Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pertumbuhan Ekonomi RI Melambat, Ini Fakta-faktanya

Kompas.com - 06/08/2019, 07:42 WIB
Mutia Fauzia,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,05 persen pada kuartal-II 2019. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang sebesar 5,27 persen.

Pertumbuhan ekonomi di kuartal-II 2019 ini juga lebih rendah dibandingkan dengan kuartal-I 2019 yang sebesar 5,07 persen. Demikian dilaporkan oleh Badan Pusat Statistik ( BPS) pada Senin (5/8/2019).

"Pertumbuhan ekonomi lebih lambat dibandingkan kuartal I 2019 yang sebesar 5,07 perse dan jauh lebih lambat dibanding kuartal II-2019 sebesar 5,27 persen," ujar Kepala BPS Suhariyanto di Jakarta.

Baca juga: Turun, Ekonomi Indonesia Kuartal II-2019 Hanya Tumbuh 5,05 Persen

Berikut fakta-fakta terkait melambatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia:

1. Kinerja ekspor impor tumbuh negatif

Berdasarkan komponen pertumbuhan ekonomi menurut pengeluaran, ekspor dan impor tercatat mengalami kontraksi.

Kinerja ekspor tercatat mengalami kontraksi cukup dalam, yaitu tumbuh negatif sebesar 1,81 persen (yoy). Kinerja ekspor tersebut berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi lantaran kontribusinya yang sebesar 17,61 persen terhadap PDB. "Pertumbuhan ekspor yang mengalami kontraksi pada kuartal II-2019, jauh lebih dalam dibanding dengan kuartal II-2018 yang tahun lalu tumbuh 7,65 persen," ujar Suhariyanto.

Suhariyanto pun memperinci, untuk pertumbuhan ekspor barang tumbuh negatif sebesar 2,05 persen, dengan masng-masing ekspor migas turun 30,85 persen, sedangkan ekspor barang non migas turun 2,17 persen.

Adapun untuk ekspor di sektor jasa tercatat masih tumbuh sebesar 0,27 persen, meski jauh lebih rendah dibandingkan tahun lalu yang mencapai 4,62 persen.

Kinerja impor pun juga mengalami pertumbuhan negatif sebesar 6,73 persen. Adapun kontribusi impor terhadap keseluruhan PDB sebesar 18,53 persen.

Penurunan kinerja impor diakibatkan adanya penurunan pada komoditas mesin/peralatan listrik, besi dan baja, kendaraan dan bagiannya, gandum-ganduman, serta benda-benda dari besi dan baja.

Baca juga: Pertumbuhan Ekonomi RI Melambat di Kuartal II-2019, Mengapa?

2. Konsumsi rumah tangga masih tumbuh tinggi

Konsumsi rumah tangga masih tumbuh sebesar 5,17 persen secara tahunan (yoy) selama kuartal II-2019, meningkat dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 5,16 persen (yoy). Adapun sumbangan konsumsi rumah tangga terhadap PDB sebesar 55,79 perse, meingkat dibanding periode sebelumnya yang sebesar 55,23 persen.

Namun demikian, konsumsi rumah tangga selama kuartal II 2019 tersebut meningkat dibandingkan kuartal sebelumnya yang hanya tumbuh 5,02 persen (yoy).

Suhariyanto menjelaskan konsumsi rumah tangga yang masih positif tersebut memang didorong oleh momen puasa, Lebaran, serta pencairan THR. Hal ini juga dibarengi dengan inflasi yang masih terkendali.

"Konsumsi rumah tangga mampu tumbuh menjadi 5,17 persen, naik tipis year on year 5,16 persen. Ada momen puasa, Lebaran, dan pencairan gaji ke-13, ada Pemilu, ada beberapa peristiwa yang terjadi, konsumsi rumah tangga masih positif 5,17 persen," ujar dia.

Secara rinci, sektor makanan dan minuman masih dalam konsumsi rumah tangga masih tumbuh 5,39 persen, sedikit lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 5,37 persen.

Selain itu, sektor pakaian, alas kaki, dan jasa perawatan sebesar 5,09 persen, tumbuh dibandingkan periode yang sebelumnya sebesar 3,8 persen. Sektor perumahan dan perlengkapan rumah tangga sebesar 5,04 persen, naik dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya 4,96 persen.

Sementara itu, hanya sektor transportasi dan komunikasi yang mengalami penurunan di komponen rumah tangga. Suhariyanto bilang, hal ini tak terlepas dari jumlah penumpang pesawat yang mengalami penurunan 20,17 persen di kuartal II 2019.

Baca juga: Penerimaan PPN Dalam Negeri Anjlok, Akibat Konsumsi Merosot?

3. Investasi tumbuh melambat

Sumber pertumbuhan ekonomi ke dua, yakni Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi yang berkontribusi 1,59 persen terhadap PDB, justru mengalami perlambatan signifikan, yakni hanya tumbuh 5,01 persen. Jauh di bawah pertumbuhan kuartal II-2018 yang sebesar 5,85 persen.

"Perlu jadi catatan bahwa situasi politik pada kuartal II 2019 agak disayangkan kurang mendukung. Jadi salah satu alasan juga sehingga kita perlu perbaiki stabilitas politik, kepastian hukum dan regulasi," ungkap dia.

Adapun untuk konsumsi pemerintah, pada periode itu mampu tumbuh lebih cepat di banding kuartal II-2018, yakni mencapai 8,23 persen dari yang sebelumnya 5,20 persen. Namun begitu, konsumsi pemerintah hanya 0,60 persen berperan sebagai sumber pertumbuhan ekonomi kuartal II-2019.

Baca juga: Sri Mulyani Optimistis Investasi Bakal Meningkat, Ini Alasannya

4. Tantangan ke depan lebih berat

Suhariyanto mengatakan, tantangan perekonomian Indonesia ke depan tak akan gampang. Pasalnya, tak hanya Indonesia saja yang tercatat mengalami perlambatan kinerja perekonomian, beberapa negara lain yang telah merilis data pertumbuhan ekonomi pun mengalami hal yang sama.

"Tantangan ke depan tidak gampang. Kalau dilihat pertumbuhan ekonomi negara-negara lain yang sudah rilis, itu menunjukkan perlambatan. Pekan depan banyak sekali negara yang akan rilis dan prediksinya juga mengalami perlambatan," ujar Suhariyanto.

Dia merinci, beberapa negara mitra dagang utama Indonesia seperti China yang merupakan negara tujuan ekspor utama mencatat perlambatan pertumbuhan ekonomi dari 6,7 persen di kuartal II-2019 menjadi 6,2 persen di kuartal II-2018.

Lalu Singapura melambat jadi 0,1 persen di kuartal II-2019 dari periode yang sama tahun lalu sebesar 2,7 persen.

Kemudian, Korea Selatan tumbuh menjadi 2,1 persen di kuartal II-2019, melambat dari laju pertumbuhan kuartal II-2018 yang sebesar 2,9 persen. Juga Amerika Srikat yang ekonominya melambat jadi 2,3 persen di kuartal II-2019 dari 3,2 persen di kuartal II-2018.

Perang dagang yang tadinya diprediksi bakal mereda menambah tekanan terhadap perekonomian Indonesia lantaran ungkapan-ungkapan Presiden Amerika Serikat yang mengindikasikan bakal kembali menerapkan tarif impor kepada China.

Padahal di sisi lain, Suhariyanto juga mengatakan, Indonesia masih harus menghadapi tantangan fundamental dalam negeri yang berkaitan dengan stabilitas politik, keamanan, kepastian hukum, dan pemangkasan beberapa birokrasi yang tidak perlu untuk kepentingan pertumbuhan investasi.

"Perang dagang yang kemarin sempat mereka kemudian ada statement dari Presiden Amerika Serikat yang d iluar dugaan dan enggak bisa diprediksi," ujar dia.

"Dan tentunya di dalam negeri ada banyak tantangan seperti menjaga investasi dengan kestabilan politik dan keamanan, kestabilan hukum, memangkas birokrasi yang tidak perlu dan hilirisasi," tukas Suhariyanto.

Baca juga: BI: Posisi RI untuk Ambil Kesempatan Perang Dagang Diambil Vietnam

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Utang Pemerintah ke Bulog Capai Rp 16 Triliun, Dirut: Hampir Semua Sudah Dibayarkan

Utang Pemerintah ke Bulog Capai Rp 16 Triliun, Dirut: Hampir Semua Sudah Dibayarkan

Whats New
Kian Susut, Surplus APBN Tinggal Rp 8,1 Triliun

Kian Susut, Surplus APBN Tinggal Rp 8,1 Triliun

Whats New
IHSG Turun 34 Poin, Rupiah Melemah di Awal Sesi

IHSG Turun 34 Poin, Rupiah Melemah di Awal Sesi

Whats New
Harga Emas Dunia Menguat Usai Rilis Data Pertumbuhan Ekonomi AS

Harga Emas Dunia Menguat Usai Rilis Data Pertumbuhan Ekonomi AS

Whats New
Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di BCA hingga BNI

Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di BCA hingga BNI

Whats New
Daftar 30 Mitra Distribusi Pembelian Sukuk Tabungan ST012 dan Linknya

Daftar 30 Mitra Distribusi Pembelian Sukuk Tabungan ST012 dan Linknya

Whats New
Lowongan Kerja PT Honda Prospect Motor untuk S1, Ini Persyaratannya

Lowongan Kerja PT Honda Prospect Motor untuk S1, Ini Persyaratannya

Whats New
Sudah Bisa Dibeli, Ini Besaran Kupon Sukuk Tabungan ST012

Sudah Bisa Dibeli, Ini Besaran Kupon Sukuk Tabungan ST012

Whats New
Revisi Target Penyaluran Kredit, BTN Antisipasi Era Suku Bunga Tinggi

Revisi Target Penyaluran Kredit, BTN Antisipasi Era Suku Bunga Tinggi

Whats New
Mampukah IHSG Bangkit Hari Ini ? Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

Mampukah IHSG Bangkit Hari Ini ? Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

Whats New
Kekhawatiran Inflasi Mencuat, Wall Street Berakhir di Zona Merah

Kekhawatiran Inflasi Mencuat, Wall Street Berakhir di Zona Merah

Whats New
Ada Hujan Lebat, Kecepatan Whoosh Turun hingga 40 Km Per Jam, Perjalanan Terlambat

Ada Hujan Lebat, Kecepatan Whoosh Turun hingga 40 Km Per Jam, Perjalanan Terlambat

Whats New
BTN Buka Kemungkinan Lebarkan Bisnis ke Timor Leste

BTN Buka Kemungkinan Lebarkan Bisnis ke Timor Leste

Whats New
[POPULER MONEY] Respons Bulog soal Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun | Iuran Pariwisata Bisa Bikin Tiket Pesawat Makin Mahal

[POPULER MONEY] Respons Bulog soal Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun | Iuran Pariwisata Bisa Bikin Tiket Pesawat Makin Mahal

Whats New
KCIC Minta Maaf Jadwal Whoosh Terlambat gara-gara Hujan Lebat

KCIC Minta Maaf Jadwal Whoosh Terlambat gara-gara Hujan Lebat

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com