Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Firdaus Putra, HC
Komite Eksekutif ICCI

Ketua Komite Eksekutif Indonesian Consortium for Cooperatives Innovation (ICCI), Sekretaris Umum Asosiasi Neo Koperasi Indonesia (ANKI) dan Pengurus Pusat Keluarga Alumni Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED)

Terjebak di Skala Kecil, Koperasi Perlu Merger dan Amalgamasi

Kompas.com - 07/05/2021, 18:09 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

JUMLAH anggota koperasi saat ini 25 juta orang, itu sama dengan 12 persen dari penduduk usia kerja saat ini, 203,97 juta jiwa. Semuanya tersebar di 127.124 badan hukum. Per tahun 2020, Kementerian Koperasi menyebut total aset seluruh koperasi mencapai 221,5 trilyun rupiah dan dengan volume usaha sebesar Rp 174 triliun.

Tahun 2017 saya pernah menulis koperasi Indonesia terjebak di skala kecil. Bagaimana tahun ini? Mari kita tengok bersama.

Data di atas bisa dikatakan “bersih”, sebab lima tahun terakhir Kementerian Koperasi telah membubarkan sekitar 81.000 badan hukum koperasi yang tidak aktif. Mari kita coba hitung rerata skala koperasi tahun 2021 ini.

Bila dibagi bersih antara jumlah koperasi dengan aset, rata-rata aset koperasi kita sebesar Rp 1,7 miliar. Sedangkan bila dibagi rata dengan volume usaha, rata-ratanya di angka Rp 1,3 miliar dengan rata-rata 196 anggota/ koperasi.

Baca juga: Teten Masduki: Koperasi Bisa Jadi Model Bisnis Berbasis UMKM

Kita bisa mengacu UU No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah sebagai basis kategorisasi. Usaha kecil yakni usaha perseorangan atau badan dengan volume usaha Rp 300 juta sampai Rp 2,5 miliar per tahun. Disusul kemudian usaha menengah 2,5 miliar sampai 50 miliar rupiah per tahun. Artinya secara umum koperasi kita berada di skala kecil. Sehingga keberadaan ratusan koperasi menengah dan besar, belum bisa juga mengubah wajah bopeng yang ada.

Koperasi dengan skala kecil seperti itu tentu kurang efisien. Biaya operasional berbanding lurus dengan biaya layanan, yang ujungnya menjadi kurang kompetitif. Hal itu berpengaruh pada manfaat rata-rata yang diterima oleh anggota.

Tesis umumnya, makin besar koperasi, makin efisien, makin besar manfaat bagi anggotanya. Orang koperasi menyebutkan sebagai “efisiensi kolektif”, yaitu tingkat efisiensi tertentu yang dicapai dengan cara berkolektif. Yang mana hal itu merupakan bagian dari nilai promosi ekonomi anggota.

Merger dan amalgamasi

Kementerian Koperasi melalui Deputi Bidang Perkoperasian telah menetapkan merger dan almagamasi sebagai salah satu strategi pengembangan koperasi modern tahun ini. Dengan melihat data di atas, nampaknya agenda tersebut perlu kita dukung dan upayakan maksimal. Sebab di berbagai kajian-kajian, merger dan amalgamasi terbukti memberi manfaat besar.

McKinsey, perusahaan konsultan internasional, merilis kajian tentang bagaimana koperasi tumbuh. Mereka mengambil 47 sampel dari Asia, Eropa dan Amerika dengan beragam sektor (asuransi, keuangan, ritel dan pertanian). Mereka bandingkan dengan 54 perusahaan publik di negara dan sektor yang sama.

Mereka menemukan bahwa ada tiga pattern pertumbuhan koperasi: market-share, portfolio momentum dan merger and acquisition. Dua yang pertama adalah cara organik, sedangkan yang terakhir adalah cara inorganik.

Temuannya, bahwa kinerja koperasi sebanding dengan perusahaan publik lainnya dalam tiga cara itu. Khusus pada merger, terlihat pertumbuhannya juga signifikan meski di bawah perusahaan swasta, hanya terpaut 0.2 basis poin. Hal itu membuktikan bahwa merger/ amalgamasi menjadi pilihan menarik bagi koperasi yang ingin tumbuh. Itu seperti hasil publikasi riset mereka “How Cooperatives Grow”, tahun 2012.

Meski belum ada data valid, bisa dikatakan merger atau amalgamasi, belum menjadi pilihan strategis banyak koperasi kita. Boleh jadi ada cost and benefit ratio yang belum imbang, sehingga apa-apa yang baik di atas kertas, tidak lantas menjadi keputusan di atas meja rapat.

Baca juga: Menkop UKM Dorong Lahirnya Banyak Wirausaha Baru Melalui Koperasi

Jajak pendapat

Indonesian Consortium for Cooperatives Innovation (ICCI) baru-baru ini menyelenggarakan jajak pendapat tentang merger/ amalgamasi (selanjutnya ditulis dengan: M/A). Jajak pendapat diikuti oleh 156 responden terdiri dari Pengurus (69,2 persen), Pengawas (8,3 persen) dan Manajer (22,4 persen).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pencabutan Status 17 Bandara Internasional Tak Berdampak ke Industri Penerbangan

Pencabutan Status 17 Bandara Internasional Tak Berdampak ke Industri Penerbangan

Whats New
Emiten Sawit Milik TP Rachmat (TAPG) Bakal Tebar Dividen Rp 1,8 Triliun

Emiten Sawit Milik TP Rachmat (TAPG) Bakal Tebar Dividen Rp 1,8 Triliun

Whats New
Adu Kinerja Keuangan Bank BUMN per Kuartal I 2024

Adu Kinerja Keuangan Bank BUMN per Kuartal I 2024

Whats New
Setelah Investasi di Indonesia, Microsoft Umumkan Bakal Buka Pusat Data Baru di Thailand

Setelah Investasi di Indonesia, Microsoft Umumkan Bakal Buka Pusat Data Baru di Thailand

Whats New
Emiten Persewaan Forklift SMIL Raup Penjualan Rp 97,5 Miliar pada Kuartal I 2024

Emiten Persewaan Forklift SMIL Raup Penjualan Rp 97,5 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
BNI Danai Akusisi PLTB Sidrap Senilai Rp 1,76 Triliun

BNI Danai Akusisi PLTB Sidrap Senilai Rp 1,76 Triliun

Whats New
Soroti Kinerja Sektor Furnitur, Menperin: Masih di Bawah Target

Soroti Kinerja Sektor Furnitur, Menperin: Masih di Bawah Target

Whats New
Harga Jagung Turun di Sumbawa, Presiden Jokowi: Hilirisasi Jadi Kunci Stabilkan Harga

Harga Jagung Turun di Sumbawa, Presiden Jokowi: Hilirisasi Jadi Kunci Stabilkan Harga

Whats New
IHSG Ditutup Merosot 1,61 Persen, Rupiah Perkasa

IHSG Ditutup Merosot 1,61 Persen, Rupiah Perkasa

Whats New
Emiten TPIA Milik Prajogo Pangestu Rugi Rp 539 Miliar pada Kuartal I 2024, Ini Sebabnya

Emiten TPIA Milik Prajogo Pangestu Rugi Rp 539 Miliar pada Kuartal I 2024, Ini Sebabnya

Whats New
BI Beberkan 3 Faktor Keberhasilan Indonesia Mengelola Sukuk

BI Beberkan 3 Faktor Keberhasilan Indonesia Mengelola Sukuk

Whats New
Pertemuan Tingkat Menteri OECD Dimulai, Menko Airlangga Bertemu Sekjen Cormann

Pertemuan Tingkat Menteri OECD Dimulai, Menko Airlangga Bertemu Sekjen Cormann

Whats New
Induk Usaha Blibli Cetak Pendapatan Bersih Rp 3,9 Triliun pada Kuartal I 2024

Induk Usaha Blibli Cetak Pendapatan Bersih Rp 3,9 Triliun pada Kuartal I 2024

Whats New
Kembali ke Aturan Semula, Barang Bawaan dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi

Kembali ke Aturan Semula, Barang Bawaan dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi

Whats New
Cek Tagihan Listrik secara Online, Ini Caranya

Cek Tagihan Listrik secara Online, Ini Caranya

Work Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com