Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kepala BP2MI Menangis Saat Dengar Cerita ABK WNI, Mengapa?

Kompas.com - 16/05/2020, 07:41 WIB
Ade Miranti Karunia,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peristiwa kasus eksploitasi hingga meninggalnya Anak Buah Kapal (ABK) asal Indonesia di kapal ikan China, Long Xing menjadi sorotan.

Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani mengungkapkan, dalam rapat terbatas di Istana Negara, kerap kali kementerian/lembaga masih menunjukkan kewenangan mereka masing-masing.

Padahal, permasalahan Tenaga Kerja Indonesia (TKI), Pekerja Migran Indonesia (PMI), maupun ABK harus segera dituntaskan dan ada keputusan mufakat.

Baca juga: Ingin Selesaikan Masalah ABK, Menteri Edhy Siapkan 2 Opsi

"Ini adalah perbudakan modern, ini adalah perdagangan manusia dan problem di negara kita saat saya sampaikan dalam rapat kabinet kementerian/lembaga, ego sektoral harus diakhiri. Karena masing-masing kementerian lembaga masih menunjukkan kekuasaan terkait perizinan. Ini yang harus diakhiri," ujarnya melalui konferensi pers virtual, Jumat (15/5/2020).

Dalam waktu dekat, lanjut Benny, pemerintah akan kembali merumuskan regulasi untuk membenahi sistem perekrutan TKI, PMI, maupun ABK sehingga tidak ada lagi diskriminasi terhadap para pekerja tersebut.

"Mudah-mudahan Pak Luhut (Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan) tadi dalam ratas akan memimpin langsung tata kelola terkait perbaikan aturan-aturan main dalam hal perekrutan dan perlindungan," katanya.

Benny pun sekilas menceritakan kisah ABK yang bekerja di kapal ikan China yang ditemuinya.

Baca juga: Pemerintah Targetkan Mei Ini Regulasi Perlindungan ABK RI Rampung

Mendengar cerita para ABK itu, dia pun tak kuasa menahan tangis karena situasi yang dialami para ABK RI sangatlah miris.

"Terkait ABK, saya datang langsung menemui ABK. Mereka bercerita dengan kepolosannya yang membuat saya harus menangis. Rata-rata usia mereka 19 tahun, 20 tahun, dan paling tua 23 tahun, apa yang mereka ceritakan, mereka mengalami kekerasan tindakan fisik," ucapnya.

Selain kekerasan fisik, lanjut Benny, juga mengalami diskriminasi pemberian makanan dan minuman kepada ABK RI.

"Di mana minuman yang mereka minum sehari-hari adalah hasil suling dari air laut yang rasa asinnya tidak pernah hilang. Makanan yang mereka konsumsi adalah bekas konsumsi yang disimpan di freezer selama seminggu. Berbeda dengan makanan dan minuman yang diberikan kepada kapten kapal atau tenaga kerja yang lain," ungkapnya.

Baca juga: Perbudakan ABK, Ini Langkah yang Diambil KKP

Ironisnya lagi, ABK RI ini tak mendapatkan upah selama 1 tahun lebih. Sekaligus dipaksa bekerja tanpa henti layaknya pekerja "romusha".

"Mereka juga tidak digaji selama 14 bulan. Mereka bekerja di atas 16 jam," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com