Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mahendra K Datu
Pekerja corporate research

Pekerja corporate research. Aktivitas penelitiannya mencakup Asia Tenggara. Sejak kembali ke tanah air pada 2003 setelah 10 tahun meninggalkan Indonesia, Mahendra mulai menekuni training korporat untuk bidang Sales, Marketing, Communication, Strategic Management, Competititve Inteligent, dan Negotiation, serta Personal Development.

Nilai Pasar, "Real Impact", dan "Real Economy"

Kompas.com - 05/02/2021, 10:06 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Sekali lagi, jangan salah, paparan ini tidak sedang berbicara soal Tesla, industri mobil listrik, atau Amazon dan kecanggihan model bisnisnya.

Tidak. Ini soal bagaimana masing-masing negara menerapkan strategi spesifik agar pasar modalnya memberi dampak yang luas bagi struktur riil perekonomian mereka.

Menarik untuk disimak bahwa ada banyak model bisnis serta produk-produk inovatif baru membanjiri dunia dengan cara 'berekonomi baru', dan tentu saja pilihan terbaik penggalangan dana segar global untuk memacu pertumbuhannya adalah dengan menempatkan bisnisnya pada bursa-bursa saham global utama seperti Wall Street, Nasdaq dan beberapa yang tersebar di Eropa serta Asia.

Namun pertanyaannya tetap sama, apakah masyarakat global ikut menikmati pertumbuhan tersebut?

Baca juga: Jadi Orang Terkaya di Dunia, Kekayaan Jeff Bezos Naik Jadi Rp 2.588 Triliun

Pentingnya mengkampanyekan sektor riil masuk bursa

Perusahaan-perusahaan teknologi yang melantai di bursa telah sarat dengan berbagai kemampuan untuk melakukan efisiensi di hampir semua lini proses operasionalnya.

Kecenderungan itu juga didukung dengan ekosistem-ekosistem yang sudah mapan, terutama perusahaan-perusahaan yang 'bermain' di teknologi piranti lunak dan berbagai sistem yang dibangun melalui infrastruktur dan platform digital.

Untuk tujuan pertumbuhan, pilihan mereka pun tak melulu hanya mencari dana segar melalui bursa saham. Private Equity, Venture Capital dan berbagai instrumen lainnya saat ini dapat diakses dari seluruh dunia.

Yang terjadi setelah dana segar didapatkan, pertumbuhan lebih banyak difokuskan pada produk-produk yang proses produksinya bisa diotomasi, dan dengan kolaborasi global, perusahaan-perusahaan tak harus memiliki keseluruhan lini produksi, semuanya dimungkinkan untuk dialihdayakan.

Sampai di titik ini tampak ada kecenderungan bahwa peningkatan nilai pasar perusahaan-perusahaan yang melantai di bursa tak selalu bisa diterjemahkan sebagai perbaikan (struktur riil) perekonomian secara umum yang memberi benefit langsung pada masyarakat luas.

Seolah ada aktivitas perekonomian di dalam perekonomian.

Berawal dari kepedulian akan hal ini, alangkah baiknya bila perusahaan-perusahaan yang full berada di sektor riil (manufaktur) diarahkan masuk ke bursa saham untuk tujuan pertumbuhan bisnis mereka.

Perusahaan-perusahaan seperti ini jelas-jelas berdampak langsung karena, meski bukan padat karya, mereka adalah penyerap yang cukup masif akan kebutuhan tenaga kerja sekaligus kebutuhan belanja modal (mesin-mesin dan property pusat produksi).

Dalam hal ini kita bisa belajar dari kasus Amerika yang lebih memilih bermain di sektor yang efisien (misal technology-intensive) yang lebih sering berdampak hanya jangka pendek.

Negara-negara emerging seperti Indonesia perlu memikirkan strategi-strategi komprehensif bagaimana perusahaan-perusahaan yang melibatkan perekonomian mikro, rumah tangga, difasilitasi masuk bursa dan dipandu bagaimana mereka berkembang dan menyerap semua level tenaga kerja.

China sudah cukup matang di strategi ini. Pabrikan-pabrikan nasional besar yang melantai di bursa benar-benar tak hanya menghidupkan bursa saham di Shanghai atau Hong Kong, tetapi juga memperkuat struktur ekonomi riil di China yang dikenal sebagai 'pabrik palugada' di dunia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com