Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Dewan Penerbangan dan Covid-19

Peraturan Pemerintah tersebut ditandatangani oleh Presiden Republik Indonesia Sukarno, Menteri Perhubungan A.K. Gani, serta Menteri Pertahanan Iwa Kusumasumantri.

PP tersebut tercantum dalam Lembaran Negara no 7 tahun 1955. Peraturan Pemerintah ini diundangkan pada tanggal 14 Februari 1955 dan ditandatangani oleh Menteri Kehakiman Djody Gondokusumo.

Kesemua hal tersebut tercantum dalam buku Perundang-undangan Penerbangan di Indonesia yang disusun oleh Mr. R. P. S. Gondokoesoemo, Penasehat Hukum Kepala Staf Angkatan Udara Republik Indonesia.

Yang menarik disebutkan bahwa pertimbangan dibentuknya Dewan Penerbangan adalah : untuk memberikan nasehat dan menyempurnakan koordinasi dalam soal-soal penerbangan dan agar terdapat kerja sama yang sebaik-baiknya antara instansi-instansi yang mempunyai tugas yang erat hubungannya dengan beberapa soal penerbangan.

Selanjutnya dalam pasal 3 disebutkan bahwa Dewan Penerbangan terdiri dari Menteri Perhubungan dan Menteri Pertahanan sebagai anggota dan bergiliran sebagai Ketua.

Dicantumkan pula bahwa anggota Dewan Penerbangan adalah: Kepala Jawatan Penerbangan Sipil dari Kementerian Perhubungan, Kepala Staf Angkatan Udara dari Kementerian Pertahanan, seorang Pegawai Tinggi dari Kementerian Luar Negeri, seorang Pegawai Tinggi dari Kementerian Perekonomian, dan seorang Pegawai Tinggi dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Tenaga.

Sangat jelas dan gamblang disini bahwasanya sudah sejak tahun 1955 telah mulai dirasakan bahwa segala sesuatu berkait dengan masalah penerbangan nasional harus diolah bersama terlebih dahulu antar berbagai instansi dalam satu wadah yang berbentuk Dewan, sebelum dikeluarkannya kebijakan ditingkat strategis.

Jelas pula tergambar dengan terang benderang bahwa yang akan banyak terlibat adalah Kementerian Perhubungan, Kementerian Pertahanan, Kepala Staf Angkatan Udara, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perekonomian, dan Kementerian PU.

Dengan demikian maka semua kebijakan nasional dibidang penerbangan, harus dipertimbangkan dan dikaji bersama masak-masak terlebih dahulu oleh instansi yang berkepentingan.

Dalam hal ini sangat jelas pula bahwa harapannya adalah, tidak ada satu Kementerian pun yang berwenang untuk memutuskan sendiri sebuah kebijakan dalam masalah penerbangan nasional tanpa membicarakannya terlebih dahulu dalam forum Dewan Penerbangan.

Pada penjelasan umum di alinea pertama dari Penjelasan PP no 5 tahun 1955 tentang Dewan Penerbangan disebutkan: Dalam keadaan sekarang dirasa perlu sekali untuk mengkoordinir politik penerbangan sipil dan politik penerbangan militer, yang kedua-duanya tidak terlepas dari politik dan ekonomi negara.

Dalam alinea ke 6 bahkan disebut: Dengan tegas dinyatakan disini, bahwa hanya soal-soal penerbangan sipil dan militer yang mempunyai hubungan amat erat satu sama lain yang harus dikoordinasikan.

Maksudnya ialah untuk menghindarkan pengertian, bahwa instansi penerbangan satunya dapat turut mencampuri soal-soal penerbangan yang khusus termasuk dalam kompetensi instansi penerbangan yang lain atau sebaliknya.

Sungguh mengagumkan bahwa Indonesia sejak tahun 1955 sudah mengantisipasi akan berhadapan dengan banyak masalah rumit dalam pengelolaan wilayah udara nasional, terutama dalam penggunaan untuk kepentingan penerbangan sipil dan juga kepentingan penerbangan militer.

Sudah jauh memperhitungkan tentang pentingnya operasi penerbangan dalam konteks pertahanan keamanan negara. Sudah menyadari bahwa kedua jenis penerbangan tersebut harus berada dalam sebuah koridor yang harmonis untuk saling mendukung satu dengan lainnya.

Dalam pengertian tidak mengorbankan satu pihak terhadap pihak yang lain, apapun alasannya, karena kedua-duanya merupakan bagian utuh dari roda gigi pembangunan nasional.

Mengagumkan, karena di tahun 1955 itu Republik Indonesia sebagai negara berbentuk kepulauan, masih belum memiliki Dewan Maritim akan tetapi sudah memiliki Dewan Penerbangan.

Mengagumkan, karena Indonesia yang baru saja pada bulan Mei tahun 1950 menyatakan dirinya untuk menjadi anggota ICAO (International Civil Aviation Organization), di tahun 1955 sudah mulai menyusun undang-undang yang berkait dengan peraturan penerbangan.

Akan tetapi yang lebih mengagumkan lagi adalah kini di tahun 2020 Indonesia tidak memiliki Dewan Penerbangan atau institusi apapun namanya yang senapas dengan Dewan Penerbangan.

Barangkali oleh sebab itulah, maka banyak sekali kebijakan dibidang dunia penerbangan nasional yang menjadi terlihat sebagai kurang menopang dalam pembangunan nasional di bidang kedirgantaraan.

Boleh jadi karena itulah pula banyak peraturan dan perijinan yang dikeluarkan dalam bidang penerbangan nasional tidak atau kurang dikoordinasikan terlebih dahulu dengan instansi terkait lainnya.

Kemungkinan besar itulah pula sebabnya instruksi Presiden Republik Indonesia di tahun 2015, tentang upaya penguasaan kembali wilayah udara kedaulatan RI diatas kepulauan Riau, yang hingga kini masyarakat luas tidak mengetahui sampai dimana gerangan perkembangannya.

Nah, di tengah-tengah wabah virus corona covid-19 melanda dunia, Indonesia berhadapan dengan masalah penerbangan dalam negeri yang sangat berat. Masalah penerbangan yang membutuhkan kebijakan yang tepat untuk dapat menyelamatkan eksistensi negara.

Masalah penerbangan yang membutuhkan masukan yang tepat dari berbagai pihak yang kompeten di bidangnya.

Akhirnya , apabila ada yang mengatakan bahwa pada setiap krisis akan tersedia peluang, maka sekarang inilah saat yang paling tepat bagi Indonesia untuk mengelola wilayah udara kedaulatannya secara utuh menyeluruh tanpa dapat dibayang-bayangi lagi dengan jargon-jargon menyeramkan seperti “untuk atau atas nama keselamatan lalulintas penerbangan internasional”, karena kepadatan air traffic saat ini telah menjadi jauh menurun alias sepi sekali.

Lalu lintas penerbangan di atas wilayah udara Indonesia yang sangat strategis itu, pada saat ini memang tidak memerlukan sama sekali perangkat pengatur lalulintas yang “super canggih”.

Sekarang adalah waktu yang tepat. Waktu yang tepat untuk membentuk Dewan Penerbangan. Waktu yang tepat untuk berkoordinasi antar instansi tanpa tekanan-tekanan lagi yang berhubungan dengan soal laju pertumbuhan penumpang. Waktu yang tepat untuk memiliki wadah berkoordinasi bagi kepentingan semua pihak secara adil.

Semua ada di Dewan Penerbangan dan semua telah menjadi mudah karena Covid–19 telah menurunkan frekuensi tinggi yang selalu menanjak dari pertumbuhan air traffic di seluruh dunia.

Seiring dengan menurunnya lalulintas penerbangan global, semua menjadi lebih tenang dalam persoalan hiruk pikuk penerbangan yang terjadi belakangan ini dan tentu saja menjadi jauh lebih mudah untuk dibicarakan dalam damai serta menjadi jauh dari interest sektoral yang sudah terlanjur berkembang.

Pangkalan-pangkalan Udara Militer sudah tidak harus khawatir lagi dirambah oleh penerbangan sipil komersial, karena bandara-bandara yang over kapasitas sekarang ini sudah menjadi sunyi dan sepi.

Penerbangan militer dan Penerbangan sipil sudah sampai kepada posisi yang sama yaitu harus mengikuti protokol kesehatan, pakai masker, jaga jarak, dan sering cuci tangan. Protokol yang mengantar Bandara sipil untuk kegiatan operasi penerbangan sipil dan Pangkalan Militer untuk kegiatan operasi penerbangan Militer.

Itulah semua perbincangan santai tentang Dewan Penerbangan di tengah badai Covid-19. Semoga wabah ini segera cepat berlalu, Amin.

https://money.kompas.com/read/2020/07/15/143901226/dewan-penerbangan-dan-covid-19

Terkini Lainnya

Imbas Boikot, KFC Malaysia Tutup Lebih dari 100 Gerai

Imbas Boikot, KFC Malaysia Tutup Lebih dari 100 Gerai

Whats New
Gapki Tagih Janji Prabowo Bentuk Badan Sawit

Gapki Tagih Janji Prabowo Bentuk Badan Sawit

Whats New
Pameran Franchise dan Lisensi Bakal Digelar di Jakarta, Cek Tanggalnya

Pameran Franchise dan Lisensi Bakal Digelar di Jakarta, Cek Tanggalnya

Smartpreneur
Akvindo Tegaskan Tembakau Alternatif Bukan buat Generasi Muda

Akvindo Tegaskan Tembakau Alternatif Bukan buat Generasi Muda

Whats New
Allianz Syariah Bidik Target Pengumpulan Kontribusi Capai 14 Persen Sepanjang 2024

Allianz Syariah Bidik Target Pengumpulan Kontribusi Capai 14 Persen Sepanjang 2024

Whats New
Laba Bersih Astra International Rp 7,46 Triliun pada Kuartal I 2024

Laba Bersih Astra International Rp 7,46 Triliun pada Kuartal I 2024

Whats New
Bank Mandiri Raup Laba Bersih Rp 12,7 Triliun pada Kuartal I-2024

Bank Mandiri Raup Laba Bersih Rp 12,7 Triliun pada Kuartal I-2024

Whats New
Gelar RUPST, Astra Tetapkan Direksi dan Komisaris Baru

Gelar RUPST, Astra Tetapkan Direksi dan Komisaris Baru

Whats New
Emiten Sawit BWPT Catat Pertumbuhan Laba Bersih 364 Persen pada Kuartal I-2024

Emiten Sawit BWPT Catat Pertumbuhan Laba Bersih 364 Persen pada Kuartal I-2024

Whats New
Ekonom: Investasi Apple dan Microsoft Bisa Jadi Peluang RI Tingkatkan Partisipasi di Rantai Pasok Global

Ekonom: Investasi Apple dan Microsoft Bisa Jadi Peluang RI Tingkatkan Partisipasi di Rantai Pasok Global

Whats New
Kemenko Perekonomian Buka Lowongan Kerja hingga 2 Mei 2024, Simak Kualifikasinya

Kemenko Perekonomian Buka Lowongan Kerja hingga 2 Mei 2024, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Gapki: Ekspor Minyak Sawit Turun 26,48 Persen Per Februari 2024

Gapki: Ekspor Minyak Sawit Turun 26,48 Persen Per Februari 2024

Whats New
MPMX Cetak Pendapatan Rp 3,9 Triliun pada Kuartal I 2024, Ini Penopangnya

MPMX Cetak Pendapatan Rp 3,9 Triliun pada Kuartal I 2024, Ini Penopangnya

Whats New
Allianz Syariah: Premi Mahal Bakal Buat Penetrasi Asuransi Stagnan

Allianz Syariah: Premi Mahal Bakal Buat Penetrasi Asuransi Stagnan

Whats New
Holding Ultra Mikro Pastikan Tak Menaikkan Bunga Kredit

Holding Ultra Mikro Pastikan Tak Menaikkan Bunga Kredit

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke