JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, ada kemungkinan karyawan Garuda Indonesia berinisal SAS pasang badan untuk menutupi penyelundupan Harley Davidson dan sepeda Brompton.
Penyelundupan dilakukan oleh Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (KOMPAS100: GIAA) I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra atau Ari Ashkara (AA).
"Nampaknya yang bersangkutan, SAS, pasang badan," ujar Sri Mulyani ketika memberikan keterangan kepada awak media di Jakarta, Kamis (5/12/2019).
Pasalnya, Sri Mulyani mengatakan SAS mengaku barang tersebut dibeli melalui akun situs belanja online e-Bay.
Hanya saja ketika dilakukan pemeriksaan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan tidak menemukan kontak penjual yang didapat dari e-Bay tersebut.
"Kami tidak dapatkan kotak penjual yang didapat dari e-Bay tersebut. SAS juga punya utang di bank Rp 300 juta yang dicairkan Oktober untuk renovasi rumah," ujar dia.
Baca juga: Kasus Harley dan Sepeda Brompton, Erick Thohir Pecat Dirut Garuda
Selain itu, SAW juga melakukan transfer ke rekening istrinya sebanyak 3 kali senilai Rp 50 juta.
Sri Mulyani mengatakan, saat ini pihaknya tengah memeriksa apakah yang bersangkutan melakukan penyelidikan motif awal apakah yang bersangkutan benar melakukan atas nama dirinya atau menutupi pihak lain.
"Kami akan terus lihat karena Saudara SAS yang kita tahu tidak punya hobi motor tapi impor Harley. Dia hobinya sepeda," ujar dia.
Jika benar yang bersangkutan ternyata menyampaikan keterangan lisan dan tertulis yang tidak benar maka bisa dikenai konsekuensi. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 103 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan.
“Akan ada konsekuensinya,” tuturnya.
Baca juga: Dirutnya Dipecat Erick Thohir, Ini Tanggapan Garuda Indonesia
Regulasi tersebut menuliskan, setiap orang yang menyerahkan pemberitahuan pabean dan/atau dokumen pelengkap pabean yang palsu dan dipalsukan akan kena hukuman pidana.
Hukumannya adalah pidana penjara paling singkat dua tahun dan pidana penjara paling lama delapan tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 100 juta.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.