Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

115 Juta Penduduk RI Mudah Jatuh Miskin Lagi, Ini Fakta-faktanya

Kompas.com - 31/01/2020, 10:18 WIB
Mutia Fauzia,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

 

JAKARTA, KOMPAS.com - Bank Dunia baru saja merilis laporan bertajuk Aspiring Indonesia, Expanding the Middle Class.

Di dalam laporan tersebut dijelaskan, meski pemerintah telah berhasil menekan angka kemiskinan di bawah 10 persen, sebanyak 45 persen atau mencapai 115 juta populasi penduduk Indonesia masuk dalam kategori rentan atau terancam bisa kembali masuk dalam kategori miskin.

World Bank Acting Country Director untuk Indonesia Rolande Pryce mengatakan kelompok tersebut adalah yang berhasil keluar dari garis kemiskinan, namun belum berhasil masuk ke dalam kelompok kelas menengah.

Baca juga: Bank Dunia: 115 Juta Penduduk Indonesia Rawan Kembali Miskin

Pryce mengatakan, masa depan Indonesia berada di kelompok calon kelas menengah atau aspiring middle class tersebut.

"Terdapat beberapa alasan mengapa kelompok kelas menengah menjadi penting untuk Indonesia. Hal tersebut berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi dalam beberapa hal, dan hal tersebutlah yang kami telusuri. Namun di sisi lain, terdapat peran penting kelas menengah bagi kondisi politik dan sosial yang bisa memberikan dampak pada tata kelola dan kebijakan pemerintah," ujar Pryce ketika memberi keterangan di Jakarta, Kamis (30/1/2020).

Adapun berikut fakta-fakta terkait hal tersebut.

1. Harus terjadi mobilitas ke atas

World Bank Regional Director for Equitable Growth, Finance and Institutions Hassan Zaman menjelaskan, Indonesia perlu untuk memerbaiki iklim usaha dan investasi serta memerbaiki infrastruktur.

Dengan demikian, akses penduduk untuk mendapatkan pekerjaan dan meningkatkan pendapatan juga bertambah.

"Untuk meningkatkan kelas menengah memerlukan berbagai reformasi untuk meningkatkan lingkungan usaha yang dapat menciptakan lapangan kerja juga investasi pada keterampilan yang diperlukan serta sistem perlindungan sosial untuk memberi dukungan bila ada guncangan," ujar dia di Jakarta (30/1/2020).

Baca juga: Core: Pengangguran Harus Diberi Lapangan Kerja, Bukan Hanya Bantuan

Selain itu, pemerintah juga perlu memperluas akses penduduk terhadap jaminan sosial baik dalam hal kesehatan dan ketenaga kerjaan. Sehingga kelompok tersebut tak mudah terguncang ketika terjadi hal-hal yang terduga menghambat aktifitas ekonomi mereka.

Dengan demikian, kelompok yang juga disebut sebagai aspiring middle class tersebut mampu menjaga peluang ekonomi dan mobilitas ke atas untuk masuk dalam kelas menengah .

Pemerintah juga perlu memperkuat kebijakan dan administrasi perpajakan agar kepatuhan kelompok menengah dalam membayar pajak juga terus meningkat.

Dengan begitu, kemampuan pemerintah dalam memberikan layanan sosial dan kesehatan bisa terus membaik.

2. Lewat omnibus law

Menteri Keuangan Sri Mulyani menilai, simplifikasi peraturan perundang-undangan yang tertuang dalamn omnibus law RUU Cipta Lapangan Kerja mampu mendongkrak pertumbuhan kelas menengah.

Aturan tersebut, menurut dia bisa mendorong 115 juta penduduk (45 persen dari populasi) yang menurut Bank Dunia rawan kembali jatuh miskin menjadi kelompok kelas menengah.

"Apakah Omnibus Law menjadi salah satu yang mendorong kelas menengah? Ya jelas iya. Karena tujuannya untuk menciptakan lapangan pekerjaan," ungkap Sri Mulyani.

Baca juga: Pemerintah Klarifikasi Beredarnya Draf RUU Penciptaan Lapangan Kerja

Saat ini, undang-undang yang digadang-gadang mampu meningkatkan investasi di dalam negeri tersebut masih dibahas ditataran pemerintahan.

Pembahasan di pemerintah cukup alot lantaran aturan tersebut mendapat tentangan dari banyak pihak dengan salah satu yang paling lantang menolak adalah serikat pekerja.

Keterbatasan lapangan kerja yang menjadi salah satu faktor yang membuat kelompok yang rentan kembali jatuh miskin ini masih dominan di Indonesia.

Namun demikian, Sri Mulyani optimistis hal tersebut bisa teratasi dengan kemudahan perizinan membuka usaha yang dibuat pemerintah melalui omnibus law.

"Investor itu, kalau mau buka usaha, dia pusing urus surat ini ke lurah, ke Pemda lalu banyak lagi. Karena sibuk urus perizinan, dia kemudian jadi lupa sama idenya yang cemerlang tadi. Jadi ke depan tidak boleh perizinan berbelit," ujar dia.

Baca juga: Demo di Depan DPR, Ini 6 Alasan Buruh Tolak RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja

3. Kelompok yang resah

Direktur Wahid Foundation Yenny Wahid mengatakan, kelompok masyarakat ekonomi kelas menengah adalah orang-orang yang diliputi keresahan.

Sebab, meskipun mereka secara ekonomi sudah masuk dalam kategori aman dan mampu memenuhi kebutuhan dasar dengan banyak pilihan, dalam beberapa hal lain kelompok kelas menengah masih terhimpit berbagai risiko yang muncul akibat digitalisasi.

"Kelas menengah ini orang-orang yang resah karena mereka terjepit. Satu dari enam pekerjaan kelas menengah akan hilang dengan adanya automation. Itu membuat kita resah karena ketidakpastian," ujar Yenny.

Kelompok kelas menengah tersebut tidak memiliki kepastian mengenai masa depan dunia kerja.

Baca juga: Yenny Wahid: Kelas Menengah adalah Orang-orang yang Resah...

Berdasarkan laporan McKinsey tahun lalu, beberapa industri yang rentan digantikan oleh mesin adalah jasa akomodasi dan makanan, pertanian, manufaktur, transportasi dan pergudanganm perdagangan ritel hingga industri keuangan dan asuransi.

Selain itu, Yenny mengatakan para kelas menengah dengan uang yang saat ini mereka miliki ternyata nilainya tak lebih besar jika dibandingkan dengan yang dimiliki oleh orang tua mereka dengan jumlah uang yang sama.

Padahal, kelompok kelas menengah tersebut memiliki aspirasi bisa memiliki kehidupan yang lebih baik dibandingkan dengan orang tua mereka.

"Mereka memiliki keinginan untuk punya kualitas hidup yang lebih baik dari orang tuanya. Tapi kenyataannya dengan uang yang sama yang dia punya ternyata nggak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan uang yang orang tuanya miliki dulu. Apalagi di sosial media merkea melihat di negara-negara lain kualitas hidup bisa lebih baik, kenapa di negara kita enggak?" lanjut dia.

Baca juga: Apa Itu Jebakan Pendapatan Kelas Menengah?

Berdasarkan catatan Bank Dunia, kelompok yang masuk dalam kategori rawan jatuh miskin lagi ini adalah mereka yang memiliki konsumsi per kapita Rp 532.000 hingga Rp 1,2 juta per bulan.

Kelompok ini memiliki kesempatan kurang dari 10 persen untuk kembali jatuh miskin (konsumsi per kapita kurang dari Rp 354.000 per bulan) di tahun berikutnya, atau lebih dari 10 persen masuk ke dalam kelompok rentan (konsumsi per kapita Rp 354.000 hingga Rp 532.000 per bulan).

Sementara kelompok kelas menengah memiliki kesempatan kurang dari 10 persen untuk kembali jatuh miskin atau rentan miskin. Pengeluaran per kapita kelompok kelas menengah berada di kisaran Rp 1,2 juta hingga Rp 6 juta per bulan.

Menurut Bank Dunia, kelompok kelas menengah lebih pesat dibandingkan dengan kelompok lain.

Baca juga: Periode Kedua Jokowi: SDM Jadi Prioritas Utama, 2045 Keluar dari Jebakan Pendapatan Kelas Menengah

Saat ini, kelompok kelas menengah atau yang masuk dalam kategori aman secara ekonomi mencapai 52 juta jiwa atau 20 persen dari populasi.

Sementara penduduk yang masuk dalam kategori miskin sebesar 11 persen dari populasi dengan 24 persen lainnya masuk dalam kategori rentan miskin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com