JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan, permasalahan pengelolaan kepesertaan BPJS Kesehatan selalu menjadi temuan berulang sejak tahun 2015.
Hal ini pada akhirnya membebani keuangan BPJS Kesehatan.
Auditor Utama Keuangan Negara VI BPK Dori Santosa mengatakan, pemeriksaan audit terhadap BPJS Kesehatan dilakukan untuk menilai kepatuhan atas pengelolaan kepesertaan, pendapatan iuran, dan beban jaminan kesehatan dana jaminan sosial.
Baca juga: BPK Soroti Pemborosan Keuangan KAI Sebesar Rp 65,56 Miliar
Dari pemeriksaan yang dilakukan, terdapat beberapa permasalahan signifikan yang sudah dicatat dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I tahun 2020.
Salah satunya, temuan pemeriksaan atas pengelolaan kepesertaan.
"Temuan ini merupakan temuan yang berulang karena sering terjadi dan sudah dimuat dalam hasil pemeirksaan BPK sejak 2015," ujar Dori dalam acara Media Workshop BPK secara virtual, Selasa (29/12/2020).
Dori menjelaskan, pemutakhiran dan validasi data kepesertaan BPJS Kesehatan belum dilakukan secara optimal.
Seperti data kepesertaan dengan nomor induk kependudukan (NIK) tidak valid, NIK ganda, serta daftar gaji atau upah peserta pegawai pemerintah non pegawai negeri (PPNPN) dan pekerja penerima upah (PPU) belum mutakhir.
Baca juga: BPK Sebut Kinerja Holding PTPN III dan RNI Tak Efektif
"Kondisi ini akibatkan jumlah peserta aktif yang tidak valid NIK-nya sebanyak 9,85 juta per 31 Desember 2019, yang tentu berpotensi membebani keuangan BPJS Kesehatan," jelas dia.
Di sisi lain pemutakhiran peserta penerima bantuan iuran (PBI) pun belum dilakukan secara berkala.
Sehingga berpotensi tidak validnya penetapan peserta PBI yang iurannya ditanggung oleh pemerintah.
Kemudian temuan pada pendapatan iuran, yakni kolektibilitas iuran peserta pekerja bukan penerima upah (PBPU) menurun dan penyisihan piutang iuran tidak tertagih peserta PBPU dan peserta PPU dari badan usaha cenderung meningkat.
Selain itu, peserta PPU penyelenggara negara/daerah dan selain penyelenggara negara/daerah seperti kepala desa dan perangkatnya, melalui mekanisme daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA) dan dana perhitungan pihak ketiga (PPK) tidak didukung data kepesertaan dan iuran yang memadai.
Baca juga: BPK Temukan 13.567 Permasalahan Senilai Rp 8,97 Triliun di Semester I 2020
Menurut Dori, permasalahan ini terjadi karena belum optimalnya kordinasi lintas sektoral antara BPJS Kesehatan dengan kementerian dan lembaga (K/L) terkait serta pemerintah daerah (pemda) dalam rekonsiliasi, verifikasi, dan validasi database kepesertaan secara berkala.
"Serta belum optimalnya koordinasi antara BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan dengan K/L, pemda, dan badan usaha dalam rekonsiliasi, verifikasi, dan validasi data upah sebagai dasar pertimbangan iuran peserta," ungkap dia.
Terkait beban jaminan kesehatan, Dori mengatakan, pengelolaan beban pelayanan kesehatan belum sepenuhnya mampu mencegah terjadinya pembayaran beban pelayanan kesehatan yang tidak tepat.
Lalu verifikasi klaim layanan kesehatan BPJS Kesehatan belum di dukung dengan sistem pelayanan kesehatan dan sistem kepesertaan yang terintegrasi dengan handal.
Berdasarkan temuan-temuan itu, maka BPK memberikan beberapa rekomendasi kepada Direktur Utama BPJS Kesehatan.
Baca juga: Simak Tarif Iuran BPJS Kesehatan Per 1 Januari 2021
Pertama, agar mengatur mekanisme atau petunjuk teknis dalam rangka meningkatkan rekonsiliasi dan validasi atas identitas peserta yang terintegrasi dengan NIK, kesesuaian peserta dari identitas peserta ganda, dan kesesuaian data gaji atau upah sebagai dasar perhitungan iuran peserta dalam pemutakhiran database kepesertaan.
Kedua, meningkatkan integrasi antar fungsi unit dalam pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan peserta dan pemberi kerja dalam memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan.
Ketiga, membuat mekanisme atau petunjuk teknis terkait integrasi antar fungsi unit dalam penganggaran iuran peserta PPU penyelenggara negara/daerah, kepala desa, dan perangkat desa sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Keempat, berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan dan organisasi profesi untuk menyusun dasar hukum dan filtrasi, pembaharuan pedoman nasional pelayanan kedokteran yang sudah ada sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang berlaku.
Kelima, peningkatkan integrasi antar fungsi unit dalam melakukan monitoring dan evaluasi proses verifikasi klaim pelayanan kesehatan yang di dukung sistem pelayanan kesehatan dan sistem kepesertaan yang terintegrasi dengan handal, pelaksanaan audit klaim dan utilization review secara berkala.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.