KEADAAN ekonomi, ketegangan politik, berita buruk, hingga tidak tersedianya fasilitas kesehatan yang memadai dalam beberapa waktu terakhir membuat kita sangat takut dan khawatir.
Saat dilanda rasa takut, ketegangan dan kepenatan juga membuat kita merasa lelah seolah sudah berjalan jauh, meskipun sebenarnya tidak banyak bergerak. Kelopak mata terasa sembab, jantung bekerja lebih cepat, dan napas tidak teratur, seolah-olah kita sedang dikejar sesuatu, entah apa.
Sejak kecil, kita sudah diperkenalkan dengan rasa takut. Namun, rasa takut di masa pandemi Covid-19 seperti saat ini memang istimewa. Selain tidak berkesudahan, rasa takut yang dialami makin meningkat.
Baca juga: Saatnya Mereset Kepemimpinan
Ketika berada di tengah kerumunan, antena ketakutan langsung menjulur. Satu penumpang yang tidak sengaja batuk atau bersin pun bisa membuat seluruh penumpang dalam gerbong MRT berhamburan turun.
Kita tahu rasa takut tersebut berlebihan, bahkan ketakutan yang terus bertambah dapat membuat otak menjadi kelelahan. Akan tetapi, kita sering kali kesulitan mengontrolnya.
Padahal, setiap orang memiliki tanggung jawab untuk mengurus diri sendiri. Tidak ada yang bisa menolong kita untuk meredakan ketakutan selain diri sendiri.
Karenanya, dengan obyek ketakutan yang masih membayangi di depan mata, kita perlu menjaga kewarasan diri. Tentunya, hal ini tidak semudah yang diucapkan, tetapi tetap harus diusahakan.
Seorang teman yang akan melakukan pemeriksaan darah tiba-tiba menerima kabar buruk yang sangat mengejutkan, persis sebelum darah diambil. Setelah hasilnya keluar, angka-angkanya menunjukkan hasil yang tidak normal.
Dokter kemudian menginstruksikan untuk mengulang pengetesan. Ternyata, hasil yang kedua menunjukkan angka normal.
Dari kisah itu dapat terlihat bahwa rasa takut, kaget, dan berbagai emosi lainnya benar-benar berpengaruh terhadap kondisi fisik. Itulah sebabnya banyak ahli kesehatan menasihati kita untuk tetap berpikir positif agar imunitas terjaga.
Reaksi otak manusia tidak banyak berubah sejak zaman primitif, era ketika manusia menghadapi binatang buas dan merasa ketakutan. Namun, pada waktu itu, imajinasi manusia belum secanggih sekarang.
Baca juga: Membangun “The Hybrid Workplace”
Saat ini, rasa takut yang dialami manusia bisa berupa banyak hal. Misalnya, rasa takut terhadap penjahat. Bisa juga berupa imajinasi yang belum tentu terjadi, seperti membayangkan jika tertular Covid-19 atau membayangkan terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).
Sebenarnya, ketakutan bisa dikendalikan oleh otak. Ada dua bagian otak yang berpengaruh di sini. Pertama, frontal lobe yang mengendalikan fungsi kognitif tubuh. Kedua, amygdala yang mengatur emosi.
Bila bagian emosional lebih dominan daripada bagian kognitif, ketakutan dan kecemasan akan menguasai kita. Saat kondisi ini terjadi, amygdala bekerja sangat keras karena ingin menjaga kita dari ancaman kehidupan.
Oleh karena itu, bila rasio tidak mendorong kita untuk memeriksa kebenaran dari obyek penyebab rasa takut, kita akan semakin terpuruk dalam kecemasan.
Amygdala yang sering juga disebut sebagai reptilian brain, sangat impulsif dan bisa tidak terkontrol. Padahal, kita sebagai pemimpin harus berperan sebagai lentera untuk pengikut kita.
Berikut beberapa latihan yang dapat dilakukan agar mental tetap sehat.
Pada masa pandemi seperti saat ini, banyak beredar informasi mengenai obat, herbal, susu dan vitamin yang diyakini dapat mengatasi Covid-19. Masyarakat pun ramai-ramai memborongnya tanpa pikir panjang sehingga membuat harganya melangit.
Padahal, pada zaman digital saat ini, kita bisa dengan mudah mencari informasi dari sumber-sumber ilmiah yang lebih tepercaya kredibilitasnya. Namun, sering kali otak kita hanya ingin menerima hal-hal yang dipercaya.
Oleh karena itu, sebaiknya kenali persepsi pribadi kita dan cari data sebanyak-banyaknya sehingga rasionalitas dapat bekerja dengan baik.
Agar bisa membawa rasa takut ke tahap rasio untuk dianalisis oleh diri sendiri atau bersama orang lain, sebaiknya kita mendefinisikan dan memberi nama pada ketakutan itu.
Rasionalitas orang lain biasanya lebih segar ketika membicarakan yang bukan miliknya sendiri. Namun, hati-hati jangan sampai rasa takut itu menimbulkan domino effect yang malah menular kepada orang lain.
Krisis yang ditimbulkan pandemi Covid-19 membuat banyak orang khawatir melihat masa depan. Banyak yang bertanya, apa yang akan terjadi jika krisis ini berlanjut atau bagaimana kalau peluang bisnis semakin menyempit?
Namun, ada seorang pimpinan perusahaan yang terlihat tenang-tenang saja, meski terpaksa menutup perusahaannya yang sudah berjalan puluhan tahun karena kondisi keuangan yang terus minus.
Baca juga: Mengelola Amarah
“Saya tidak memandang hidup dari kekurangan saya, tetapi dari kecukupannya. A half empty glass can still be filled with other nice things,” katanya.
Berkaca dari kisah tersebut, sebenarnya prinsip hidup kita pun dapat diarahkan. Dengan begitu, ketakutan yang dulu sering muncul dapat diredakan.
Amygdala, si pusat emosi senang menyimpan kata-kata. Misalnya, kata-kata yang muncul dari kecemasan ketika mendengar bunyi sirene ambulans atau saat membaca berita buruk mengenai pandemi. Kata-kata ini akan tersimpan dan terus menghidupkan rasa takut.
Karenanya, kita perlu mendidik amygdala untuk berpikir berbeda. Contohnya, mempelajari kiat sukses mereka yang sembuh dengan cepat, membuat kita berjanji dalam hati untuk memilih makanan sehat, berolahraga, dan berlatih pernafasan.
Vaksinasi memang tidak menjamin kita tak akan tertular penyakit. Ibarat menggunakan payung di tengah hujan, bila hujan kecil, kita akan aman. Sekalipun hujan cukup besar, paling tidak payung menjaga kita agar tidak sampai basah kuyup. Apalagi, bila ditambah dengan jas hujan dan sepatu bot.
Vaksinasi ditambah dengan upaya 3M–yang sekarang sudah menjadi 7 M–merupakan usaha yang dapat meningkatkan ketenangan. Sebab, kita tahu bahwa kita sudah melakukan upaya terbaik dalam menghadapi situasi yang ada.
“The oldest and strongest emotion of mankind is fear, and the oldest and strongest kind of fear is fear of the unknown,” kata penulis asal Amerika Serikat, HP Lovecraft.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.