Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mendesak, Integrasi Data Oseanografis

Kompas.com - 04/02/2013, 03:23 WIB

SEMARANG, KOMPAS - Indonesia memiliki sumber daya perikanan dan kelautan yang besar. Tidak hanya ikan, tetapi juga biota lain, seperti rumput laut, siput, kerang, bahkan mikroba laut. Sayangnya, potensi tersebut tidak tergarap optimal karena data oseanografis belum terintegrasi.

”Sebenarnya banyak data oseanografis (kelautan) di Indonesia, tetapi hingga kini tersebar di banyak institusi. Setiap institusi melihat data tersebut berdasarkan kepentingan masing-masing. Data belum dirangkum dalam suatu wadah berupa sistem basis data spasial oseanografis terpadu,” ungkap Agus Hartoko dalam pidato pengukuhan sebagai Guru Besar Oseanografi, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (2/2).

Dalam pidato berjudul ”Peran Penting Oseanografi untuk Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan dan Kelautan secara Lestari di Indonesia”, Agus menegaskan pentingnya peran oseanografi. Pemanfaatan data kelautan secara terpadu dapat memberikan banyak nilai tambah dan pemanfaatan secara nasional. Dengan sistem data terpadu, potensi yang selama ini belum tergarap, seperti wisata bahari dan produk farmakologi laut, bisa dioptimalkan.

Agus menyebutkan, selama ini data oseanografis tersebar di Pusat Penelitian Oseanologi (P2O), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia; Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Kementerian Riset dan Teknologi; Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan; Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG); Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan); Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal); Dinas Hidro-Oseanografi (Dishidros) TNI Angkatan Laut; dan perguruan tinggi.

”Kita memiliki sumber daya perikanan dan kelautan yang besar. Namun, pemerintah belum mempunyai data akurat mengenai potensi kelautan. Untuk mengumpulkan data tentang kelautan membutuhkan waktu minimal 30 tahun,” ujarnya.

Agus menyatakan, dampak tidak terpadunya data oseanografis menyebabkan Indonesia sering terlambat mengetahui ancaman bencana. Ia mencontohkan, sebelum bencana tsunami terjadi di Aceh, beberapa tahun lalu, dia menyampaikan beberapa informasi terkait dengan kondisi laut di sekitar Aceh, tetapi dia justru dianggap menakut-nakuti.

Padahal, jika data oseanografis bisa diintegrasikan dalam satu sistem data terpadu, banyak manfaat yang bisa dipetik. Selain untuk pemetaan sumber daya perikanan rawa dan estuarin serta laut dangkal, menurut Agus, data oseanografis juga bermanfaat untuk pemetaan wilayah pesisir rawan bencana, konservasi sumber daya perikanan, dan fosil hidup.

Ego sektoral

Dihubungi secara terpisah, Kepala Laboratorium Terpadu Undip Ocky Karna Radjasa mengakui, hingga saat ini pengelolaan data oseanografis masih bersifat sektoral. Semua lembaga memegang sendiri dan ada kesan ingin menonjolkan kegiatannya.

”Jadi, data ada di mana-mana. Mungkin sudah saatnya data oseanografis ditempatkan di salah satu institusi, tidak perlu membentuk institusi baru. Yang penting bagaimana membangun jaringan kerja sama dan menghilangkan ego sektoral,” ungkapnya.

Menurut Ocky yang juga ahli kelautan, harus ada portal data oseanografis nasional yang bisa diakses semua institusi sehingga bisa menjadi satu kekuatan nasional.

”Seperti data mengenai ancaman tsunami yang perlu penelitian puluhan tahun untuk menjadi data utuh. Kalau semua data bisa dikompilasi, bisa menjadi kekuatan,” katanya. (SON)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Emiten Nikel IFSH Catat Penjualan Rp 170 Miliar di Kuartal I 2024

Emiten Nikel IFSH Catat Penjualan Rp 170 Miliar di Kuartal I 2024

Whats New
Starlink Telah Kantongi Surat Uji Laik Operasi di Indonesia

Starlink Telah Kantongi Surat Uji Laik Operasi di Indonesia

Whats New
Laba Bersih BNI Naik 2,03 Persen Menjadi Rp 5,3 Triliun pada Kuartal I-2024

Laba Bersih BNI Naik 2,03 Persen Menjadi Rp 5,3 Triliun pada Kuartal I-2024

Whats New
Bank Mandiri Jaga Suku Bunga Kredit di Tengah Tren Kenaikan Biaya Dana

Bank Mandiri Jaga Suku Bunga Kredit di Tengah Tren Kenaikan Biaya Dana

Whats New
Bukan Dibebaskan Bea Cukai, Denda Impor Sepatu Bola Rp 24,74 Juta Ditanggung DHL

Bukan Dibebaskan Bea Cukai, Denda Impor Sepatu Bola Rp 24,74 Juta Ditanggung DHL

Whats New
Kerja Sama dengan PBM Tangguh Samudera Jaya, Pelindo Optimalkan Bongkar Muat di Pelabuhan Tanjung Priok

Kerja Sama dengan PBM Tangguh Samudera Jaya, Pelindo Optimalkan Bongkar Muat di Pelabuhan Tanjung Priok

Whats New
DANA dan Jalin Sepakati Perluasan Interkoneksi Layanan Keuangan Digital

DANA dan Jalin Sepakati Perluasan Interkoneksi Layanan Keuangan Digital

Whats New
Kredit UMKM Bank DKI Tumbuh 39,18 pada Kuartal I-2024

Kredit UMKM Bank DKI Tumbuh 39,18 pada Kuartal I-2024

Whats New
Penyaluran Kredit Bank Mandiri Capai Rp 1.435 Triliun pada Kuartal I-2024

Penyaluran Kredit Bank Mandiri Capai Rp 1.435 Triliun pada Kuartal I-2024

Whats New
Imbas Boikot, KFC Malaysia Tutup Lebih dari 100 Gerai

Imbas Boikot, KFC Malaysia Tutup Lebih dari 100 Gerai

Whats New
Gapki Tagih Janji Prabowo Bentuk Badan Sawit

Gapki Tagih Janji Prabowo Bentuk Badan Sawit

Whats New
Pameran Franchise dan Lisensi Bakal Digelar di Jakarta, Cek Tanggalnya

Pameran Franchise dan Lisensi Bakal Digelar di Jakarta, Cek Tanggalnya

Smartpreneur
Akvindo Tegaskan Tembakau Alternatif Bukan buat Generasi Muda

Akvindo Tegaskan Tembakau Alternatif Bukan buat Generasi Muda

Whats New
Allianz Syariah Bidik Target Pengumpulan Kontribusi Capai 14 Persen Sepanjang 2024

Allianz Syariah Bidik Target Pengumpulan Kontribusi Capai 14 Persen Sepanjang 2024

Whats New
Laba Bersih Astra International Rp 7,46 Triliun pada Kuartal I 2024

Laba Bersih Astra International Rp 7,46 Triliun pada Kuartal I 2024

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com