Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Eks Direktur WHO Ingatkan Efek Pelonggaran PPKM Level 4

Kompas.com - 24/07/2021, 13:51 WIB
Muhammad Choirul Anwar

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com – Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4 dijadwalkan berakhir pada 25 Juli 2021 besok dan mulai dilonggarkan pada 26 Juli 2021.

Mantan Direktur World Health Organization (WHO) Asia Tenggara Prof Tjandra Yoga Aditama menyampaikan sejumlah catatan terkait dengan pelonggaran PPKM.

Ia menjelaskan, sejalan dengan anjuran WHO per 21 Juli 2021, situasi Indonesia sekarang memerlukan Public Health and Social Measure (PHSM) yang ketat dalam bentuk pembatasan sosial dan pembatasan pergerakan.

Baca juga: 4 Tips Sederhana Hemat Uang Gaji Selama Masa PPKM

“Kalau memang dipikirkan atau dipertimbangan akan dilakukan pelonggaran maka perlu dihitung betul dampaknya,” ujar Tjandra Yoga Aditama dalam keterangannya, Sabtu (24/7/2021).

Ia menyebut, pelonggaran PPKM akan berdampak pada korban yang mungkin akan jatuh sakit dan bahkan meninggal.

Selain itu, beban Rumah Sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) juga harus diperhatikan. Terakhir, pada ujungnya kemungkinan dampak pada roda ekonomi juga harus dipertimbangkan kalau kasus jadi naik tidak terkendali.

Baca juga: Ini Penyesuaian Kerja Terbaru PNS dengan Status PPKM Level 4 dan 3

“Jangan sampai pelonggaran diberikan karena alasan ekonomi dan lalu situasi epidemiologi jadi memburuk, maka dampak ekonominya malah bukan tidak mungkin jadi lebih berat lagi,” bebernya.

Dia menjelaskan, dalam situasi sekarang ini dapat dipikirkan sejumlah opsi penyesuaian seperti sektor formal yang terima gaji bulanan diminta di rumah dulu selama dua minggu misalnya. Sedangkan sektor informal mulai dilonggarkan, asal jangan yang kontak dekat langsung dengan pelanggan.

Baca juga: PPKM Level 3-4, Jasa Marga Kembali Berlakukan Pembatasan di Tol Gempol-Pasuruan

Pilihan lainnya, sektor informal mulai dilionggarkan bertahap tapi sektor esensial dan kritikal yang beroperasi hanya yang dalam bagunan tersendiri.

“Jangan yang di dalam gedung bersama, karena kalau dalam gedung bersama maka petugas gedung juga terpaksa harus masuk padahal hanya sebagian kecil gedung yang ada sektor esensial/kritikal,” ucapnya.

Jika tidak bisa begitu, menurutnya pilihan terakhir yang terbaik adalah bentuk PPKM setidaknya tetap seperti sekarang, tetapi semua sektor terdampak mendapat bantuan sosial.

“Pada kenyataannya angka kematian masih terus tinggi dan bahkan meningkat, sudah lebih 1500 orang sehari dengan PPKM sekarang ini,” beber mantan Mantan Dirjen P2P Kemenkes itu.

“Dalam hal ini tentu perlu untuk diantisipasi kemungkinan kenaikan kematian lagi kalau PPKM dilonggarkan. Kita tahu bahwa kalau kematian sudah dengan sedih terjadi maka hal ini tidak dapat dikembalikan lagi,” sambungnya.

Baca juga: Banyak Bansos Pemerintah Saat PPKM, Begini Cara Cek Penerimanya

Lebih lanjut, Guru Besar FKUI ini bilang bahwa positivity rate dalam beberapa hari terakhir masih sekitar 25 persen. Bahkan, kalau berdasar data tes PCR maka angkanya lebih dari 40 persen.

“Kita juga berhadapan dengan varian Delta yang angka reproduksinya dapat sampai 5,0 - 8,0. Artinya potensi penularan di masyarakat masih amat tinggi sekali, sehingga pembatasan sosial masih amat diperlukan untuk melindungi masyarakat kita dari penularan dan dampak buruk penyakit Covid-19,” tegasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Work Smart
Viral Mainan 'Influencer' Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Viral Mainan "Influencer" Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Whats New
Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Spend Smart
Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

Work Smart
Harga Bahan Pokok Minggu 28 April 2024, Harga Daging Ayam Ras Naik

Harga Bahan Pokok Minggu 28 April 2024, Harga Daging Ayam Ras Naik

Whats New
SILO Layani Lebih dari 1 Juta Pasien pada Kuartal I 2024

SILO Layani Lebih dari 1 Juta Pasien pada Kuartal I 2024

Whats New
Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Whats New
Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Whats New
[POPULER MONEY] Sri Mulyani 'Ramal' Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

[POPULER MONEY] Sri Mulyani "Ramal" Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

Whats New
Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Spend Smart
Perlunya Mitigasi Saat Rupiah 'Undervalued'

Perlunya Mitigasi Saat Rupiah "Undervalued"

Whats New
Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Whats New
Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Whats New
Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com