Perry mengatakan, laju inflasi sebenarnya berada dalam tren penurunan sejak awal tahun ini. Namun, tingkat inflasi global diproyeki tetap tinggi dan mencapai kisaran 5,1 persen pada pengujung tahun 2023.
Tren penurunan itu diproyeksi berlanjut pada tahun depan. Akan tetapi, tingkat inflasi masih akan berada di atas 3 persen, yakni di kisaran 3,8 persen.
"Mungkin inflasi dunia baru akan mulai menurun pada paruh kedua tahun 2024," kata dia dalam gelaran Rapat Kerja DPR, dikutip Selasa (14/11/2023).
Dengan inflasi yang masih tinggi, bank sentral di berbagai negara akan mempertahankan kebijakan moneternya yang ketat. Bahkan, The Fed diproyeksi kembali mengerek suku bunga acuannya sebesar 25 basis points sebelum 2023 berakhir.
"Kemungkinan-kemungkinan Fed Fund Rate baru akan mulai turun di paruh kedua tahun depan," ujar Perry.
Tercatat pada kuartal III-2023, yield obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun meningkat dari 3,84 persen menjadi 4,57 persen. Tren kenaikan ini berpotensi berlanjut hingga pengujung tahun.
"Kemungkinan (yield obligasi AS) masih akan naik menjadi 5,16 persen di akhir tahun dan akan bertahan relatif tinggi di tahun 2024 dan paruh kedua (2024) baru turun menjadi 4,87 persen," tutur Perry.
Berbagai perkembangan tersebut membuat terjadinya fenomena aliran modal asing keluar dari pasar keuangan negara berkembang, termasuk Indonesia. Pasalnya, dengan tingkat imbal hasil obligasi yang tinggi, investor berbondong-bondong beralih ke pasar keuangan negara maju.
"Fenomena-fenomena ini memerlukan upaya-upaya ekstra keras dari seluruh emerging market termasuk Indonesia," ucap Perry.
https://money.kompas.com/read/2023/11/14/172117826/bos-bi-prediksi-bunga-the-fed-mulai-turun-paruh-kedua-2024