Beras tersebut tidak dikemas secara khusus dan belum memiliki sertifikasi organik dari lembaga sertifikasi yang berwenang.
Akibatnya, harga jual beras organiknya pun sama dengan harga jual beras biasa, sehingga margin keuntungan yang diperoleh sangatlah tipis.
Sejumlah mitra petani organik milik Eko yang telah mengantongi sertifikasi organik menjual beras organiknya ke supermarket lokal atau menjual langsung kepada konsumen melalui promosi dari mulut ke mulut.
Adapun pelanggan Budi berasal dari pengunjung yang rutin mendatangi pasar organik di Departemen Pertanian Jakarta Selatan serta pasar organik di wilayah Said Naum, Tanah Abang, Jakarta.
Survei yang dilakukan di pertengahan tahun 2019 pada 200 konsumen beras organik di Jabodetabek melibatkan responden dari berbagai profesi, mulai dari PNS, karyawan swasta, kaum profesional, wirausaha, serta ibu rumah tangga.
Responden tersebut rata-rata telah menjadi konsumen beras organik selama lebih dari 2 tahun dan memiliki pendidikan terakhir minimal S1 (80 persen lulusan S1, 16 persen lulusan S2 dan 4 persen lulusan S3).
Mayoritas usia mereka berkisar antara 31 hingga 40 tahun (52 persen dari total responden). Hampir seluruh responden telah menikah (87 persen) dan memiliki anak berusia balita.
Terkait dengan kondisi kesehatan anggota keluarga, terdapat kelompok responden yang memiliki riwayat alergi makanan dalam keluarga sebanyak 36 persen responden.
Dilihat dari tingkat pendapatan per bulan, pendapatan yang paling banyak dimiliki oleh responden adalah antara Rp 10 juta sampai dengan Rp 15 juta (67 persen) dan 11 persen di atas Rp 20 juta.
Pengeluaran responden untuk makan (pagi, siang dan malam) setiap bulannya rata-rata berkisar antara Rp 5 juta-10 juta (42 persen), namun mereka yang memiliki pengeluaran antara Rp 10 juta-15 juta juga cukup besar (35 persen).
Responden juga mayoritas melakukan kegiatan memasak untuk memenuhi kebutuhan makan dalam keluarga (78 persen).
Adapun lokasi pembelian beras organik yang paling banyak dipilih oleh responden adalah supermarket (63 persen) dan agen beras (28 persen).
Sementara itu, responden mayoritas memperoleh informasi mengenai beras organik dari media sosial (54 persen).
Lantas bagaimana animo konsumen untuk tetap mengonsumsi beras organik pada situasi pandemi Covid-19 saat ini? Untuk mendapatkan gambaran mengenai hal tersebut, penulis mencoba menghubungi beberapa responden yang terlibat penelitian sebelumnya melalui email maupun kontak Whatsapp.
Dalam periode 1 minggu di pertengahan Maret 2020, terdapat 68 responden yang merespon survei.
Responden diminta untuk memberikan pendapat terkait konsumsi beras organik dalam situasi pandemi Covid-19 berikut ini.
Jawaban responden atas survei singkat tersebut membuktikan bahwa konsumen beras organik relatif adalah konsumen loyal.
Dalam situasi pandemi Covid-19, responden menyatakan bahwa beras organik lebih sehat untuk dikonsumsi (62 orang menjawab Sangat Setuju), akan tetap membeli beras organik meskipun harganya lebih mahal (59 orang menjawab Setuju).
Adapun jawaban harus mengonsumsi makanan bergizi agar terhindar dari Covid-19 sebanyak 59 orang menjawab setuju dan 53 orang setuju dengan anggapan makanan organik dapat membantu menjaga stamina agar terhindar dari Covid-19.
Jawaban responden di atas didukung oleh penelitian Lee dan Goudeau (2014), di mana bagi konsumen produk organik terdapat peran sikap utilitarian (persepsi atas manfaat kesehatan) dan sikap hedonis (persepsi atas harga) dalam keputusan pembelian produk organik.