Pengetatan kebijakan moneter oleh bank sentral AS, The Fed, yang terus berlanjut hingga tahun depan diproyeksi akan mengerek imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) 10 tahun.
Akibatnya, pemerintah perlu membayar lebih mahal imbal hasil SBN dan belanja bunga utang akan besar.
"Lingkungan global dari sisi pembiayaan akan cukup menantang. Oleh karena itu kebutuhan untuk pembiayaan akan kita kelola secara ekstra hati-hati agar utang tetap terjaga secara stable," kata Sri Mulyani dalam rapat bersama Badan Anggaran di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (31/5/2022).
Pemerintah sendiri mematok pembiayaan tahun depan di kisaran Rp 529,2 triliun - Rp 594,6 triliun atau setara dengan 2,61-2,90 persen dari PDB. Rasio utang akan dijaga pada kisaran 40,58 persen hingga 42,42 persen dari PDB.
Adapun suku bunga SUN 10 tahun ditargetkan sebesar 7,34-9,16 persen. Nilainya jauh lebih tinggi dibanding tahun 2021 di kisaran 6 persen.
"Suku bunga 10 tahun di kisaran 7,34-9,16 persen menggambarkan tekanan dari inflasi yang diterjemahkan dengan suku bunga global yang melonjak," tutur Sri Mulyani.
Lebih lanjut untuk menjaga tingkat utang tetap terjaga, pihaknya akan mengambil langkah pendalaman pasar untuk menjaga dan menopang pembiayaan SBN yang stabil.
Di sisi lain, mendorong inovasi pembiayaan melalui BUMN, BLU, INA, serta dukungan dalam bentuk skema pembiayaan kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU).
"Manajemen cash juga menjadi sangat penting karena selama beberapa bulan ini pemerintah melihat bahwa arus kas kita cukup baik. Kita akan terus menjaga fiscal buffer agar cukup memadai dalam antisipasi guncangan baik dalam perekonomian maupun terhadap APBN sendiri," tutup Sri Mulyani.
https://money.kompas.com/read/2022/05/31/193000626/sri-mulyani-sebut-penarikan-utang-ri-tahun-depan-cukup-menantang-ada-apa-