tenaga Ahli Anggota DPR RI Komisi XI

Berkelit dari Risiko Resesi Negara Mitra Dagang

Kompas.com - 08/03/2024, 10:54 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

ALARM peringatan bahaya ekonomi sesungguhnya telah berdering sejak 2023. Hal tersebut ditandai dengan pertumbuhan ekspor barang dan jasa di Triwulan IV-2023 yang terus merangkak turun dengan pertumbuhan tipis menjadi sebesar 1,32 persen tahun 2022 di kisaran 3 persen.

Kerentanan di sektor perdagangan luar negeri juga terefleksi dari kontribusi net ekspor terhadap PDB secara tahunan yang terus turun dari Triwulan III-2023 sebesar 0,46 persen menjadi 0,45 persen di Triwulan IV-2023. Lebih rendah dari Triwulan IV-2022 sebesar 2,12 persen.

Bukan tak mungkin, perlambatan ekonomi dan resesi yang terjadi pada negara mitra dagang RI seperti China, Jepang dan Inggris memberikan dampak tekanan pada perdagangan luar negeri Indonesia dan kinerja PDB.

Indikator memburuknya ekonomi China bisa dilihat dari indeks manufaktur PMI yang rontok ke zona kontraksi 49,2 pada Januari 2024, berdasarkan data Biro Statistik China.

Dengan kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB China sebesar 28 persen, maka ketika terjadi tekanan pada sektor manufaktur, akan berdampak pada performa pertumbuhan ekonomi China di awal 2024.

Ekonomi China diperkirakan melambat dari 5,4 persen menjadi 4,6 persen di tahun 2024, menurut IMF.

Kondisi lebih buruk terjadi pada Jepang. Dengan pertumbuhan ekonomi Jepang di kuartal III dan IV-2023 yang negatif, membuat lonceng resesi telah berdentang.

Setali tiga uang dengan ekonomi Inggris dan beberapa negara maju di kawasan benua biru yang sangat rentan berada di tubir resesi.

Tak bisa dinafikan, dampak spillover dari perlambatan ekonomi China, resesi Jepang, Inggris dan kerentanan makroekonomi di kawasan negara maju, bisa berdampak pada ekonomi Indonesia. Pasalnya negara-negara dimaksud, menjadi pangsa ekspor utama Indonesia.

Tiongkok menjadi pangsa ekspor Indonesia sebesar 23,90 persen, Inggris sekitar 4 persen, Uni Eropa 7,75 persen, Jepang 7,14 persen, Asean sebesar 17,05 persen. Dengan demikian, distraksi ekonomi di negara-negara ini akan berdampak terhadap Indonesia.

Hingga Januari 2024, tiga zona utama perdagangan Indonesia mengalami tekanan. Untuk Tiongkok, volume ekspor Indonesia turun menjadi 4,57 miliar dollar AS dari periode yang sama tahun lalu sebesar 5,25 miliar dollar AS.

ASEAN secara keseluruhan turun menjadi 3,26 miliar dollar AS dari 3,94 miliar dollar AS dan Uni Eropa turun menjadi 1,48 miliar dollar AS dari periode yang sama di tahun 2023 sebesar 1,66 miliar dollar AS.

Pada Januari 2024, nilai ekspor Indonesia mencapai 20,52 miliar dollar AS, mengalami penurunan sebesar 8,34 persen secara bulanan dan 8,06 persen secara tahunan.

Kendati mengalami surplus neraca perdagangan sebesar 2,02 miliar dollar AS, penurunan nilai ekspor secara bulanan dan tahunan utamanya disumbang oleh penurunan nilai ekspor sektor industri pengolahan dan pertambangan.

Dampak secara fiskal pun terlihat, di mana setoran bea keluar yang tumbuh terbatas. Realisasi penerimaan bea keluar hanya tercatat Rp 1,2 triliun. Realisasi bea keluar tumbuh 3,44 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu sebesar Rp 1,16 triliun.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com