Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Gejala De-Industrialisasi Semakin Nyata

Pertama, pertumbuhan sebagian besar didorong oleh aktivitas sektor jasa. Sektor transportasi dan logistik mengalami pertumbuhan tahunan tertinggi sebesar 15,28 persen, disusul sektor jasa lainnya sebesar 11,89 persen, serta sektor jasa akomodasi dan makanan 9,89 persen.

Perdagangan besar dan eceran, seperti mobil dan sepeda motor tumbuh hampir 5 persen dari peningkatan aktivitas produksi, konsumsi, dan mobilitas masyarakat.

Perdagangan mobil, sepeda motor, dan reparasinya juga tumbuh di atas pertumbuhan nasional, yakni 6,56 persen disebabkan peningkatan penjualan mobil dan sepeda motor hingga pertengahan 2023.

Sementara itu, sektor industri pengolahan atau manufaktur tahunan tumbuh 4,88 persen, didorong pengolahan makanan minuman sebesar 4,62 persen.

Pertumbuhan produksi kelapa sawit atau CPO masih kuat terkait dengan peningkatan konsumsi minyak goreng dan produk turunannya.

Industri pengolahan lainnya, khususnya industri padat modal tampaknya stagnan, bahkan menurun pertumbuhannya.

Demikian juga dengan ekspor sektor manufaktur masih terbatas pada sektor makanan, minuman dan industri padat karya. Ekspor secara nasional tetap didominasi sektor migas dan pertambangan.

Kedua, sektor-sektor yang selama ini banyak menyerap tenaga kerja seperti pertanian, pertambangan, dan manufaktur, tumbuh di bawah laju pertumbuhan nasional.

Sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan tumbuh sebesar 2,02 persen, sedangkan sektor industri pengolahan tumbuh sebesar 4,88 persen.

Sektor industri pengelohan hingga 2000, tumbuh di atas 5 persen, sekarang sudah menurun di bawah 5 persen.

Untuk mengatasi tantangan-tantangan ini diperlukan fokus pada reindustrialisasi, yang terlihat dari perlunya mengoptimalkan pertumbuhan sektor-sektor padat karya.

Lanskap industri Indonesia telah memperlihatkan kecenderungan deindustrialisasi yang semakin nyata. Terlihat dari menurunnya proporsi industri manufaktur terhadap perekonomian sejak 2002, dengan penurunan paling tajam sejak 2009.

Penurunan ini juga berdampak pada menurunya nilai tambah dan lapangan kerja. Lapangan kerja yang terbatas di sektor manufaktur membuka peluang lapangan pekerjaan di sektor jasa informal. Sayangya sektor ini memiliki produktivitas rendah.

Selain itu, peran industri manufaktur dalam kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) semakin berkurang sejak 2008.

Dalam 15 tahun terakhir, proporsi manufaktur Indonesia terhadap PDB termasuk yang terendah di ASEAN, dengan kontribusi sebesar 18,3 persen pada 2022, dibandingkan dengan 27,8 persen pada 2008. Penurunan ini lebih besar dibandingkan negara-negara seperti Malaysia dan Thailand.

Penyebab deindustrialisasi terutama penurunan angka produktivitas industri manufaktur.

Ditambah lagi dengan kenaikan biaya produksi, kesulitan mendapatkan bahan baku, kurangnya investasi di sektor manufaktur, kurangnya dukungan kebijakan pemerintah, dan masalah tantangan industrialisasi hijau yang mencakup penggunaan dan efisiensi energi.

Pentingnya Reindustrialisasi

Fakta yang lain adalah menurunnya kontribusi manufaktur (terhadap PDB) yang dulu di atas 20 persen sekarang hanya 18,2 persen.

Kontribusi tenaga kerja yang semula dari sektor pertanian ke industri, sekarang langsung ke sektor jasa. Disayangkan sektor jasa memiliki produktivitas lebih rendah.

Untuk mengatasi tantangan deindustrialisasi dan mendukung pertumbuhan berkelanjutan, Indonesia harus memprioritaskan strategi industri yang komprehensif.

Hal ini mencakup menghidupkan dan menyegarkan kembali sektor manufaktur melalui investasi, dukungan kebijakan, dan membina lingkungan yang kondusif bagi inovasi dan daya saing.

Lawannya deindustrialisasi adalah reindustrialisasi. Reindustrialisasi tentunya harus dimulai dari hilirisasi, yakni mengaitkan antara produksi primer menjadi barang jadi bernilai tambah.

Indonesia sudah mulai kebijakan ini, namun baru sebatas pada barang tambang. Upaya hilirisasi perlu dilanjutkan komoditas pertanian seperti kepala sawit, rumput laut, kakao, hingga berbagai komoditas lainnya yang dimiliki Indonesia.

Di sisi lain, industri yang penting untuk dibangkitkan kembali, yakni industri kimia dasar, besi dan baja.

Belajar dari pengalaman negara lain, negara dengan perekonomian kuat memiliki struktur industri dengan basis industri kimia dasar, besi dan baja yang kokoh sebagai penopang industri dan sektor lainnya.

Kita memang sudah memulai dengan kebijakan hilirisasi sektor pertambangan. Sayangnya kebijakan yang dilaksanakan cukup kontroversial, yakni larangan ekspor.

Kebijakan larangan ekspor tidak hanya akan mengundang tindakan balas dendam dari negara lain, namun juga membuat ekspor tertekan.

Padahal Bank Indonesia sudah membuat kebijakan devisa hasil ekspor (DHE) yang semakin agresif untuk memastikan hasil ekspor dimanfaatkan untuk perekonomian dalam negeri.

Larangan ekspor juga belum tentu akan memberikan dampak nilai tambah industri akan meningkat di dalam negeri.

Kebijakan hilirsasi nikel dan tembaga melalui larangan ekspor dan mengundang investor asing perlu ditinjau ulang dengan cermat kemanfaatannya dalam jangka pendek dan jangka panjang untuk sebesar-besar kemakmuran perekonomian nasional.

https://money.kompas.com/read/2023/09/11/082731826/gejala-de-industrialisasi-semakin-nyata

Terkini Lainnya

[POPULER MONEY] Cara Cek Formasi CPNS 2024 di SSCASN | Prabowo soal Anggaran Makan Siang Gratis

[POPULER MONEY] Cara Cek Formasi CPNS 2024 di SSCASN | Prabowo soal Anggaran Makan Siang Gratis

Whats New
Insiden Pesawat Haji Terbakar, Bos Garuda: 'Confirm' Disebabkan Internal 'Engine'

Insiden Pesawat Haji Terbakar, Bos Garuda: "Confirm" Disebabkan Internal "Engine"

Whats New
Cara Bayar Shopee lewat ATM BRI dan BRImo dengan Mudah

Cara Bayar Shopee lewat ATM BRI dan BRImo dengan Mudah

Spend Smart
Apa yang Dimaksud dengan Inflasi dan Deflasi?

Apa yang Dimaksud dengan Inflasi dan Deflasi?

Earn Smart
Gampang Cara Cek Mutasi Rekening lewat myBCA

Gampang Cara Cek Mutasi Rekening lewat myBCA

Spend Smart
Penurunan Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Indonesia Berpotensi Tertahan

Penurunan Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Indonesia Berpotensi Tertahan

Whats New
Gaji ke-13 untuk Pensiunan Cair Mulai 3 Juni 2024

Gaji ke-13 untuk Pensiunan Cair Mulai 3 Juni 2024

Whats New
Masuk ke Beberapa Indeks Saham Syariah, Elnusa Terus Tingkatkan Transparansi Kinerja

Masuk ke Beberapa Indeks Saham Syariah, Elnusa Terus Tingkatkan Transparansi Kinerja

Whats New
Pesawat Haji Boeing 747-400 Di-'grounded' Pasca-insiden Terbakar, Garuda Siapkan 2 Armada Pengganti

Pesawat Haji Boeing 747-400 Di-"grounded" Pasca-insiden Terbakar, Garuda Siapkan 2 Armada Pengganti

Whats New
ASDP Terus Tingkatkan Peran Perempuan pada Posisi Tertinggi Manajemen

ASDP Terus Tingkatkan Peran Perempuan pada Posisi Tertinggi Manajemen

Whats New
Jaga Loyalitas Pelanggan, Pemilik Bisnis Online Bisa Pakai Strategi IYU

Jaga Loyalitas Pelanggan, Pemilik Bisnis Online Bisa Pakai Strategi IYU

Whats New
Bulog Targetkan Serap Beras Petani 600.000 Ton hingga Akhir Mei 2024

Bulog Targetkan Serap Beras Petani 600.000 Ton hingga Akhir Mei 2024

Whats New
ShariaCoin Edukasi Keuangan Keluarga dengan Tabungan Emas Syariah

ShariaCoin Edukasi Keuangan Keluarga dengan Tabungan Emas Syariah

Whats New
Insiden Kebakaran Mesin Pesawat Haji Garuda, KNKT Temukan Ada Kebocoran Bahan Bakar

Insiden Kebakaran Mesin Pesawat Haji Garuda, KNKT Temukan Ada Kebocoran Bahan Bakar

Whats New
Kemenperin Pertanyakan Isi 26.000 Kontainer yang Tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak

Kemenperin Pertanyakan Isi 26.000 Kontainer yang Tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke