Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Misi Diplomasi Sawit, Kampanye Hitam hingga Berdebat dengan Komisi Uni Eropa

Kompas.com - 12/04/2019, 22:12 WIB
Yoga Sukmana,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Misi bersama diplomasi antara Indonesia, Malaysia dan Kolombia menentang diskriminasi kelapa sawit oleh Uni Eropa telah dilaksanakan.

Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution yang memimpin misi gabungan itu mengungkapkan, banyak hal yang di dapatkan dari misi tersebut.

Pertama, hal yang paling mencolok yakni adanya gap pemahaman yang besar terhadap produk kelapa sawit maupun kebijakan pengembangannya di Uni Eropa.

"Karena kampanye hitam (kelapa sawit) memang sudah berjalan lama di Eropa," ujarnya dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (12/4/2019).

Baca juga: Misi Gabungan Menentang Diskriminasi Sawit

Menurut Darmin kampanye hitam kelapa sawit membuat parlemen bahkan masyarakat Eropa memandang negatif kelapa sawit karena dianggap komoditas berisiko tinggi terhadap deforestasi.

Padahal berdasarkan studi International Union for Conservation of Nature (IUCN), kelapa sawit jauh lebih efisien, atau 9 kali lebih efisien dari sisi pengunaan lahan dari pada komoditas penghasil minyak nabati lainnya.

Kelapa sawit juga termasuk komoditas yang paling banyak menghasilkan minyak nabati dari satu hektar lahan dibandingkan komoditas penghasil minyak nabati lainnya.

Pandangan negatif ini tercermin di dalam pertemuan antara delegasi dengan Komisi Eropa. Darmin mengungkapan, terjadi perdebatan keras soal kelapa sawit.

Baca juga: Luhut: Diskriminasi Sawit, RI Pertimbangkan Keluar dari Kesepakatan Paris

Komisi Eropa merupakan pihak yang merancang Delegated Act, aturan yang ditentang negara produsen kelapa sawit karena memasukan kelapa sawit sebagai komoditas berisiko tinggi terhadap deforestasi.

Bila diterapkan, aturan ini bisa membuat minyak kelapa sawit dilarang digunakan untuk biodisel di Eropa.

"Komisi Uni Eropa agak keras terus terang saja berdebatnya dengan kami," kata Darmin.

Delegasi misi bersama terus bertahan dengan data-data faktual yang ada. Namun Komisi Uni Eropa tetap keras kepala.

Muncul usulan agar ada pembahasan bersama dan delegasi Komisi Eropa datang ke Indonesia. Darmin bilang itu boleh saja dilakukan, namun ia mengingatkan bahwa sebelumnya perwakilan Uni Eropa sudah berkunjung ke perkebunan sawit di Indonesia.

Baca juga: Soal Sawit, Jokowi-Mahathir Kirim Surat Protes Bersama ke Uni Eropa

Hasilnya, diskriminasi kepala sawit masih saja terjadi dengan kemunculan Delegated Act.

Misi bersama tiga negara juga menyerahkan surat protes Presiden Joko Widodo, Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad serta Ketua DPR Bambang Soesatyo ke Parlemen Uni Eropa.

Selain itu delegasi juga bertemu dengan kelompok perusahaan Eropa pengguna CPO dan kelompok perusahaan Eropa yang berinvestasi di Indonesia.

Di tempat yang sama, Staf Khusus Menteri Luar Negeri Peter F Gontha mengatakan, delegasi sudah menyampaikan rencana Indonesia membawa persoalan kelapa sawit ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Ia menegaskan, rencana itu kian mantap untuk dilakukan oleh Indonesia bila Delegated Act diadopsi oleh Uni Eropa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kehabisan Tiket Kereta? Coba Fitur Access by KAI Ini

Kehabisan Tiket Kereta? Coba Fitur Access by KAI Ini

Spend Smart
Harga Saham BBRI 'Nyungsep' 5 Persen, Investor 'Buy' atau 'Hold'?

Harga Saham BBRI "Nyungsep" 5 Persen, Investor "Buy" atau "Hold"?

Whats New
Cara Hapus Daftar Transfer di BCA Mobile

Cara Hapus Daftar Transfer di BCA Mobile

Work Smart
Perkuat Stabilitas Rupiah di Tengah Ketegangan Dunia

Perkuat Stabilitas Rupiah di Tengah Ketegangan Dunia

Whats New
Bantu Industri Hadapi Risiko Geopolitik, PGN Bakal Bangun Hub Optimalkan LNG Lintas Negara

Bantu Industri Hadapi Risiko Geopolitik, PGN Bakal Bangun Hub Optimalkan LNG Lintas Negara

Whats New
Mendag Musnahkan 27.078 Ton Produk Baja Ilegal Milik PT Hwa Hook Steel

Mendag Musnahkan 27.078 Ton Produk Baja Ilegal Milik PT Hwa Hook Steel

Whats New
Survei BI: Penyaluran Kredit Baru Perbankan Tumbuh pada Kuartal I-2024

Survei BI: Penyaluran Kredit Baru Perbankan Tumbuh pada Kuartal I-2024

Whats New
Bangun Ekosistem Hunian Terintegrasi Internet, Perumnas Gandeng Telkomsel

Bangun Ekosistem Hunian Terintegrasi Internet, Perumnas Gandeng Telkomsel

Whats New
Kalog Express Layani Pengiriman 3.186 Ton Barang Selama Lebaran 2024

Kalog Express Layani Pengiriman 3.186 Ton Barang Selama Lebaran 2024

Whats New
Bank Sentral Jepang Pertahankan Suku Bunga

Bank Sentral Jepang Pertahankan Suku Bunga

Whats New
Temukan Jaringan Narkotika di Tangerang, Bea Cukai dan BNNP Banten Musnahkan 21 Kg Sabu

Temukan Jaringan Narkotika di Tangerang, Bea Cukai dan BNNP Banten Musnahkan 21 Kg Sabu

Whats New
Dorong UMKM 'Go Global', Pertamina Kembali Gelar UMK Academy 2024

Dorong UMKM "Go Global", Pertamina Kembali Gelar UMK Academy 2024

Whats New
Mata Uang Polandia Bukan Euro meski Gabung Uni Eropa, Apa Alasannya?

Mata Uang Polandia Bukan Euro meski Gabung Uni Eropa, Apa Alasannya?

Whats New
Bersinergi Bersama, Bea Cukai dan BNN Usut Tuntas 4 Kasus Peredaran Sabu dan Ganja di Jateng

Bersinergi Bersama, Bea Cukai dan BNN Usut Tuntas 4 Kasus Peredaran Sabu dan Ganja di Jateng

Whats New
Dana Asing Rp 29,73 Triliun Cabut dari Indonesia, Ini Kata Sri Mulyani

Dana Asing Rp 29,73 Triliun Cabut dari Indonesia, Ini Kata Sri Mulyani

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com