Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Badan Supervisi Mau Dibawa ke Mana?

Dia mengatakan, power tends to corrupt, and absolute power corrupt absolutely. Diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia kira-kira artinya: “kekuasaan itu cenderung korup dan kekuasaan yang absolut cenderung korup secara absolut”.

Sejarah mencatat adigium dari Lord Acton ini banyak terbukti benarnya di hampir seluruh belahan dunia, tidak terkecuali di Indonesia.

Pelajaran dari sejarah panjang tersebut menjadi pelajaran sangat berharga bagi kita semua untuk bisa menjaga supaya kekuasaan pejabat dan lembaga publik tetap berada pada jalur yang benar dan tidak terjerumus ke dalam tindakan koruptif.

Untuk mewujudkan hal tersebut, lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif bersepakat untuk membuat berbagai aturan dan regulasi supaya kekuasaan dan amanah yang dimiliki para pejabat publik tetap berada pada relnya dan dapat dijalankan dengan sebaik-baiknya.

Oleh karena itu, semua pejabat publik tidak terkecuali presiden sebagai pejabat publik tertinggi pemegang mandat rakyat harus tunduk kepada perundang-undangan yang mengatur kerja dan kinerja para pejabat publik.

Berangkat dari semangat tersebut, sampai saat ini Dewan perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) bersama dengan pemerintah terus berupaya untuk menyusun berbagai perundangan yang diharapkan dapat menjadi jangkar pelaksanaan amanah jabatan yang diemban oleh para pejabat publik.

Bahkan Undang-Undang (UU) yang dibuat beberapa tahun terakhir disusun dalam bentuk omnibus supaya tidak ada tumpang tindih UU sehingga semua UU bisa berjalan harmonis dan selaras.

Di antara berbagai UU yang dibuat secara omnibus, UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) menjadi salah satu contohnya.

Undang-undang tersebut disusun supaya sektor keuangan di Indonesia selalu berada dalam kondisi kuat, optimal dalam hasil, mampu menghadapi berbagai tantangan dan turbulensi ekonomi, serta mengatur kinerja seluruh lembaga dan pejabat publik di sektor keuangan supaya tetap berada pada koridor yang benar.

Peran Badan Supervisi

Salah satu yang diatur dalam UU P2SK adalah keberadaan badan supervisi untuk setiap lembaga keuangan dalam hal ini adalah Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Walaupun keberadaan badan supervisi di BI sudah ada sejak 2013, badan supervisi untuk OJK dan LPS menjadi hal baru yang belum pernah ada sebelumnya.

Menurut UU P2SK, tujuan utama dari dibentuknya badan supervisi baik untuk BI, OJK, maupun LPS adalah untuk membantu DPR-RI dalam melaksanakan fungsi pengawasan di bidang tertentu terhadap BI, OJK, dan LPS untuk meningkatkan kinerja, akuntabilitas, independensi, transparansi, dan kredibilitas kelembagaan BI, OJK, dan LPS.

Dengan kata lain, badan supervisi yang dibentuk untuk setiap lembaga tersebut adalah membantu DPR-RI dalam mengawasi tata kelola operasional dan tata kelola dalam penyusunan kebijakan termasuk membantu DPR-RI dalam mengawasi kinerja para pejabatnya.

Pembentukan kebijakan harus melewati tahapan yang benar mulai dari penggunaan informasi dan data valid, proses yang benar dan transparan, serta produk peraturan yang tepat.

Semua komponen ini hanya dapat dicapai jika seluruh lembaga keuangan menerapkan seluruh prinsip tata kelola yang baik.

Setidaknya terdapat empat prinsip utama dalam tata kelola yang baik di lembaga keuangan, yaitu akuntabilitas, independensi, transparansi, dan kredibilitas.

Dengan kata lain, badan supervisi hanya akan menelaah pelaksanaan prinsip-prinsip tata kelola dan tidak menyentuh perencanaan, penyusunan, dan pelaksanaan kebijakan yang dibuat oleh lembaga-lembaga keuangan.

Dengan demikian, tidak perlu ada yang ditakutkan dari keberadaan badan supervisi di setiap lembaga keuangan.

Badan supervisi dengan seluruh lembaga keuangan dan moneter memiliki tujuan dan keinginan yang sama, yaitu menciptakan sistem keuangan dan moneter Indonesia yang kuat, bukan untuk melemahkan satu sama lainnya.

Keberadaan badan supervisi untuk setiap lembaga keuangan tidak boleh dipandang sebagai lawan atau musuh yang membatasi dan menghambat kinerja lembaga-lembaga keuangan.

Badan supervisi harus dianggap sebagai teman atau sahabat yang akan menemani semua lembaga keuangan dalam mengarungi berbagai kondisi dan turbulensi ekonomi yang dihadapi.

Sebagai sahabat sejati, maka sudah sepatutnya badan supervisi memberikan analisis yang objektif untuk kemajuan bersama.

Jika meminjam istilah BI, analisis, telaah, dan kebijakan yang dibuat ibarat jamu, ada jamu pahit dan ada jamu manis. Jamu pahit dan jamu manis walau rasanya berbeda, tetapi memiliki khasiat yang sama.

Ketika jamu pahit yang diberikan, maka lembaga keuangan dan moneter tidak boleh menganggapnya sebagai racun yang menghambat kinerja lembaga secara keseluruhan.

Setiap lembaga keuangan harus menganggap telaahan yang dibuat sebagai proses konstruktif yang menjadikan lembaga keuangan dan moneter menjadi jauh lebih kuat dan siap menghadapi berbagai kondisi dan gelombang ketidakpastian yang datang menghadang.

Badan supervisi mau dibawa ke mana?

Dalam sistem ekonomi, keuangan, dan moneter, kita memiliki sejarah yang kurang menyenangkan terkait ketidakharmonisan antara badan supervisi dengan lembaga yang disupervisi.

Namun sejarah juga mencatat bahwa ketidakharmonisan tersebut dapat dihilangkan dan berbalik menjadi ritme yang harmonis antara badan supervisi dan lembaga keuangannya.

Pengalaman yang baik ini sejatinya bisa menjadi modal awal yang sangat baik guna membangun keharmonisan dan kekompakkan antara badan supervisi dengan seluruh lembaga keuangan mulai dari BI, OJK, sampai dengan LPS.

Namun meminjam istilah peribahasa kita, “tidak ada gading yang tidak retak dan tidak ada kaca yang tidak buram”, potensi ketidakharmonisan tersebut pasti selalu ada.

Bahkan akhir-akhir ini sayup-sayup mulai terdengar munculnya potensi ketidakharmonisan antara badan supervisi dengan lembaga yang disupervisi.

Kabar sayup-sayup ini tentunya harus direspons dengan baik karena jika menggelinding menjadi bola salju, maka efek negatifnya akan sangat besar.

Bukan hanya kinerja kedua lembaga tersebut yang akan terganggu, stabilitas pasar keuangan dan ekonomi makro juga akan ikut terkena getahnya.

Potensi ketidakharmonisan harus diredam, bahkan dikubur dalam-dalam. Tidak boleh badan supervisi dan lembaga keuangan ini menjadi alat pragmatisme kepentingan sesaat.

Ketidakharmonisan antara badan supervisi dengan lembaga keuangan bisa hilang jika masing-masing memiliki komitmen kuat untuk tetap menjalankan peran dan fungsinya dan tidak saling mengebiri kewenangan yang dimiliki tiap lembaga.

Badan supervisi memiliki peran dan fungsi yang sangat jelas yang diatur dalam UU P2SK.

Setidaknya terdapat tiga tugas utama badan supervisi yang diatur UU P2SK, yaitu melakukan evaluasi kinerja kelembagaan, melakukan pemantauan untuk meningkatkan akuntabilitas, independensi, transparansi, kredibilitas kelembagaan (AITK), dan yang terakhir adalah membuat telaahan terhadap laporan kinerja yang dibuat setiap lembaga keuangan.

Bahkan dalam kerangka AITK, badan supervisi berhak untuk melaksanakan pemantauan pelaksanaan kebijakan yang dibuat lembaga keuangan.

Dalam pembuatan kebijakan, semua lembaga keuangan baik BI, OJK, maupun LPS harus tetap berdasarkan pada kerangka AITK.

Kebijakan yang dibuat harus transparan, akuntabel, independen, dan kredibel. Sebagai contoh, ketika BI membuat instrumen pembayaran Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS), maka BI harus terbuka terkait data yang digunakan sebagai target pengembangan pasarnya.

Apakah data tersebut valid dan bersumber dari lembaga kredibel sehingga target yang ditetapkan tidak overestimates atau underestimates.

Langkah transparansi ini tentu akan meningkatkan akuntabilitas BI dan dalam waktu bersamaan dapat meningkatkan kredibilitas BI di mata publik.

Bahkan badan supervisi boleh menerima informasi yang diberikan industri dan masyarakat terkait pelaksanaan QRIS di lapangan untuk menguji akuntabilitas program yang dibuat oleh BI tersebut.

Jika telahaan badan supervisi masih dalam kerangka AITK, maka tidak ada alasan bagi lembaga keuangan untuk menolak kegiatan yang dilakukan badan supervisi.

Dalam menjalankan fungsi dan perannya, badan supervisi juga dibekali dengan berbagai kewenangan.

Dalam UU P2SK, kewenangan badan supervisi sudah diatur secara detail. Setidaknya terdapat delapan kewenangan yang diberikan UU kepada badan supervisi, yaitu meminta penjelasan berkaitan tata kelola, menerima tembusan laporan kinerja kelembagaan, melakukan telaahan atas tata kelola pelaksanaan tugas dan wewenang kelembagaan, meminta dokumen yang diperlukan untuk melakukan telaahan, menerima tembusan laporan keuangan tahunan, melakukan telaahan atas anggaran operasional, menerima laporan masyarakat dan industri, dan yang terakhir meminta penjelasan dan tanggapan atas telaahan yang dibuat.

Dengan demikian, maka kajian, diskusi, dan survei yang dilakukan oleh badan supervisi merupakan implementasi dari kewenangan yang diatur UU sepanjang dalam konteks dan koridor AITK.

Jika lembaga keuangan yang disupervisi menolak apa yang menjadi kewenangan dari badan supervisi, maka bisa dikatakan lembaga keuangan tersebut telah melanggar UU yang sudah ditetapkan.

Jika hal ini terjadi, maka lembaga keuangan telah melakukan pelanggaran yang sangat fatal.

Keberadaan badan supervisi untuk setiap lembaga keuangan dan moneter adalah amanat UU yang harus dilaksanakan dengan baik.

Namun celah untuk hal tersebut pastinya selalu ada, tergantung dari kita akan membawanya ke arah mana.

Jika mampu menjaga marwah UU dengan baik, maka keberadaan badan supervisi di setiap lembaga keuangan baik itu BI, OJK, ataupun LPS akan membawa dampak positif dan signifikan untuk masa depan sektor keuangan dan moneter kita.

Oleh karena itu, badan supervisi bersama BI, OJK, dan LPS harus jalan beriringan. Tidak boleh ada salah satu pihak yang “dikebiri” dan menjadi benalu untuk pihak lainnya.

Tentu langkah awal yang harus dibangun adalah membangun rasa saling percaya antarlembaga-lembaga tersebut dengan badan supervisinya masing-masing sehingga jika boleh meminjam lirik lagu dari Broeri Marantika, “jangan ada dusta di antara kita”.

https://money.kompas.com/read/2023/12/11/155804926/badan-supervisi-mau-dibawa-ke-mana

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke