Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masyarakat Tak Perlu "Panic Buying" karena Bisa Sebabkan Kerugian

Kompas.com - 05/03/2020, 05:52 WIB
Ade Miranti Karunia,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Fenomena panic buying atau membeli barang dalam jumlah besar saat munculnya wabah atau bencana terjadi mulai terlihat di beberapa lokasi.

Di berbagai negara, termasuk Indonesia, hal itu terlihat dari melonjaknya pembelian di sejumlah penjual untuk produk seperti hand sanitizer, masker, obat-obatan dan multivitamin hingga berbagai makanan pokok. Hal itu juga diikuti kenaikan harga barang-barang tersebut.

Terkait dengan fenomena ini, perusahaan konsultan Grant Thornton Indonesia menyatakan tindakan panic buying bisa merugikan keuangan secara personal.

Baca juga: Virus Corona Tak Pupuskan Niat Raja dan Ratu Belanda ke Danau Toba Maret Ini

“Fenomena panic buying ini dapat menimbulkan kerugian secara keuangan tidak hanya secara personal namun juga secara luas, kami menyarankan untuk menahan diri dan membeli barang dalam jumlah sewajarnya,” ujar Alexander Adrianto Tjahyadi, Audit & Assurance Partner Grant Thornton Indonesia, dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Rabu (4/3/2020).

Merespon fenomena ini, perusahaan beegerak di bidang jasa konsultan Grant Thornton Indonesia menjabarkan setidaknya tiga kerugian dari panic buying, yakni:

1. Mendorong Inflasi

Fenomena "panic buying" oleh masyarakat akan memicu kelangkaan berbagai produk dan berdampak pada kenaikan harga barang sehingga berimbas terhadap kenaikan inflasi yang akan mengganggu stabilitas ekonomi Indonesia.

Aksi panic buying yang hanya beberapa bulan sebelum Idul Fitri akan menyebabkan kenaikan inflasi yang lebih awal dan lebih lama.

2. Keuangan Rumah Tangga Terganggu

Saat kita merasa terancam, secara psikologis dapat berakibat pada berkurangnya proses berpikir rasional dan lebih mudah terpengaruh dengan pola pikir kelompok.

Dalam kasus virus corona ini, tersebarnya berita kelompok masyarakat yang langsung memborong barang rumah tangga dalam jumlah banyak, diikuti oleh kelompok lainnya untuk melakukan hal serupa.

Namun, hal tersebut bisa berdampak pada keuangan rumah tangga. Ini karena pembelian secara impulsif bisa menyedot dana yang seharusnya digunakan untuk kebutuhan reguler penting lainnya seperti uang sekolah anak atau cicilan rumah.

Belum lagi jika pembelian dilakukan menggunakan fasilitas kredit, misalnya kartu kredit, terjadi beban utang konsumsi yang terlalu prematur dan tidak pada tempatnya. Dalam perencanaan keuangan rumah tangga, beban utang konsumsi ini perlu dikendalikan.

3. Pemborosan

Bayangkan bila membeli 50 kardus mie instan dan menimbun 100 kilogram (Kg) beras, sedangkan kondisi persebaran virus corona tidak seburuk yang ditakutkan banyak orang.

Maka pembelian berdasarkan panic buying tersebut dapat dikategorikan sebagai pemborosan.

"Melihat potensi kerugian yang akan diakibatkan tentu akan lebih bijak untuk menahan diri dan bersikap sewajarnya dalam menanggapi isu virus corona ini," katanya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo resmi mengumumkan adanya dua kasus virus corona di Indonesia pada Senin (2/3/2020) lalu. Hal tersebut membuat Indonesia masuk dalam peta penyebaran virus corona jenis baru atau Covid-19.

Masuknya Indonesia dalam peta sebaran Covid-19 juga menambah daftar jumlah negara yang terdampak virus tersebut di dunia. Per 3 Maret 2020, sudah ada 66 negara telah terdampak virus corona.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pendapatan Usaha Garuda Indonesia Tumbuh 18 Persen di Kuartal I-2024

Pendapatan Usaha Garuda Indonesia Tumbuh 18 Persen di Kuartal I-2024

Whats New
Kuartal I-2024, Emiten Sawit Sumber Tani Agung Resources Cetak Pertumbuhan Laba Bersih 43,8 Persen

Kuartal I-2024, Emiten Sawit Sumber Tani Agung Resources Cetak Pertumbuhan Laba Bersih 43,8 Persen

Whats New
Pendaftaran CASN 2024, Instansi Diminta Segera Isi Rincian Formasi ASN

Pendaftaran CASN 2024, Instansi Diminta Segera Isi Rincian Formasi ASN

Whats New
Masuk Musim Panen, Bulog Serap 30.000 Ton Gabah Per Hari

Masuk Musim Panen, Bulog Serap 30.000 Ton Gabah Per Hari

Whats New
Pekerja Mau Sejahtera dan Naik Gaji, Tingkatkan Dulu Kompetensi...

Pekerja Mau Sejahtera dan Naik Gaji, Tingkatkan Dulu Kompetensi...

Whats New
Hindari Denda, Importir Harus Lapor Impor Barang Kiriman Hasil Perdagangan dengan Benar

Hindari Denda, Importir Harus Lapor Impor Barang Kiriman Hasil Perdagangan dengan Benar

Whats New
Pendaftaran Seleksi CASN Dibuka Mei 2024, Menpan-RB Minta Kementerian dan Pemda Percepat Input Formasi Kebutuhan ASN

Pendaftaran Seleksi CASN Dibuka Mei 2024, Menpan-RB Minta Kementerian dan Pemda Percepat Input Formasi Kebutuhan ASN

Whats New
IHSG Turun 0,84 Persen di Awal Sesi, Rupiah Bangkit

IHSG Turun 0,84 Persen di Awal Sesi, Rupiah Bangkit

Whats New
Harga Emas Terbaru 2 Mei 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 2 Mei 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Kamis 2 Mei 2024

Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Kamis 2 Mei 2024

Spend Smart
Harga Bahan Pokok Kamis 2 Mei 2024, Harga Jagung Tk Peternak Naik

Harga Bahan Pokok Kamis 2 Mei 2024, Harga Jagung Tk Peternak Naik

Whats New
CIMB Niaga Cetak Laba Sebelum Pajak Rp 2,2 Triliun pada Kuartal I-2024

CIMB Niaga Cetak Laba Sebelum Pajak Rp 2,2 Triliun pada Kuartal I-2024

Whats New
Rincian Tarif Listrik per kWh Berlaku Mei 2024

Rincian Tarif Listrik per kWh Berlaku Mei 2024

Whats New
Inflasi AS Sulit Dijinakkan, The Fed Pertahankan Suku Bunga

Inflasi AS Sulit Dijinakkan, The Fed Pertahankan Suku Bunga

Whats New
The Fed Tahan Suku Bunga, Mayoritas Saham di Wall Street Melemah

The Fed Tahan Suku Bunga, Mayoritas Saham di Wall Street Melemah

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com