Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Erick Thohir Mau Sinergikan Pegadaian, Karyawan: Akankah Masih Bisa Layani Rakyat Kecil?

Kompas.com - 04/12/2020, 12:53 WIB
Yohana Artha Uly,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berencana membentuk holding untuk ultra mikro dan UMKM yang melibatkan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI, PT Permodalan Nasional Madani (Persero) atau PNM, dan PT Pegadaian (Persero).

Namun wacana ini mendapatkan penolakan dari serikat pekerja Pegadaian. Mereka menilai Pegadaian layak menjadi perusahaan yang berdiri mandiri, tak berada dibawah perusahaan induk dari holdingnisasi.

Joko Mulyono, salah satu karyawan Pegadaian pun menyampaikan surat terbuka kepada para pemangku jabatan yang berwenang mengambil putusan. Surat tersebut berisikan pandangan mengapa pentingnya perusahaan gadai berplat merah itu berdiri sendiri.

Ia menjelaskan, Pegadaian memiliki peranan penting dalam mendukung ekonomi kerakyatan, lantaran turut melayani masyarakat yang tidak bisa dilayani bank (non bankable). Sehingga dapat membantu mencegah masyarakat terhindar dari jeratan rentenir.

Baca juga: Ini Alasan Erick Thohir Mau Sinergikan BRI, PNM, dan Pegadaian

Menurut Joko, jika posisi Pegadaian berubah tidak berdiri mandiri dan menjadi salah satu anak perusahaan BUMN lain, maka akan menimbulkan potensi bisnis tidak lagi fokus pada bidang gadai.

Serta dinilai akan berpotensi 'terkontaminasinya' produk-produk gadai yang selama ini dikelola Pegadaian dengan bidang usaha atau produk lain menyesuaikan dengan bidang usaha perusahaan induk.

Padahal, kata dia, Pegadaian telah memiliki fokus bisnis gadai sejak berdiri pada 1901 atau selama 119 tahun. Malahan dinilai wajar bila Pegadaian disebut perusahaan warisan sejarah (heritage company) dan dilindungi keberlangsungan serta kemandiriannya.

"Melakukan privatisasi, akuisisi, merger atau yang sejenisnya dan mengubah fokus bidang usaha dari tujuan semula akan berakibat negara dapat kehilangan salah satu dari sedikit BUMN yang memiliki sejarah panjang dan menyandang status sebagai heritage company," ujar Joko dalam surat terbuka yang diterima Kompas.com, Jumat (4/12/2020).

Di sisi lain, lanjutnya, seiring dengan terbitnya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31/POJK.05/2016 tentang Usaha Pergadaian, melakukan holding dinilai malah akan membuat pemerintah kehilangan referensi untuk mengatur industri gadai yang tengah tumbuh marak di Indonesia.

Terutama dalam pengaturan bagi pelaku usaha gadai agar dapat menjaga kualitas layanan, mengatur kewajaran tarif, dan perlindungan barang jamina, yang pada akhirnya menjadi perlindungan bagi masyarakat yang menggunakan jasa gadai.

"Pegadaian harus berdiri mandiri sebagai BUMN agar dapat dijadikan pemerintah sebagai acuan untuk mengatur industri gadai di Indonesia. Pemerintah akan selalu membutuhkan Pegadaian sebagai BUMN yang mandiri sebagai acuan dan best practice dalam mengatur dan mengeluarkan regulasi terkait bidang usaha gadai di Indonesia," jelasnya.

Baca juga: Integrasi dengan Ditjen Pajak, Pegadaian Pastikan Data Nasabah Tetap Aman

Pegadaian perusahaan dengan keunikan

Joko memaparkan, Pegadaian merupakan perusahaan dengan lini usaha yang unik sehingga membuat perusahaan ini bisa bertahan hingga ratusan tahun dengan melewati berbagai macam masa dan krisis yang melanda.

Di antaranya, perusahaan memiliki kegiatan usahanya yang memberikan kredit kepada masyarakat, bahkan yang terbawah sekalipun. Selain itu, produk yang ditawarkan pun unik karena bisa melayani kredit dengan nilai kecil dan dengan jaminan yang beragam.

Ia menjelaskan, hingga 2008 tidak ada lembaga kredit yang mau memberikan pendanaan senilai Rp 5.000, selain Pegadaian. Kemudian pada 2012 batas bawah kredit itu pun dinaikkan menjadi Rp 10.000, lalu naik Rp 20.000 hingga akhirnya saat ini menjadi Rp 50.000.

Di sisi lain, ada pula layanan skim kredit dengan bunga nol persen. Joko bilang, tentunya layanan-layanan itu dianggap tidak efesien bagi lembaga kredit lainnya.

Selain itu, tidak ada lembaga kredit yang dapat menerima barang jaminan mulai dari kain, sarung, gerabah, elektronik, peralatan rumah tangga, dan barang bergerak lainnya, kecuali Pegadaian.

Lantaran, penerimaan barang jaminan seperti ini memang secara ekonomis kurang efisien karena memerlukan biaya investasi gudang yang besar dan pemeliharaan barang jaminan yang cukup melelahkan.

Pegadaian juga disebut punya prosedur yang tak menyulitkan dan menyesuaikan kondisi masyarakat kecil. Meski penyaluran kredit bernilai kecil memakan biaya yang lebih besar ketimbang penyaluran kredit dengan nilai yang tinggi, tapi Pegadaian tetap mengenakan tarif sewa modal yang kecil pada kredit yang lebih kecil.

"Maka apabila Pegadaian di-holding, baik diakuisisi, merger, atau bentuk privatisasi lainnya, akankah masih bisa melayani rakyat kecil? Bisakah atau lebih tepatnya maukah perubahan bentuk Pegadaian yang baru memberikan kredit ke 'simbok-simbok' yang mengutang hanya untuk sekedar membeli beras?" ungkap Joko.

Kinerja Pegadaian

Ia mengatakan, alasan Pegadaian untuk tetap berdiri mandiri turut tercermin dari kinerja perusahaan selama ini yang tetap terjaga positif. Laba besih perusahaan selama 5 tahun terakhir tumbuh rata-rata 12,5 persen.

Selain itu, Pegadaian menjadi salah satu dari 10 BUMN penyumbang dividen terbesar ke negara. Pada 2015 dividen yang disetorkan Rp 584 miliar, lalu Rp 660 miliar di 2016, Rp 1 triliun di 2017, dan 1,38 triliun di 2018.

Begitu pula dengan nilai pajak yang dibayarkan ke kas negara trennya meningkat, pada 2015 sebesar Rp 1 triliun, 2016 Rp 1,1 triliun, 2017 Rp 1,2 triliun, serta Rp 2018 senilai Rp 1,4 triliun.

Dengan kinerja itu, Joko menilai, dapat disimpukan bahwa Pegadaian adalah salah satu dari sedikit BUMN yang memiliki kinerja sehat, di samping tetap mampu menjaga perannya sebagai jaring pengaman sosial.

"Sehingga sangat layak diposisikan sebagai perusahaan mandiri atau sebagai perusahaan induk dalam wacana holdingisasi BUMN," katanya.

Oleh sebab itu, dia meminta untuk para pemangku kebijakan dalam wacana pembentukan holding antara BRI, PNM, dan Pegadaian bisa mempertimbangkan kembali keputusan tersebut. Sehingga Pegadaian bisa tetap berdiri sendiri.

Tujuannya, agar peran strategis Pegadaian bagi perekonomian dalam negeri tetap dapat dijalankan dengan optimal. Serta dapat menghindari aspek-aspek negatif yang dapat muncul dengan memposisikan Pegadaian sebagai anak perusahaan BUMN lain.

"Maka penulis memohon untuk mempertimbangkan kembali untuk tidak men-subholding-kan atau memergerkan atau mengakuisisi Pegadaian dengan BUMN lain dan tetap menjadikan Pegadaian sebagai BUMN yang mandiri, seperti kondisi eksisting saat ini," tutup Joko.

Sementara itu Direktur Pemasaran dan Pengembangan Produk Pegadaian Harianto Widodo enggan berkomentar panjang saat ditanya mengenai hal ini.

"Proses kajiannya belum selesai. Kita masih nunggu juga," sebut dia dalam layanan pesan singkat WA kepada Kompas.com.

Hal serupa juga disampaikan Sekretaris Perusahaan Pegadaian R. Swasono Amoeng Widodo saat dimintai komentarnya oleh Kompas.com.

Saya kira tunggu saja info dari kementerian, karena masih kajian di tingkat pemilik," kata dia melalui layanan pesan singkat WA.

Baca juga: Serikat Pekerja Pegadaian Tolak Wacana Holding

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com