Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Globalisasi Menurun, Era Digital Menguat, Bagaimana Bank Sentral Menyikapinya?

Kompas.com - 29/08/2019, 10:50 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Penulis

BADUNG, KOMPAS.com — Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyatakan, dunia saat ini tengah menghadapi kondisi di mana globalisasi mengalami penurunan. Pada saat yang sama, era digitalisasi kian menguat.

Kondisi ini terjadi khususnya setelah krisis keuangan global dan perlu direspons oleh pemangku kebijakan, khususnya bank sentral.

"Bank sentral perlu merespons era baru, khususnya sejak krisis keuangan global, ditandai meredanya globalisasi dan munculnya era digitalisasi," kata Perry saat menyampaikan pidato kunci pada acara 13th International Conference and Call for Papers Bulletin of Monetary Economics and Banking (BMEB) di Badung, Bali, Kamis (29/8/2019).

Perry menjelaskan, ada 4 karakteristik yang menandai meredanya globalisasi dan menguatnya digitalisasi.

Pertama, terjadi penguatan kondisi di mana sejumlah negara lebih mengandalkan intenal dalam perdagangan ketimbang perdagangan internasional. Ini ditandai dengan terus berlangsungnya ketegangan perdagangan, seperti perang dagang AS-China, perang dagang AS-Uni Eropa, dan beberapa negara lain.

Baca juga: Globalisasi, Pisau Bermata Dua untuk Ekonomi Indonesia

Sebelumnya, perdagangan dipandang mampu memakmurkan ekonomi sejumlah negara, mendorong perdagangan internasional terbuka, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, mendongkrak produktivitas, dan sebagainya.

"Ketegangan perdagangan tidak baik bagi dua negara (yang terlibat perang dagang) dan global. Akan menurunkan perdagangan internasional dan pertumbuhan ekonomi, tidak hanya kedua negara tapi juga semua negara," ujar Perry.

Kedua, kata Perry, arus modal antarnegara semakin bergejolak yang berdampak pada gejolak nilai tukar pula. Hal ini terjadi sejak periode Taper Tantrum.

Ketiga, khususnya di negara-negara maju, respons kebijakan termasuk dari bank sentral tidak bisa hanya mengandalkan suku bunga. Dampaknya, efektivitas kebijakan suku bunga khususnya di negara-negara maju guna mencapai stabilitas harga atau mendorong pertumbuhan menjadi kurang efektif.

"Bank sentral tidak bisa hanya mengandalkan suku bunga, tapi harus dibarengi kebijakan. Demikian juga stabilitas nilai tukar. Oleh karena itu, (kebijakan) makroprudensial banyak diterapkan di berbagai negara," ujar Perry.

Keempat, semakin maraknya digitalisasi di bidang ekonomi ataupun keuangan. Di bidang ekonomi, misalnya, muncul banyak startup dan e-commerce.

Adapun di sektor jasa keuangan bermunculan fintech. Berkembangnya digitalisasi ini perlu direspons, tidak hanya oleh perbankan, tetapi juga oleh pengambil kebijakan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com