Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kewirausahaan Sosial dalam Waralaba Pendidikan

PADA satu kesempatan sempat termuat iklan penawaran waralaba di sebuah media dengan kalimat provokatif, kira-kira begini: Bisnis yang tidak mengenal krisis? Pendidikan!

Benarkah demikian? Sejumlah pengelola lembaga pendidikan atau sekolah masih malu-malu mengakui bahwa usaha mereka murni bisnis.

Bahkan tak sedikit yang membantah dan menyatakan bahwa lembaga yang mereka kelola adalah usaha sosial yang tak berorientasi pada keuntungan.

Pesatnya perkembangan waralaba di Indonesia memungkinkan segala bidang usaha diwaralabakan tak terkecuali pendidikan.

Beberapa yang ditawarkan adalah bimbingan belajar, sekolah bahasa, sekolah musik, sekolah menggambar, taman kanak-kanak dan sebagainya.

Sekarang siapapun pebisnis yang memiliki minat dalam bidang pendidikan dapat memiliki sekolah dengan persyaratan relatif mudah. Mereka tak perlu berlatar belakang ilmu pendidikan atau pengalaman khusus, yang penting minat dan kemauan.

Ketika pendidikan telah menjadi produk yang diperjualbelikan, pengelolaan sekolah tidak dapat menerapkan gaya konvensional.

Sekolah yang dikelola tanpa kreativitas dan inovasi akan mengakibatkan sekolah kekurangan siswa karena dijauhi peminatnya, sumber daya manusia yang lemah karena tidak ada pengembangan dan penerapan metode pembelajaran ketinggalan zaman.

Mau tak mau wirausaha yang bergelut dalam bisnis pendidikan harus mengelola sekolah dengan semangat yang berbasis pada kewirausahaan sosial (social entrepreneurship).

Model kewirausahaan sosial

Sesungguhnya tak ada satu pun definisi yang tegas mengenai kewirausahaan sosial. Dalam tatanan global, kewirausahaan sosial telah menjadi gerakan yang bertujuan memengaruhi perubahan sosial yang positif.

Kewirusahaan sosial menerapkan prinsip-prinsip kewirausahaan untuk menciptakan nilai sosial yang berkelanjutan secara ekonomis.

Metode dan eksekusi bersifat entrepreneurial di mana misi dan tujuan digerakkan oleh kebutuhan dan manfaat sosial (Timmons, 2009).

Secara sederhana kewirausahaan sosial merupakan proses yang meliputi identifikasi masalah sosial dan penciptaan solusi spesifik atas masalah sosial tersebut (Jeffrey Robinson, 2006).

Entitas bisnis didirikan untuk menawarkan solusi kreatif atas masalah sosial yang timbul di dalam masyarakat. Entitas bisnis tersebut dapat dibedakan menjadi tiga bentuk, yaitu yang didirikan berdasarkan misi sosial, usaha dengan konsekuensi sosial dan usaha nonprofit (H. Neck dkk, 2009).

Usaha dengan misi sosial digerakkan oleh kondisi masyarakat yang membutuhkan solusi atas masalah yang timbul.

Wirausaha yang jeli menawarkan suatu produk sebagai jawaban atas kebutuhan serta keinginan masyarakat dan wirausaha memperoleh profit atas produk yang dijual.

Sementara usaha dengan konsekuensi sosial berawal dari misi untuk memperoleh profit tetapi di dalam praktiknya justru lebih berdampak terhadap kondisi sosial masyarakat. Profit tidak lagi menjadi tujuan utama.

Usaha nonprofit di dalam kewirausahaan sosial merupakan entitas yang murni sosial. Digerakkan oleh misi sosial dan tidak berorientasi pada keuntungan.

Penerapan dalam waralaba pendidikan

Jika mengacu pada ketiga bentuk usaha di dalam kewirausahaan sosial, tidak terdapat model yang pas untuk diterapkan pada wirausaha yang bergerak dalam bisnis waralaba pendidikan.
Wirausaha tidak mungkin menggantungkan usahanya pada misi sosial semata.

Model hibrida yang mencoba menyeimbangkan antara misi sosial dan ekonomi dalam pencapaian profit merupakan alternatif terbaik penerapan kewirausahaan sosial.

Ada tiga hal penting yang dapat diterapkan wirausaha yang berkecimpung dalam bidang pendidikan jika hendak menerapkan kewirausahaan sosial.

Pertama, penetapan harga atau biaya pendidikan untuk calon siswa tidak hanya berfokus pada orientasi ekonomi semata. Kondisi tersebut membuat wirausaha hanya fokus pada perhitungan pengembalian investasi.

Ada hal lain yang patut dipertimbangkan bahwa pendidikan merupakan hak setiap orang dan tidak hanya bagi mereka yang secara ekonomi mampu. Waralaba sekolah semestinya tidak membentuk institusi pendidikan menjadi komunitas yang eksklusif.

Kedua, meski menerapkan kewirausahaan sosial, pengembangan waralaba sekolah tidak mengabaikan profit yang mungkin dicapai.

Jika dalam bisnis waralaba nonpendidikan, profit biasa digunakan untuk diinvestasikan kembali dalam bentuk ekspansi gerai, wirausaha dalam waralaba pendidikan patut “mengembalikan” profit untuk pengembangan sumber daya manusia, yaitu para pengajar, pengembangan metode pembelajaran yang paling mutakhir dan peningkatan fasilitas sekolah. Profit tidak hanya dinikmati oleh sang wirausaha saja.

Ketiga, waralaba pendidikan semestinya dapat memberikan kontribusi lebih besar dalam hal membuka kesempatan sebesar-besarnya bagi masyarakat untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran yang layak terutama penciptaan pekerja-pekerja terampil yang dapat langsung bekerja.

Kemitraan dengan dunia usaha sepatutnya dijalin. Misi pelayanan selayaknya dipertegas bahwa waralaba sekolah pun berperan dalam penciptaan manusia Indonesia yang unggul dan berbudi luhur.

Hal yang perlu diingat bahwa model hibrida di dalam kewirausahaan sosial tidak sama dengan tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility/CSR).

Tanggung jawab sosial perusahaan menekankan pada hal-hal yang bagus bagi perusahaan dan melayani masyarakat selama masih menguntungkan (Timmons, 2009).

Penerapan CSR juga bukan merupakan kompetensi dasar perusahaan dan seringkali tidak berkaitan dengan bisnis inti yang dijalankan perusahaan.

Penerapan model kewirausahaan sosial dalam waralaba pendidikan memandang bahwa bisnis ini dapat dijalankan dengan memperhatikan tujuan secara ekonomis tanpa mengabaikan aspek sosial yang diembannya.

*Dosen Tetap Program Studi Sarjana Manajemen, Fakultas Ekonomi & Bisnis, Universitas Tarumanagara

https://money.kompas.com/read/2023/05/04/112400626/kewirausahaan-sosial-dalam-waralaba-pendidikan

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke