Tak hanya itu, BPK pun menyoroti pengeloaan database para pensiun PNS tersebut yang belum sepenuhnya menggunakan data BKN sebagai dasar kepesertaan dan pembayaran manfaat pensiun.
“Akibatnya, ketidakakuratan penerimaan iuran pensiun maupun pembayaran pensiun, serta ketidakakuratan data kepesertaan dalam perhitungan yang dilakukan badan penyelenggara,” tulis laporan tersebut.
BPK juga menilai pengelolaan akumulasi iuran pensiun (AIP) belum sepenuhnya dilaksanakan secara optimal. Di antaranya, pemerintah tidak mengatur bentuk pengelolaan risiko investasi saham yang mengalami penurunan nilai dan penyertaan langsung.
Baca juga: BPK: Penyaluran Bansos Berisiko Tak Efektif
Pemerintah pun belum menetapkan kebijakan sanksi atas adanya penurunan dana AIP dan/atau capaian hasil investasi AIP yang tidak mencapai target oleh badan penyelenggara.
Selain itu, terdapat penempatan saham yang tidak sepenuhnya memenuhi prinsip kehati-hatian pada PT Asabri dan penyertaan langsung PT Taspen pada PT WTR belum sepenuhnya sesuai dengan PMK terkait dengan Pengelolaan AIP.
“Akibatnya, capaian kinerja atas pengelolaan dan penggunaan dana AIP belum memberikan hasil yang maksimal dan dapat diukur secara andal,” ungkap BPK.
BPK pun memberikan rekomendasi terkait dengan tata kelola penyelenggaraan jaminan pensiun PNS, TNI, dan Polri.
Pertama, Menteri Keuangan agar berkoordinasi dengan Menteri PANRB, yang berwenang menetapkan kebijakan tentang sistem pensiun PNS, serta instansi terkait lainnya.
Kedua, Menteri PANRB agar menyusun rencana penyelesaian peraturan pelaksanaan terkait dengan pengalihan program pensiun PNS, TNI, dan Polri yang sesuai kepada BPJS Ketenagakerjaan sebagaimana amanat UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS.
Baca juga: Catat, Ini Jadwal Pencairan THR PNS dan TNI/Polri