Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BPK: Masalah Kepesertaan BPJS Kesehatan Jadi Temuan Berulang Sejak 2015

Kompas.com - 29/12/2020, 18:49 WIB
Yohana Artha Uly,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan, permasalahan pengelolaan kepesertaan BPJS Kesehatan selalu menjadi temuan berulang sejak tahun 2015.

Hal ini pada akhirnya membebani keuangan BPJS Kesehatan.

Auditor Utama Keuangan Negara VI BPK Dori Santosa mengatakan, pemeriksaan audit terhadap BPJS Kesehatan dilakukan untuk menilai kepatuhan atas pengelolaan kepesertaan, pendapatan iuran, dan beban jaminan kesehatan dana jaminan sosial.

Baca juga: BPK Soroti Pemborosan Keuangan KAI Sebesar Rp 65,56 Miliar

Dari pemeriksaan yang dilakukan, terdapat beberapa permasalahan signifikan yang sudah dicatat dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I tahun 2020.

Salah satunya, temuan pemeriksaan atas pengelolaan kepesertaan.

"Temuan ini merupakan temuan yang berulang karena sering terjadi dan sudah dimuat dalam hasil pemeirksaan BPK sejak 2015," ujar Dori dalam acara Media Workshop BPK secara virtual, Selasa (29/12/2020).

Dori menjelaskan, pemutakhiran dan validasi data kepesertaan BPJS Kesehatan belum dilakukan secara optimal.

Seperti data kepesertaan dengan nomor induk kependudukan (NIK) tidak valid, NIK ganda, serta daftar gaji atau upah peserta pegawai pemerintah non pegawai negeri (PPNPN) dan pekerja penerima upah (PPU) belum mutakhir.

Baca juga: BPK Sebut Kinerja Holding PTPN III dan RNI Tak Efektif

"Kondisi ini akibatkan jumlah peserta aktif yang tidak valid NIK-nya sebanyak 9,85 juta per 31 Desember 2019, yang tentu berpotensi membebani keuangan BPJS Kesehatan," jelas dia.

Di sisi lain pemutakhiran peserta penerima bantuan iuran (PBI) pun belum dilakukan secara berkala.

Sehingga berpotensi tidak validnya penetapan peserta PBI yang iurannya ditanggung oleh pemerintah.

Kemudian temuan pada pendapatan iuran, yakni kolektibilitas iuran peserta pekerja bukan penerima upah (PBPU) menurun dan penyisihan piutang iuran tidak tertagih peserta PBPU dan peserta PPU dari badan usaha cenderung meningkat.

Selain itu, peserta PPU penyelenggara negara/daerah dan selain penyelenggara negara/daerah seperti kepala desa dan perangkatnya, melalui mekanisme daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA) dan dana perhitungan pihak ketiga (PPK) tidak didukung data kepesertaan dan iuran yang memadai.

Baca juga: BPK Temukan 13.567 Permasalahan Senilai Rp 8,97 Triliun di Semester I 2020

Menurut Dori, permasalahan ini terjadi karena belum optimalnya kordinasi lintas sektoral antara BPJS Kesehatan dengan kementerian dan lembaga (K/L) terkait serta pemerintah daerah (pemda) dalam rekonsiliasi, verifikasi, dan validasi database kepesertaan secara berkala.

"Serta belum optimalnya koordinasi antara BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan dengan K/L, pemda, dan badan usaha dalam rekonsiliasi, verifikasi, dan validasi data upah sebagai dasar pertimbangan iuran peserta," ungkap dia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Whats New
Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Whats New
Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Work Smart
Dukung 'Green Building', Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Dukung "Green Building", Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Whats New
Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Whats New
Kinerja Pegawai Bea Cukai 'Dirujak' Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Kinerja Pegawai Bea Cukai "Dirujak" Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Whats New
Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Whats New
Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Work Smart
Viral Mainan 'Influencer' Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Viral Mainan "Influencer" Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Whats New
Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Spend Smart
Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com