Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Insentif Pajak Berkurang, Bagaimana dengan Kinerja Reksa Dana?

Dibandingkan dengan investor umumnya yang membayar pajak sebesar 15 persen, reksa dana masih mendapat insentif namun memang berkurang. Bagaimana dampaknya terhadap kinerja reksa dana?

Jenis reksa dana yang paling terdampak pada aturan ini adalah reksa dana terproteksi dan reksa dana pendapatan tetap yang menempatkan seluruh dana kelolaan pada obligasi, diikuti dengan reksa dana campuran dan reksa dana pasar uang yang menempatkan sebagian dana kelolaan pada obligasi.

Pajak penghasilan atas kupon

Perpajakan atas obligasi dikenakan atas kupon dan diskonto obligasi. Kupon adalah tingkat imbal hasil yang ditetapkan oleh penerbit obligasi dan dibayarkan setiap tanggal pembayaran kupon.

Pembayaran kupon obligasi bervariasi, setiap bulan pada Obligasi dan Sukuk Ritel, setiap 3 bulan pada obligasi yang diterbitkan perusahaan swasta, dan setiap 6 bulan pada obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah.

Besaran kupon ditetapkan dalam persentase terhadap nilai pokok obligasi. Semakin lama waktu jatuh tempo, semakin besar pula besaran kuponnya. Untuk obligasi korporasi, besaran kupon juga tergantung persepsi risiko gagal bayar/ratingnya. Semakin rendah rating, semakin besar pula kupon obligasinya.

Misalkan suatu obligasi membayarkan kupon sebesar 8 persen per tahun dan investor membeli senilai Rp 1 M. Maka besaran kupon yang diterima oleh investor adalah 8 persen dikalikan Rp 1 miliar atau setara Rp 80 juta, selanjutnya dipotong pajak penghasilan.

Berdasarkan peraturan, pajak atas kupon setelah 2021 adalah sebesar 10 persen atau setara Rp 8 juta. Sehingga nilai kupon yang diterima investor adalah Rp 72 juta.

Nilai pajak ini lebih besar dibandingkan sebelum 2021 yang sebesar 5 persen. Meski demikian masih ada insentif dibandingkan investor umum yang dikenakan pajak 15 persen.

Pajak penghasilan atas diskonto

Diskonto adalah selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan obligasi. Sederhanyanya disebut capital gain.

Capital gain dalam obligasi bisa terjadi dalam 2 kondisi, pertama; investor membeli dan menjualnya dengan harga lebih tinggi, kedua; investor membeli obligasi di bawah nilai par / nominal dan memegangnya hingga jatuh tempo. Untuk kondisi kedua, diskonto terjadi pada saat obligasi jatuh tempo.

Perusahaan sekuritas dan bank yang melayani transaksi jual beli obligasi diwajibkan mencatat harga pembelian obligasi investor. Oleh sebab itu, ketika ada transaksi penjualan atau obligasi jatuh tempo, mereka akan bertindak sebagai pemotong atas pajak penghasilan tersebut.

Misalkan seorang investor membeli obligasi di harga Rp 102 juta dan menjualnya di harga Rp 104 juta, maka atas keuntungan Rp 2 juta tersebut menjadi objek pajak penghasilan dan dipotong 10 persen x Rp 2 juta setara Rp 200.000. Nilai yang diterima investor atas penjualan obligasi adalah Rp 103.8 juta.

Bagaimana jika investor menjual rugi? Dalam konteks reksa dana, kerugian tersebut dapat digunakan untuk mengkompensasi kupon yang diterima sehingga mengurangi pajak atas kupon obligasinya.

Dampak terhadap kinerja reksa dana

Pajak atas Kupon sangat berdampak terhadap kinerja reksa dana terproteksi. Untuk reksa dana yang terbit sebelumnya, kenaikan tarif pajak ini sudah diperhitungkan sebelumnya sehingga tidak berdampak.

Untuk reksa dana terproteksi yang akan terbit, karena potongan pajak yang lebih besar maka nilai imbal hasil kepada investor akan menjadi semakin kecil.

Sebetulnya pajak bukan satu-satunya faktor yang berpengaruh terhadap kinerja reksa dana terproteksi, tapi juga BI Rate. Dengan tingkat suku bunga yang semakin menurun, biasanya penerbit obligasi korporasi juga mengurangi besaran kuponnya.

Jika pada tahun 2020 yang lalu, investor masih bisa mendapatkan reksa dana terproteksi dengan imbal hasil di atas 6 persen, maka untuk tahun 2021 ini kelihatannya investor harus puas dengan imbal hasil di sekitar 6 persen atau bahkan lebih rendah.

Untuk reksa dana berbasis obligasi yang dikelola secara aktif seperti reksa dana pendapatan tetap, campuran dan pasar uang, merasakan 2 dampak langsung yaitu pajak atas kupon dan pajak atas diskonto.

Obligasi pemerintah biasanya memiliki fluktuasi harga yang lebih tinggi dibandingkan obligasi korporasi. Untuk itu, efek pajak atas diskonto akan lebih banyak dirasakan pada reksa dana yang berinvestasi pada obligasi pemerintah dibandingkan korporasi.

Pajak atas kupon dan diskonto ini tidak akan membuat kinerja reksa dana menjadi negatif. Sebab pajak penghasilan dikenakan atas kupon dan keuntungan yang diterima dari investasi obligasi.

Faktor yang lebih berpengaruh terhadap kinerja reksa dana berbasis obligasi adalah arah suku bunga dan valuasi / imbal hasil wajar obligasi.

Secara teori ketika suku bunga naik, maka harga obligasi akan turun dan sebaliknya ketika suku bunga turun maka harga obligasi naik.

Akibat pandemi COVID-19, Suku bunga sudah mengalami penurunan berkali-kali pada tahun 2020. Untuk itu, ruang penurunannya menjadi semakin terbatas di tahun 2021. Namun juga tidak akan naik dalam 2-3 tahun yang akan datang seiring dengan pemulihan ekonomi.

Jika suku bunga sudah tetap, maka harga obligasi selanjutnya akan naik jika valuasinya terhadap murah, dan sebaliknya akan turun jika valuasinya terlalu mahal.

Valuasi obligasi bisa dilihat dari tingkat imbal hasil obligasi pemerintah 10 tahun. Perkiraan tingkat imbal hasil yang wajar untuk tahun 2021 adalah di 5,5 persen. Jika sudah di bawah angka tersebut berarti sudah mahal, sebaliknya jika di atas maka masih dikatakan masih murah.

Pada saat artikel ini ditulis, tingkat imbal hasil obligasi 10 tahun adalah sebesar 6,2 persen. Dengan asumsi bisa mencapai 5,5 persen pada akhir tahun, maka kinerja reksa dana pendapatan tetap pada tahun 2021 ini diperkirakan bisa mencapai antara 5-8 persen.

Demikian artikel ini, semoga bermanfaat.

https://money.kompas.com/read/2021/01/18/143204026/insentif-pajak-berkurang-bagaimana-dengan-kinerja-reksa-dana

Terkini Lainnya

Penyaluran Kredit Ultra Mikro Capai Rp 617,9 Triliun di Kuartal I-2024

Penyaluran Kredit Ultra Mikro Capai Rp 617,9 Triliun di Kuartal I-2024

Whats New
Bayar Klaim Simpanan 10 BPR Bangkrut, LPS Kucurkan Rp 237 Miliar per April 2024

Bayar Klaim Simpanan 10 BPR Bangkrut, LPS Kucurkan Rp 237 Miliar per April 2024

Whats New
[POPULER MONEY] Mendag Zulhas: Warung Madura Boleh Buka 24 Jam | KFC Malaysia Tutup Lebih dari 100 Gerai, Imbas Boikot

[POPULER MONEY] Mendag Zulhas: Warung Madura Boleh Buka 24 Jam | KFC Malaysia Tutup Lebih dari 100 Gerai, Imbas Boikot

Whats New
Kode Transfer BCA, BRI, BNI, BTN, Mandiri, dan Bank Lainnya

Kode Transfer BCA, BRI, BNI, BTN, Mandiri, dan Bank Lainnya

Spend Smart
Cara Beli Token Listrik di ATM BRI, BNI, Mandiri, BTN, dan BSI

Cara Beli Token Listrik di ATM BRI, BNI, Mandiri, BTN, dan BSI

Spend Smart
Cara Tukar Uang Rusak di Bank Indonesia dan Syaratnya

Cara Tukar Uang Rusak di Bank Indonesia dan Syaratnya

Spend Smart
Lelang 7 Seri SUN, Pemerintah Kantongi Rp 21,5 Triliun

Lelang 7 Seri SUN, Pemerintah Kantongi Rp 21,5 Triliun

Whats New
Indosat Catat Laba Rp 1,29 Triliun di Kuartal I-2024

Indosat Catat Laba Rp 1,29 Triliun di Kuartal I-2024

Whats New
Adira Finance Cetak Laba Bersih Rp 432 Miliar pada Kuartal I-2024

Adira Finance Cetak Laba Bersih Rp 432 Miliar pada Kuartal I-2024

Whats New
Inaplas Dukung Pemerintah Atasi Polusi Sampah Plastik

Inaplas Dukung Pemerintah Atasi Polusi Sampah Plastik

Whats New
Program Pemberdayaan Daerah Gambut di Bengkalis oleh PT KPI Mampu Tingkatkan Pendapatan Masyarakat

Program Pemberdayaan Daerah Gambut di Bengkalis oleh PT KPI Mampu Tingkatkan Pendapatan Masyarakat

Whats New
Astra Internasional Bakal Tebar Dividen Rp 17 Triliun, Simak Rinciannya

Astra Internasional Bakal Tebar Dividen Rp 17 Triliun, Simak Rinciannya

Whats New
Emiten Nikel IFSH Catat Penjualan Rp 170 Miliar di Kuartal I 2024

Emiten Nikel IFSH Catat Penjualan Rp 170 Miliar di Kuartal I 2024

Whats New
Starlink Telah Kantongi Surat Uji Laik Operasi di Indonesia

Starlink Telah Kantongi Surat Uji Laik Operasi di Indonesia

Whats New
Laba Bersih BNI Naik 2,03 Persen Menjadi Rp 5,3 Triliun pada Kuartal I-2024

Laba Bersih BNI Naik 2,03 Persen Menjadi Rp 5,3 Triliun pada Kuartal I-2024

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke