JAKARTA, KOMPAS.com - Program Kartu Prakerja adalah salah satu program pemerintah yang banyak menuai kritik saat awal-awal digulirkan.
Ketika Joko Widodo sebagai calon presiden 01 pertama kali mencetuskan ide Kartu Prakerja pada Februari 2019, bahkan kritik sudah menghinggapi.
Program itu disebut hanya berbentuk menggaji pengangguran sehingga tidak baik bagi kemandirian masyarakat.
Baca juga: Menaker Minta Ada Kuota Kartu Prakerja untuk Calon Pekerja Migran Indonesia
Gelombang kritik kembali datang saat pandemi Covid-19 melanda Indonesia.
Pemerintah melakukan reorientasi Kartu Prakerja. Dari yang semula semata program peningkatan kompetensi, merangkap menjadi salah satu jaring pengaman sosial.
Eskalasi kritik dan polemik mencapai puncaknya ketika KPK melakukan kajian atas Kartu Prakerja pada. Dari kajian itu, KPK menemukan permasalahan pada sejumlah aspek.
Salah satunya soal kemitraan dengan penyedia platform yang dinilai tidak melalui mekanisme pengadaan barang/jasa pemerintah.
Buntutnya, pada Juni 2020 KPK merekomendasikan pemerintah agar menghentikan program Kartu Prakerja yang saat itu sudah memasuki pendaftaran gelombang keempat.
Kritik dan polemik serta adanya temuan KPK untungnya direspons cepat oleh pemerintah, dalam hal ini Komite Cipta Kerja yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI dan Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja.
Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja Denni Puspa Purbasari mengatakan, pihaknya langsung melaksanakan sejumlah perbaikan tata kelola.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.