Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alasan Petani Tolak Impor Beras: Harga Gabah Murah dan Sulit Laku

Kompas.com - 17/03/2021, 09:41 WIB
Muhammad Idris

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, melalui Dinas Pertanian setempat menyebutkan sekitar 3.000 ton beras petani saat ini hanya tertumpuk di gudang penggilingan karena tidak terserap pasar.

"Tidak terserapnya beras di pasaran karena tidak ada pembeli, sehingga diperkirakan ada 3.000 ton beras tertampung di gudang penggilingan padi," ujar Kepala Dinas Pertanian Poso Suratno dilansir dari Antara, Rabu (17/3/2021).

Dia menjelaskan beras petani yang tertumpuk di gudang tersebut, sudah berlangsung sejak awal Februari 2021 atau saat masa panen raya pada lahan petani seluas 1.400 hektare lebih.

"Saat ini kami telah berkoordinasi dengan Bulog Poso guna mencari solusi agar beras tersebut dapat terserap di pasaran," ujar Suratno.

Baca juga: Balada Impor Beras, Garam, dan Gula, Usai Seruan Jokowi Benci Produk Asing

Dikutip dari Harian Kompas, Suyanto (40), petani di Desa Bumi Sari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, mengatakan, harga jual gabah semakin turun saat panen raya seperti sekarang ini. Pada saat yang sama, harga pupuk bersubsidi justru naik.

Hal itu membuat keuntungan yang diperoleh petani semakin kecil. Dia khawatir, harga jual gabah petani kian murah akibat rencana impor beras. Kondisi itu bisa merugikan petani.

Penolakan impor

Masih dikutip dari Harian Kompas, para petani yang tergabung dalam Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA), menyatakan penolakan pada rencana impor beras dari pemerintah.

”Kami meminta pemerintah meninjau dan mengkaji ulang kebijakan impor beras karena dapat menekan harga jual hasil panen petani serta membuat mental petani akan tertekan karena merasa kurang dihargai jerih payahnya selama ini,” kata Sekretaris Jenderal Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA).

Baca juga: Jokowi Janji Tolak Impor Beras Sejak Nyapres di 2014, Realisasinya?

Selain anjloknya harga di tingkat petani, dia juga menggarisbawahi potensi kenaikan produksi beras sebesar 26,87 persen sepanjang Januari-April 2021 dibandingkan periode sama tahun sebelumnya.

Dia menyebutkan, sejumlah wilayah yang telah memasuki masa panen, seperti Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Papua, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Gorontalo, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, dan Kalimatan Selatan.

Ketua Umum Gerakan Petani Nusantara Suryo Wiyono dan Koordinator Nasional Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan Said Abdullah meminta pemerintah menghentikan rencana impor.

Keduanya menilai ketergantungan pada impor dan produsen luar negeri menggerus derajat ketahanan dan kedaulatan pangan Indonesia.

Pilihan impor beras juga tidak mencerminkan situasi produksi dalam negeri saat ini. Di sisi lain, petani membutuhkan kepastian harga lantaran harga gabah berada di rentang Rp 3.800-Rp 4.000 per kilogram kering panen (GKP) atau di bawah harga pembelian pemerintah (HPP) yang ditetapkan Rp 4.200 per kg GKP.

Sayangnya, posisi petani makin terimpit di sisi regulasi. Sebab, Pasal 64 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja menyebutkan, ketersediaan pangan adalah kondisi tersedianya pangan dari hasil produksi dalam negeri, cadangan pangan nasional, dan impor pangan.

Baca juga: Jokowi Mau RI Swasembada Garam di 2015, tetapi sampai 2021 Masih Impor

Padahal, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan menyatakan, impor ditempuh jika produksi dalam negeri dan cadangan pangan nasional tidak mencukupi kebutuhan.

Ketua Umum Serikat Petani Indonesia Henry Saragih juga menyayangkan rencana impor beras lantaran bakal semakin menekan petani yang tengah menghadapi merosotnya harga gabah.

Dia menilai rencana impor beras menunjukkan belum selesainya masalah sinkronisasi dan koordinasi yang berkaitan dengan kelembagaan pengelolaan pangan di Indonesia.

Baca juga: Buwas: Isu Impor Beras Mulai Tekan Harga Gabah Petani

Harga gabah turun

Semenara itu, Ketua Kelompok Tani Sarwo Dadi Desa Baleraksa, Karangmoncol, Purbalingga, Fajar, mengungkapkan kondisi petani saat ini tengah terpuruk karena harga gabah sedang turun dan ikut terdampak pandemi Covid-19.

"Lagi murah, GKP (gabah kering panen) Rp 300.000 per kuintal. Normalnya Rp 350.000 per kuintal. (Di tingkat petani Purbalingga) beras sekarang Rp 7.800-8.000 per kg," ujar Fajar dikonfirmasi Kompas.com.

Dia mengkhawatirkan, rencana pemerintah mendatangkan beras impor bisa membuat harga gabah di tingkat petani semakin anjlok karena faktor spekulan. Ini karena pasokan beras diprediksi akan meningkat saat beras impor tiba.

Fajar yang juga Sekretaris Desa Baleraksa ini berharap pemerintah mempertimbangkan impor beras di tahun ini mengingat harga gabah petani sedang turun.

Baca juga: Kementan Bilang Stok Beras Petani Lokal Melimpah Ruah, Kok Impor?

"Di masa pandemi Covid-19 sektor pertanian paling kuat bertahan ekonominya, tapi pemerintah hanya menilai tidak memikirkan nasib para petani," ucap Fajar yang juga pengurus Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Purbalingga ini.

"Ditambah lagi pemerintah pusat akan mengimpor beras. Petani ditenggelamkan lagi, petani hanya sebagai slogan negara belaka," kata dia lagi.

Klaim surplus

Kementerian Pertanian (Kementan) memastikan stok beras nasional jelang bulan Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri dalam kondisi aman, seiring sebagian besar lahan padi di seluruh Indonesia memasuki masa panen raya pada Maret-April 2021.

“Neraca beras sampai dengan 2021 masih aman, terutama dengan panen raya,” ungkap Sekretaris Jenderal Kementan Momon Rusmono dalam keterangannya seperti dilansir dari Antara.

Baca juga: Buwas Beberkan 2 Menteri Jokowi yang Perintahkan Impor Beras

Berdasarkan prognosa ketersediaan dan kebutuhan pangan pokok, ketersediaan beras hingga bulan Mei 2021 diperkirakan hampir mencapai 25 juta ton.

Stok beras hingga Desember 2020 tercatat sebanyak 7,389 juta ton. Sementara itu perkiraan produksi dalam negeri mencapai 17,5 juta ton dan perkiraan kebutuhan sebanyak 12,336 juta ton.

Jelang bulan suci Ramadhan dan Idul Fitri 1442 H, Kementan akan menjalankan strategi untuk menjamin penyediaan pangan termasuk beras.

“Kami akan melakukan pemantauan harga secara rutin, selain juga akan mengadakan pasar murah komoditas utama melalui Pasar Mitra Tani dan di pasar tradisional dengan bekerja sama dengan BUMN dan mitra lainnya,” sebut Momon.

Baca juga: Buwas: Isu Impor Beras Mulai Tekan Harga Gabah Petani

Untuk mengantisipasi dampak perubahan iklim, seperti banjir maupun kekeringan, Kementan akan menerapkan early warning system.

“Sistem ini akan membantu dalam memantau wilayah rawan banjir ataupun kekeringan,” kata Momon.

Selain itu antisipasi kemarau telah disiapkan dengan percepatan padat karya infrastruktur, baik melalui rehabilitasi jaringan irigasi tersier, bantuan irigasi perpompaan/perpipaan, ataupun embung. Kementan juga akan mempercepat realisasi penyaluran bibit tanaman.

Keran impor beras

Sebagai informasi, pemerintah akan membuka keran impor beras sebanyak 1 juta ton di tahun ini. Beras impor akan digunakan untuk menambah cadangan atau pemerintah menyebutnya dengan istilah iron stock.

Baca juga: Beda Suara Para Bawahan Jokowi Soal Impor Beras

Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi mengatakan, rencana impor beras ini telah disepakati dalam rapat koordinasi terbatas, Kementerian Perdagangan bahkan telah mengantongi jadwal impor beras tersebut.

"Iron stock itu barang yang memang ditaruh untuk Bulog sebagai cadangan, dia mesti memastikan barang itu selalu ada. Jadi tidak bisa dipengaruhi oleh panen atau apapun karena memang dipakai sebagai iron stock," jelas Lutfi dalam keterangannya.

Klaim pemerintah, impor sebesar 1 juta ton, yang terbagi 500.000 ton beras impor untuk Cadangan Beras Pemerintah (CBP) dan 500.000 ton sesuai kebutuhan Bulog.

Stok beras perlu dijaga karena pemerintah perlu melakukan pengadaan beras besar-besaran untuk pasokan beras bansos selama masa pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM).

Baca juga: Lagi, Gula Impor Jadi Andalan Pemerintah Jokowi Stabilkan Harga

Muhammad Lutfi meyakini, kebijakan impor beras 1 juta ton beras impor di 2021 tidak bakal menghancur harga gabah di tingkat petani. Menurut dia, langkah ini dilakukan untuk menjaga stok beras nasional dan menstabilkan harga.

"(Impor) ini bagian dari strategi memastikan harga stabil. Percayalah tidak ada niat pemerintah untuk hancurkan harga petani terutama saat sedang panen raya," ujar Lutfi.

Lutfi mengakui, berdasarkan data BPS, produksi beras nasional alami kenaikan tipis 0,07 persen menjadi mencapai 31,63 juta di 2020. Kenaikan produksi pun diperkirakan berlanjut di 2021. Kendati demikian, kata Lutfi, angka produksi tahun ini masih bersifat ramalan.

Artinya masih ada kemungkinan mengalami kenaikan atau bahkan penurunan, terlebih mengingat kondisi curah hujan yang tinggi di sejumlah daerah Indonesia akhir-akhir ini.

Baca juga: BPS Sebut Nilai Impor RI Naik 2 Digit

Oleh sebab itu, pemerintah memerlukan iron stock atau cadangan untuk memastikan pasokan terus terjaga. Penambahan cadangan beras ini yang rencananya akan dipenuhi melalui impor.

Menurut dia, sebagai cadangan, beras impor tersebut tak akan digelontorkan ke pasar saat periode panen raya, melainkan ketika ada kebutuhan mendesak seperti bansos ataupun operasi pasar untuk stabilisasi harga.

"Kalau pun misalnya angka ramalannya memang bagus, tapi harga naik terus, itu kan mengharuskan intervensi dari pemerintah untuk memastikan harga itu stabil," jelas Lutfi.

Lutfi mengatakan, meskipun adanya kebijakan impor namun harga gabah yang diserap Bulog dari petani nasional tidak akan diturunkan.

Baca juga: Kalau Harus Impor, Bulog Mengeluh Berasnya Cuma Menumpuk di Gudang

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com