Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak hanya China, Perusahaan Jepang dan Korea Juga Ogah Lirik RI

Kompas.com - 06/09/2019, 10:50 WIB
Fika Nurul Ulya,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Dalam dua bulan terakhir, tidak ada satupun dari 33 perusahaan yang mau merelokasi bisnisnya dari China ke Indonesia.

Sebanyak 23 perusahaan tersebut pindah ke Vietnam, dan 10 lainnya pindah ke Malaysia, Kamboja, dan Thailand.

Informasi ini didapat oleh Presiden RI Joko Widodo dari laporan kantor perwakilan Bank Dunia di Indonesia.

Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah Redjalam mengatakan, peristiwa relokasi perusahaan luar negeri yang berujung enggan masuk ke RI bukan hanya terjadi saat ini.

Baca juga: Imbas Perang Dagang, Perusahaan China Ramai-ramai Pindah ke Malaysia

Sebelumnya, perusahaan-perusahaan asing dari negara lain juga tidak berminat pindah ke Indonesia.

"Relokasi investasi tidak hanya dari China. Tapi juga dari Jepang dan Korea tidak ada yang masuk ke indonesia. Kita kalah dengan Vietnam, Thailand, dan Malaysia dalam menangkap peluang trend relokasi investasi yang sedang berlangsung, khususnya dari China," kata Piter saat dihubungi Kompas.com, Jumat (6/9/2019).

Lalu, apa penyebab perusahaan tersebut enggan merelokasi bisnisnya ke RI?

Piter mengatakan masih ada hambatan-hambatan yang perlu ditangani RI.

Menurutnya, perbaikan perizinan dengan sistem Online Single Submission (OSS) hingga pemberian berbagai insentif pajak seperti tax holiday dan tax allowance belum cukup.

Pemerintah, kata Piter, perlu kembali menyederhanakan prosedur saat investor akan merealisasikan investasinya, seperti masalah pembebasan lahan dan perizinan lainnya.

Baca juga: BI: Posisi RI untuk Ambil Kesempatan Perang Dagang Diambil Vietnam

"Sesungguhnya Indonesia sudah sangat menarik bagi investor. Tapi hambatan seringkali terjadi justru saat investor akan merealisasikan investasinya. Hambatan yang umumnya terjadi adalah masalah pembebasan lahan dan perizinan," ujar dia.

Selain kedua kendala itu, Piter menyebut masih banyak faktor lain yang menghambat, seperti kebijakan pemerintah yang inkonsisten, tidak ada koordinasi pusat dan daerah, serta masalah pengupahan dan perburuhan.

Piter juga menyarankan pemerintah perlu memperbaiki hambatan ini secara cepat dan tepat. Pasalnya, Indonesia tengah mengalami penurunan investasi asing dalam bentuk FDI.

Bahkan tahun lalu, FDI sempat mengalami pertumbuhan negatif meski sudah mulai membaik tahun ini.

"Jadi saya kira untuk mendorong FDI, menangkap relokasi investasi tidak cukup dengan deregulasi. Hilangkan juga hambatan inkonsistensi kebijakan, perbaiki koordinasi pusat daerah, perbaiki tata kelola pertanahan, perbaiki kebijakan perburuhan, serta perbaiki sistem perizinan," pungkas dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cara Bayar Tagihan FIF di ATM BCA, BRI, BNI, Mandiri, dan BTN

Cara Bayar Tagihan FIF di ATM BCA, BRI, BNI, Mandiri, dan BTN

Spend Smart
Bank Mandiri Tegaskan Tetap Jadi Pemegang Saham Terbesar BSI

Bank Mandiri Tegaskan Tetap Jadi Pemegang Saham Terbesar BSI

Whats New
Cek Jadwal Pembagian Dividen Astra Otoparts

Cek Jadwal Pembagian Dividen Astra Otoparts

Whats New
Syarat Ganti Kartu ATM Mandiri di CS Machine dan Caranya

Syarat Ganti Kartu ATM Mandiri di CS Machine dan Caranya

Whats New
Status Internasional Bandara Supadio Dihapus, Pengamat: Hanya Jadi 'Feeder' bagi Malaysia dan Singapura

Status Internasional Bandara Supadio Dihapus, Pengamat: Hanya Jadi "Feeder" bagi Malaysia dan Singapura

Whats New
Naik 36 Persen, Laba Bersih Adaro Minerals Capai Rp 1,88 Triliun Sepanjang Kuartal I-2024

Naik 36 Persen, Laba Bersih Adaro Minerals Capai Rp 1,88 Triliun Sepanjang Kuartal I-2024

Whats New
Jokowi Tambah Alokasi Pupuk Subsidi Jadi 9,55 Juta Ton di 2024

Jokowi Tambah Alokasi Pupuk Subsidi Jadi 9,55 Juta Ton di 2024

Whats New
Dampak Erupsi Gunung Ruang, 5 Bandara Masih Ditutup Sementara

Dampak Erupsi Gunung Ruang, 5 Bandara Masih Ditutup Sementara

Whats New
Kadin Gandeng Inggris, Dukung Bisnis Hutan Regeneratif

Kadin Gandeng Inggris, Dukung Bisnis Hutan Regeneratif

Whats New
Harita Nickel Catat Kenaikan Pendapatan 26 Persen pada  Kuartal I 2024

Harita Nickel Catat Kenaikan Pendapatan 26 Persen pada Kuartal I 2024

Whats New
Bappenas Buka Lowongan Kerja hingga 5 Mei 2024, Simak Persyaratannya

Bappenas Buka Lowongan Kerja hingga 5 Mei 2024, Simak Persyaratannya

Work Smart
Wujudkan Visi Indonesia Emas 2045, Kemenko Perekonomian Berupaya Percepat Keanggotaan RI dalam OECD

Wujudkan Visi Indonesia Emas 2045, Kemenko Perekonomian Berupaya Percepat Keanggotaan RI dalam OECD

Whats New
Indonesia dan Arab Saudi Sepakat Menambah Rute Penerbangan Baru

Indonesia dan Arab Saudi Sepakat Menambah Rute Penerbangan Baru

Whats New
BJBR Bukukan Laba Rp 453 Miliar pada Kuartal I 2024

BJBR Bukukan Laba Rp 453 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Microsoft Investasi Rp 27,6 Triliun di RI, Luhut: Tidak Akan Menyesal

Microsoft Investasi Rp 27,6 Triliun di RI, Luhut: Tidak Akan Menyesal

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com