Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Surplus Perdagangan Menurun, Faktor Eksternal atau Internal?

Perkiraan pasar neraca perdagangan Indonesia pada November surplus sekitar 3 miliar dollar AS. Ini merupakan surplus perdagangan terkecil sejak Juli 2023, karena nilai ekspor turun, sementara impor meningkat.

Ekspor turun 8,56 persen dari tahun sebelumnya menjadi 22 miliar dollar AS, penurunan keenam bulan berturut-turut, merupakan penurunan terlemah secara berturut-turut di tengah perlambatan ekonomi mitra dagang dan moderasi harga komoditas.

Faktor utama penurunan surplus neraca perdagangan Indonesia karena pertama, turunnya indeks harga perdagangan internasional (IHPI) dari 175,2 menjadi 174,5. Dibandingkan bulan yang sama tahun lalu, IHPI sekitar 190.

Kedua, penguatan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS dari Rp 15.916 pada Oktober 2023 menjadi Rp 15.384 pada November 2023.

Sementara itu, impor naik 3,29 persen tahun-ke-tahun menjadi 19,59 miliar dollar AS, peningkatan pertama dalam enam bulan.

Mengingat periode Januari – November tahun ini, neraca perdagangan Tanah Air mencatat surplus sebesar 33,63 miliar dollar AS dengan ekspor menyusut 11,83 persen dan impor 6,80 persen.

Kenaikan impor ini di luar kelaziman. Biasanya ekspor turun diikuti penurunan impor terutama bahan baku.

Perkiraan surplus perdagangan 2023 adalah sekitar 34 miliar dollar AS, turun drastis dibandingkan 2022 sebesar 54,4 miliar dollar AS dan juga di bawah 2021 sebesar 35,5 miliar dollar AS.

Faktor IHP khususnya harga-harga komoditi pertambangan seperti migas dan pertambangan umum menjadi faktor utama penurunan ekspor.

Penurunan IHPI disebabkan turunnya permintaan dunia, khususnya China sebagai mitra dagang utama Indonesia, di luar ASEAN dan Asia Timur lainnya.

Permintaan produk pengolahan primer dari Indonesia terganggu, misalnya produk sawit maupun batu bara.

Di sisi lain, impor bahan baku Indonesia untuk keperluan industri manufaktur meningkat menjelang akhir tahun. Di samping itu, terdapat catatan impor beras pada November.

Surplus neraca dagang terbantu dari sejumlah harga komoditas berfluktuatif, tapi masih cenderung tinggi.

Selain itu, ada beberapa subsektor industri yang kinerjanya sedang melambung, dan menjadi penopang surplus seperti industri logam dasar, sawit, batubara yang merupakan produk unggulan ekspor.

Masalah eksternal atau internal?

Penurunan surplus perdagangan Indonesia pada November dan kemungkinan Desember 2023 disebabkan faktor eksternal, yakni penurunan permintaan dunia menyebabkan penurunan IHP dan gejolak nilai tukar yang menyebabkan ketidakpastian perdagangan.

Faktor geopolitik, Rusia-Ukraini dan Timur tengah juga menjadi sebab. Di samping itu faktor “wait and see” dari mitra dagang Indonesia menunggu kepastian Pemilu 2024.

Di samping faktor eksternal yang menjadi faktor penurunan surplus perdagangan, faktor internal juga berpengaruh.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia masih terbatas pada level 5 persen, di bawah potensi optimal antara 5-6 persen per tahun.

Rasio investasi belum beranjak dari tingkat 30 persen terhadap PDB. Kontribusi sektor manufaktur 2022 sudah di bawah 20 persen dari PDB.

Dalam beberapa tahun ini, telah terjadi deindustrialisasi dan penurunan daya saing produk ekspor manufaktur Indonesia di pasar dunia.

Meskipun terjadi kenaikan daya saing produk Indonesia secara makro, banyak studi yang menyimpulkan daya saing produk manufaktur yang diukur dari indeks daya saing, spesialisasi dan indeks konsentrasi belum membaik.

Dunia usaha meminta pemerintah meninjau masalah penurunan daya saing produk Indonesia di pasar mitra dagang Indonesia, seperti di ASEAN dan Asia Timur.

Produk manufaktur Indonesia di pasar ASEAN sudah kalah dengan Malaysia, Thailand, dan Vietnam. Dengan negara Asia lain, kita juga kalah bersaing dengan India dan Taiwan.

Indonesia perlu terus memperbaiki peringkat seluruh komponen utama kinerja ekonomi, pemerintah yang efisien, birokrasi cepat, kepastian regulasi, logistik, dan ketersediaan infrastruktur.

Di sisi perdagangan internasional adalah mengenai distribusi, di mana masih sedikit produk Indonesia yang terhubung dengan jalur distribusi internasional.

Ekspor Indonesia akan meningkat apabila tidak dilakukan larangan ekspor komoditi pertambangan umum.

Kebijakan larangan atau hambatan non-tarif ekspor tidak hanya memengaruhi kinerja ekspor dan neraca perdagangan, namun juga berkurangnya potensi pendapatan negara apabila diterapkan hambatan tarif.

Belum lagi penerapan bea masuk produk ekspor Indonesia di negara-negara mitra dagang sebagai “balasan” kebijakan larangan ekspor.

Larangan ekspor dilakukan dalam rangka hilirisasi perekonomian untuk memberikan nilai tambah dalam negeri.

Namun masih banyak cara untuk meningkatkan hilirisasi atau industrialisasi tanpa merugikan perekonomian secara nasional.

Hilirasi produk sawit melalui penerapan bea keluar adalah salah satu cara yang dapat diterima, baik internal maupun eksternal karena sesuai dengan ketentuan WTO dan transparan.

Hilirisasi nikel dan produk pertambangan umum melalui larangan tergolong hambatan non-tarif yang merugikan perekonomian nasional dan memicu balasan perdagangan dari negera mitra dagang.

Tahun 2024 Indonesia perlu mengantisipasi lambatnya pemulihan ekonomi dunia dan harga-harga komoditas dunia yang terus melandai. Perlunya memperluas pasar di luar pasar tradisional ASEAN, Tiongkok dan India.

Selain itu, pemerintah harus memberikan insentif bagi sektor industri manufaktur agar tetap meningkatkan produksinya supaya Indonesia tidak terjerat pada perangkap deindustrailisasi dan deeksportisasi.

https://money.kompas.com/read/2023/12/18/064949526/surplus-perdagangan-menurun-faktor-eksternal-atau-internal

Terkini Lainnya

Cara Bayar Shopee lewat ATM BRI dan BRImo dengan Mudah

Cara Bayar Shopee lewat ATM BRI dan BRImo dengan Mudah

Spend Smart
Apa yang Dimaksud dengan Inflasi dan Deflasi?

Apa yang Dimaksud dengan Inflasi dan Deflasi?

Earn Smart
Gampang Cara Cek Mutasi Rekening lewat myBCA

Gampang Cara Cek Mutasi Rekening lewat myBCA

Spend Smart
Penurunan Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Indonesia Berpotensi Tertahan

Penurunan Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Indonesia Berpotensi Tertahan

Whats New
Gaji ke-13 untuk Pensiunan Cair Mulai 3 Juni 2024

Gaji ke-13 untuk Pensiunan Cair Mulai 3 Juni 2024

Whats New
Masuk ke Beberapa Indeks Saham Syariah, Elnusa Terus Tingkatkan Transparansi Kinerja

Masuk ke Beberapa Indeks Saham Syariah, Elnusa Terus Tingkatkan Transparansi Kinerja

Whats New
Pesawat Haji Boeing 747-400 Di-'grounded' Pasca-insiden Terbakar, Garuda Siapkan 2 Armada Pengganti

Pesawat Haji Boeing 747-400 Di-"grounded" Pasca-insiden Terbakar, Garuda Siapkan 2 Armada Pengganti

Whats New
ASDP Terus Tingkatkan Peran Perempuan pada Posisi Tertinggi Manajemen

ASDP Terus Tingkatkan Peran Perempuan pada Posisi Tertinggi Manajemen

Whats New
Jaga Loyalitas Pelanggan, Pemilik Bisnis Online Bisa Pakai Strategi IYU

Jaga Loyalitas Pelanggan, Pemilik Bisnis Online Bisa Pakai Strategi IYU

Whats New
Bulog Targetkan Serap Beras Petani 600.000 Ton hingga Akhir Mei 2024

Bulog Targetkan Serap Beras Petani 600.000 Ton hingga Akhir Mei 2024

Whats New
ShariaCoin Edukasi Keuangan Keluarga dengan Tabungan Emas Syariah

ShariaCoin Edukasi Keuangan Keluarga dengan Tabungan Emas Syariah

Whats New
Insiden Kebakaran Mesin Pesawat Haji Garuda, KNKT Temukan Ada Kebocoran Bahan Bakar

Insiden Kebakaran Mesin Pesawat Haji Garuda, KNKT Temukan Ada Kebocoran Bahan Bakar

Whats New
Kemenperin Pertanyakan Isi 26.000 Kontainer yang Tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak

Kemenperin Pertanyakan Isi 26.000 Kontainer yang Tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak

Whats New
Tingkatkan Akses Air Bersih, Holding BUMN Danareksa Bangun SPAM di Bandung

Tingkatkan Akses Air Bersih, Holding BUMN Danareksa Bangun SPAM di Bandung

Whats New
BEI: 38 Perusahaan Antre IPO, 8 di Antaranya Punya Aset di Atas Rp 250 Miliar

BEI: 38 Perusahaan Antre IPO, 8 di Antaranya Punya Aset di Atas Rp 250 Miliar

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke