Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RI Dicoret AS dari Daftar Negara Berkembang, Pengusaha Tekstil Risau

Kompas.com - 22/02/2020, 15:02 WIB
Muhammad Idris

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Amerika Serikat (AS) lewat Kantor Perwakilan Perdagangan atau Office of the US Trade Representative (USTR) di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), tak lagi memasukkan Indonesia sebagai negara berkembang.

Artinya, Indonesia yang menurut AS kini berstatus negara maju, tak lagi mendapatkan perlakukan istimewa dalam perdagangan. Selama ini, negara-negara yang menyandang status negara berkembang mendapatkan keitimewaan bea masuk dan bantuan lainnya dalam ekspor-impor.

Sekretaris Jenderal Asosoasi Pertekstilan Indonesia (API) Rizal Rakhman mengatakan kebijakan AS mengeluarkan Indonesia dari daftar negara berkembang akan membuat produk asal Indonesia terkena bea lebih tinggi.

"Yang dulunya produk kita dapat keistimewaan, sekarang sudah tidak lagi," kata Rizal kepada Kompas.com, Sabtu (22/2/2020).

Baca juga: Indonesia Dicoret AS dari Daftar Negara Berkembang, Ini Dampaknya

Menurutnya, Indonesia selama ini jadi salah satu pemain utama eksportir produk tekstil dan produk tekstil (TPT) ke AS.

Kebijakan pemerintah Donald Trump ini tentunya jadi pukulan bagi industri TPT Indonesia yang tengah bersaing ketat dengan produsen utama TPT lain seperti Vietnam.

"Belum lagi soal perlakuan nanti kalau ada masalah perdagangan yang diselesaikan di WTO. Dengan status keistimewaan sudah tidak ada," ujar Rizal.

Komoditas ekspor Indonesia sendiri selama ini mendapatkan perlakuan khusus di AS karena masuk sebagai penerima fasilitas generalized system of preference (GSP).

GSP diberikan negara-negara maju pada negara berkembang dan miskin untuk membantu perdagangan mereka.

Baca juga: Maksud Terselubung AS Memasukkan RI sebagai Negara Maju

"Kita berharap dengan adanya kebijakan tersebut ekspor kita ke Amerika Serikat tidak terlalu berpengaruh signifikan, walaupun artinya bea masuk yang ke Amerika Serikat akan lebih tinggi dibanding yang sekarang," jelas Rizal.

"Ini adalah strategi Amerika Serikat dalam melindungi pasar dalam negeri mereka, termasuk jika ada ada kecurigaan Amerika Serikat terhadap negara-negara yang melakukan dumping," katanya lagi.

Apabila Indonesia tidak masuk dalam daftar penerima GSP lagi, akibatnya Indonesia akan kehilangan daya saing pada ribuan jenis produk karena ada penyesuaian bea masuk.

Menyandang status sebagai negara berkembang memang menguntungkan dari sisi perdagangan. Ini karena barang impor dari negara berkembang yang masuk ke AS mendapatkan bea masuk yang lebih rendah ketimbang negara maju.

Indonesia tak sendiri. Negeri Paman Sam itu mengeluarkan negara-negara lain dari daftar negara berkembang. Beberapa di antaranya adalah negara anggota G20 seperti Argentina, Brasil, India, dan Afrika Selatan.

Sebelumnya, dikutip dari Kontan, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartanto mengatakan kebijakan AS ini akan berdampak terhadap fasilitas-fasilitas perdagangan negara berkembang.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

3 Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu BCA, Penting saat Lupa Bawa di ATM

3 Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu BCA, Penting saat Lupa Bawa di ATM

Earn Smart
[POPULER MONEY] Serikat Pekerja Tuntut Naik Upah, Menaker Balik Tuntut Kenaikan Kompetensi | Luhut Janji Microsoft Tak Akan Menyesal Investasi Rp 27,6 Triliun di Indonesia

[POPULER MONEY] Serikat Pekerja Tuntut Naik Upah, Menaker Balik Tuntut Kenaikan Kompetensi | Luhut Janji Microsoft Tak Akan Menyesal Investasi Rp 27,6 Triliun di Indonesia

Whats New
Cara Bayar Tagihan FIF di ATM BCA, BRI, BNI, Mandiri, dan BTN

Cara Bayar Tagihan FIF di ATM BCA, BRI, BNI, Mandiri, dan BTN

Spend Smart
Bank Mandiri Tegaskan Tetap Jadi Pemegang Saham Terbesar BSI

Bank Mandiri Tegaskan Tetap Jadi Pemegang Saham Terbesar BSI

Whats New
Cek Jadwal Pembagian Dividen Astra Otoparts

Cek Jadwal Pembagian Dividen Astra Otoparts

Whats New
Syarat Ganti Kartu ATM Mandiri di CS Machine dan Caranya

Syarat Ganti Kartu ATM Mandiri di CS Machine dan Caranya

Whats New
Status Internasional Bandara Supadio Dihapus, Pengamat: Hanya Jadi 'Feeder' bagi Malaysia dan Singapura

Status Internasional Bandara Supadio Dihapus, Pengamat: Hanya Jadi "Feeder" bagi Malaysia dan Singapura

Whats New
Naik 36 Persen, Laba Bersih Adaro Minerals Capai Rp 1,88 Triliun Sepanjang Kuartal I-2024

Naik 36 Persen, Laba Bersih Adaro Minerals Capai Rp 1,88 Triliun Sepanjang Kuartal I-2024

Whats New
Jokowi Tambah Alokasi Pupuk Subsidi Jadi 9,55 Juta Ton di 2024

Jokowi Tambah Alokasi Pupuk Subsidi Jadi 9,55 Juta Ton di 2024

Whats New
Dampak Erupsi Gunung Ruang, 5 Bandara Masih Ditutup Sementara

Dampak Erupsi Gunung Ruang, 5 Bandara Masih Ditutup Sementara

Whats New
Kadin Gandeng Inggris, Dukung Bisnis Hutan Regeneratif

Kadin Gandeng Inggris, Dukung Bisnis Hutan Regeneratif

Whats New
Harita Nickel Catat Kenaikan Pendapatan 26 Persen pada  Kuartal I 2024

Harita Nickel Catat Kenaikan Pendapatan 26 Persen pada Kuartal I 2024

Whats New
Bappenas Buka Lowongan Kerja hingga 5 Mei 2024, Simak Persyaratannya

Bappenas Buka Lowongan Kerja hingga 5 Mei 2024, Simak Persyaratannya

Work Smart
Wujudkan Visi Indonesia Emas 2045, Kemenko Perekonomian Berupaya Percepat Keanggotaan RI dalam OECD

Wujudkan Visi Indonesia Emas 2045, Kemenko Perekonomian Berupaya Percepat Keanggotaan RI dalam OECD

Whats New
Indonesia dan Arab Saudi Sepakat Menambah Rute Penerbangan Baru

Indonesia dan Arab Saudi Sepakat Menambah Rute Penerbangan Baru

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com