Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kemenparekraf Soroti Ancaman PHK Industri Kreatif Jika Pasal Tembakau di RPP Kesehatan Disahkan

“Jadi, akan ada ancaman PHK kepada pelaku ekonomi kreatif di subsektor ini bila RPP (Kesehatan) ini disahkan. Karena industri kreatif, seperti konser musik dan event, menjadi salah satu sektor yang akan sangat dirugikan (jika pasal-pasal tembakau di RPP Kesehatan disahkan),” ungkanya kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (9/12/2023).

Agam mengungkapkan, terdapat sedikitnya enam subsektor industri yang terkait dengan industri hasil tembakau, seperti subsektor desain, film/video, musik, penerbitan, periklanan, dan penyiaran (TV dan radio). Secara kolektif, subsektor industri tersebut mempekerjakan lebih dari 725.000 tenaga kerja.

Syaifullah juga menegaskan bahwa industri hasil tembakau memiliki multiplier effect yang sangat besar karena menjangkau sektor lainnya, misalnya sektor perhotelan, makanan dan minuman, transportasi, pedagang asongan, hingga baliho.

“Jika (industri tembakau terganggu), maka industri kreatif terganggu. Dampak negatifnya akan merembet ke banyak sektor lainnya yang saling berkaitan dan menopang pertumbuhan satu sama lain,” terangnya.

Syaifullah menjelaskan, industri hasil tembakau itu memberikan kontribusi sekitar 20 persen dari total pendapatan media digital di Indonesia dengan nilai mencapai ratusan miliar Rupiah per tahun. Maka, wajar jika selama ini, iklan produk tembakau adalah kontributor terbesar di media digital maupun di media luar ruangan di Indonesia.

“Kami dari Kemenparekraf berharap ada solusi dari rencana pengesahan (pasal-pasal tembakau) RPP Kesehatan, sehingga tidak ada salah satu sektor yang dirugikan dan masyarakat bisa punya dampak baik dengan lahirnya RPP Kesehatan ini,” ungkap Syaifullah.

Wakil Ketua Dewan Periklanan Indonesia (DPI) Janoe Arijanto, mengungkap bahwa berbagai pelarangan di pasal-pasal tembakau dalam RPP Kesehatan memberatkan industri kreatif dan periklanan.

Hal ini menurutnya didasarkan beberapa hal. Pertama, adanya larangan beriklan hampir 100 persen di platform online. Padahal, platform media digital dikatakannya bisa efektif untuk kebutuhan personalisasi, memilih segmen, serta memilih siapa konsumen siapa yang dituju.

"Jadi kalau mau ke (usia) 18 ke atas atau di daerah tertentu, atau bahkan di jam tertentu itu bisa (dipersonalisasi), tapi malah dilarang," ujarnya.

Dia menambahkan, RPP Kesehatan juga membuat produk olahan tembakau tidak dapat menempatkan iklan di berbagai event, seperti musik, budaya dan sebagainya. Selanjutnya, iklan produk tembakau juga mengalami pengurangan jam dalam iklan.

“Iklan yang sebelumnya dapat dimulai pukul 21.30 WIB, juga akan mundur menjadi 23.30 WIB hingga 3.00 WIB. Hal ini tentunya juga akan menjadi kerugian secara finansial untuk pengusaha dan karyawan yang bekerja di industri kreatif yang mencapai 800.000 orang,” tambah dia.

Janoe bilang, pemasukan media paling utama atas iklan produk tembakau bisa mencapai Rp 9 triliun. Dia juga menyayangkan bahwa para pencetus kebijakan belum pernah melibatkan DPI untuk berdiskusi. Padahal, pihaknya sudah sering mengajak untuk berdiskusi, namun selalu menghadapi tantangan untuk bertemu.

https://money.kompas.com/read/2023/12/10/140000726/kemenparekraf-soroti-ancaman-phk-industri-kreatif-jika-pasal-tembakau-di-rpp

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke