Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harta Karun di Masa Depan Itu Bernama Nikel

Kompas.com - 17/12/2019, 13:12 WIB
Muhammad Idris,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Larangan ekspor bijih nikel oleh pemerintah Indonesia berbuntut panjang. Uni Eropa akan menggugat Indonesia ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terkait larangan ekspor yang efektif berlaku mulai 1 Januari 2020.

Sayangnya, nikel Indonesia dikapalkan ke negara-negara Uni Eropa masih dalam bentuk mineral mentah atau ore. Nilai tambahnya pun relatif sangat sedikit karena masih berbentuk 'tanah'.

Negara ini menjadi eksportir nikel terbesar kedua untuk industri baja negara-negara Uni Eropa. Nilai ekspor bijih nikel Indonesia mengalami peningkatan tajam dalam beberapa tahun terakhir.

Tercatat, ekspor bijih nikel Indonesia naik signifikan sebesar 18% pada kuartal kedua 2019 dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2017.

Melansir pemberitaan Harian Kompas, 18 November 2019, Ekonom PT Bank UOB Indonesia Enrico Tanuwidjaja, memaparkan kalau nikel adalah mineral yang sangat berharga di masa depan karena pesatnya perkembangan kendaraan listrik.

Nikel adalah salah satu logam terbesar dalam pembuatan baterai listrik. Lithium-ion ibarat jantung dari revolusi mobil listrik.

Baca juga: Indonesia Raja Nikel Dunia, Puluhan Tahun Hanya Ekspor Bijih Mentah

"Selama dua dekade terakhir, produsen telah berupaya meningkatkan kadar nikel dalam komponen bahan baku utama baterai mobil listrik, mengingat harga nikel relatif lebih murah," kata Enrico.

Peningkatan kandungan nikel dalam komposisi baterai juga akan meningkatkan kepadatan energinya sehingga mobil listrik akan memiliki kemampuan jarak tempuh yang lebih jauh.

Pada awal 2019, produsen baterai mobil listrik di China, Contemporary Amperex Technology Co Ltd (CATL), telah memasarkan baterai Lithium Nickel Cobalt Mangan (NCM) 811 (80 persen nikel, 10 persen kobalt, 10 persen mangan) dengan kandungan nikel lebih tinggi dari pendahulunya.

Pangsa pasar baterai NCM 811 menduduki posisi kedua terbesar di China (setelah NCM 523), meningkat menjadi 13 persen pada Agustus 2019, dari 1 persen pada Januari dan 4 persen pada Juni 2019.

Baterai NCM 811 telah membuat terobosan di China dan disinyalir akan segera dikomersialkan secara luas kepada produsen mobil listrik seperti Volkswagen, General Motors (GM), dan BMW.

Tak berhenti di situ, upaya meningkatkan kandungan nikel pada baterai mobil listrik terus dikembangkan oleh produsen melalui inovasi berikutnya, yaitu baterai NCM 90 (90 persen nikel, 5 persen kobalt, 5 persen mangan) yang diprediksi akan diluncurkan pada 2025 atau lebih cepat.

Saat ini, Indonesia baru sampai tahap awal dalam ekosistem pengembangan industri baterai mobil listrik, yaitu industri peleburan (smelter) nikel.

Menurut Kemenko Kemaritiman dan Investasi, Indonesia baru saja memperoleh investasi tambahan untuksmelter nikel 20 miliar dollar AS dari Weda Bay.

Baca juga: Perang Dagang Indonesia-Uni Eropa: Sawit Ditolak, Nikel Bertindak

Produksi mobil listrik di Indonesia

Produsen baterai CATL China dan LG Chemical Korsel juga sedang mempertimbangkan membangun fasilitas produksi baterai mobil listrik di Indonesia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com