KOMPAS.com - Sehubungan dengan perkembangan kasus investasi yang menimpa beberapa perusahaan manajer investasi dan asuransi, belakangan ini muncul istilah reksa dana saham gorengan.
Tidak hanya Nilai Aktiva Bersih per unit yang turun drastis, investor bahkan tidak bisa melakukan pencairan. Bagaimana caranya agar terhindar dari jenis reksa dana ini?
Yang dimaksud dengan reksa dana saham gorengan adalah reksa dana yang menginvestasikan portofolio efeknya pada saham-saham gorengan. Jenisnya bisa reksa dana saham, bisa juga reksa dana campuran. Tapi kebanyakan memang reksa dana saham.
Beberapa ciri saham gorengan antara lain seperti memiliki fluktuasi harga yang besar, kinerja harga saham tidak sesuai dengan kinerja laporan keuangan perusahaan, dan memiliki volume transaksi jual beli yang tidak wajar.
Fluktuasi harga yang besar dapat dilihat seringnya suatu saham digolongkan dalam UMA (Unusual Market Activity) karena harganya sering menyentuh batas tertinggi kenaikan atau batas terendah penurunan harga yang diperbolehkan dalam satu hari.
Baca juga: Industri Reksa Dana Hadapi Ujian Berat, Investor Diimbau Tidak Panik
Saham yang masuk golongan UMA berpotensi dihentikan perdagangannya (di-suspend) oleh pihak bursa untuk dilakukan investigasi.
Dalam proses investigasi tersebut, biasanya pihak perusahaan diminta untuk memberikan penjelasan apakah memiliki rencana aksi korporasi atau rencana bisnis yang berpotensi menyebabkan perubahan secara signifikan pada perusahaan.
Jika misalkan perusahaan memiliki rencana bisnis atau aksi korporasi yang berpengaruh signifikan seperti membagikan dividen dalam jumlah besar, melakukan akusisi, menerbitkan saham atau hutang baru, mengubah arah bisnis, merombak manajemen dan sebagainya, bisa menjadi penjelasan pada lonjakan naik turunnya harga saham.
Sebagai contoh jika harga saham perusahaan mengalami kenaikan 50 persen hanya dalam waktu 2 minggu, rupanya hal ini untuk antisipasi laporan keuangan akan datang yang akan diterbitkan dalam waktu dekat yang menyebutkan adanya kenaikan penjualan dan laba bersih yang sebesar 70 persen dibandingkan periode sebelumnya. Jika skenario ini yang terjadi, maka lonjakan harga bisa dijustifikasi.
Namun dalam banyak kasus saham gorengan, kenyataannya tidak ada. Dalam keterbukaan informasi yang dikeluarkan perusahaan, biasanya berisi pernyataan standar bahwa perusahaan tidak memiliki rencana bisnis atau aksi korporasi yang berpengaruh signifikan.
Informasi mengenai apakah suatu saham masuk dalam kategori UMA dan keterbukaan informasinya merupakan informasi publik yang bisa diakses pada website perusahaan, bursa efek, aplikasi trading perusahaan sekuritas atau situs penyedia data saham seperti RTI.
Kenaikan atau penurunan harga secara signifikan biasanya disebabkan dari volume transaksi yang tidak wajar. Untuk bisa melihat wajar atau tidaknya volume transaksi, memang harus punya pengalaman. Orang awam atau investor pemula biasanya juga tidak mengerti cara melihatnya.
Risiko terbesar dari saham gorengan bukan hanya penurunan harga secara signifikan ke harga 50 (batas paling bawah harga saham). Tapi juga pada risiko likuiditasnya yaitu tidak bisa dicairkan.
Ketika suatu saham gorengan “gosong”, sering sekali tidak ada yang mau beli lagi sehingga tidak bisa diuangkan.
Tidak adanya permintaan ini bisa berjalan bertahun-tahun bahkan sampai perusahaan bangkrut atau dikeluarkan (delisting) dari bursa. Yang dipegang investor hanyalah kertas kepemilikan saham yang tidak ada harganya.
Reksa dana yang berinvestasi pada saham gorengan juga memiliki risiko likuiditas yang sama. Secara peraturan, ketika investor memerintahkan pencairan (redemption) reksa dana, maka dalam waktu 7 hari kerja, manajer investasi melalui bank kustodian harus membayarkan sesuai dengan Nilai Aktiva Bersih per Unit (NAB per UP) waktu dicairkan.
Jika terjadi pelanggaran, berpotensi mendapat sanksi pembubaran dari Otoritas Jasa Keuangan.
Dalam hal pembubaran yang menimpa salah satu manajer investasi terkait kasus reksa dana saham gorengan, porsi saham yang bisa dijual dijadikan cash, sementara porsi saham yang gorengan yang sudah tidak bisa dijual akan diberikan kepada investor secara proporsional.
Artinya investor akan mendapat cash yang tentu sudah jauh di bawah nilai investasi awal dan saham gorengan yang entah bisa dijual atau tidak. Risiko ini sangat tidak sesuai dengan semangat investasi reksa dana yang mengedepankan kemudahan dalam melakukan pencairan.