Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Rachmat Kaimuddin, dari Penjaga Perpustakaan hingga Jadi CEO Bukalapak

Kompas.com - 09/12/2021, 06:31 WIB
Kiki Safitri,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi


JAKARTA, KOMPAS.com – Siapa yang tak kenal dengan Rachmat Kaimuddin, Chief Executive Officer atau CEO Bukalapak yang berhasil membawa nama Bukalapak tercatat sebagai perusahaan unicorn pertama di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Agustus 2021 lalu.

Menggantikan, Achmad Zaky yang mundur di tahun 2019, nyatanya Rachmat memiliki kisah menarik di masa mudanya. Ia memantapkan diri untuk merantau di tahun 1994 dari kampung halamannya di Makasar Sulawesi Selatan ke Pulau Jawa, tepatnya di Magelang dan bersekolah di SMA Taruna Nusantara hingga tahun 1997.

Di SMA tersebut, Rachmat Kaimuddin satu angkatan dengan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Saat mengenyam bangku pendidikan SMA, dia merupakan salah satu siswa unggulan, bahkan sempat mengikuti salah satu kejuaraan Olimpiade di Kanada.

Baca juga: Soal Saham BUKA, Ini Buka-bukaan CEO Bukalapak

Sayangnya, setelah tamat SMA, dia tidak lulus seleksi masuk perguruan tinggi UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri) kala itu.

Meski demikian, hal tersebut merupakan cikal bakal Rachmat Kaimuddin memperoleh beasiswa untuk berkuliah di salah satu universitas teknologi terkemuka Massachusetts Institute of Technology (MIT) Amerika Serikat jurusan electrical enginering.

Saat berbincang dengan Kompas.com, Selasa (7/12/2021), Rachmat Kaimuddin memastikan alasan mengenyam pendidikan di luar negeri bukanlah karena tidak memiliki jiwa nasionalisme, namun karena ia tidak lolos seleksi UMPTN.

“Kebetulan saya selalu juara kelas saat SMA, dan saya sempat mewakili indonesia olimpiade di Kanada, tapi setelah itu ternyata saya tidak lulus UMPTN. Rezeki saya waktu itu, saya dapat beasiswa, dapatnya beasiswa di luar negeri, mungkin sudah jalan Tuhan, bukan karena enggak nasionalis sok-sok sekolah di luar negeri,” ujar Rachmat Kaimuddin mengenang masa sekolahnya.

Menjalani kehidupan di Amerika Serikat juga ternyata butuh waktu untuk penyesuaian. Karena menurut Rachmat, banyak perbedaan-perbedaan yang mau tidak mau harus dijalani ketika berada di negeri orang.

Baca juga: Saham Bukalapak Makin Anjlok, Kenapa?

Hal yang paling butuh adaptasi menurut Rachmat adalah dari segi bahasa, cara menulis, hingga mengutarakan pendapat.

“Ya namanya hidup di negara orang, tentunya banyak penyesuaian termasuk kendala di bahasa juga meskipun saat di sekolah dan saat TOEFL sudah bagus, itu tentunya butuh penyesuaian,” jelas dia.

Seperti mahasiswa lainnya, Rachmat Kaimuddin juga sempat melakukan pekerjaan-pekerjaan lepas saat menjadi mahasiswa. Dia sempat bekerja sebagai grader, hingga menjaga perpustakaan yang gajinya hanya cukup untuk membeli makanan.

“Kalau pertama kali saya kerja, itu pas kuliah, pernah jadi grader dan bahkan menjadi penjaga perpustakaan. Itu gajinya cuma cukup untuk beli makanan,” kata Rachmat.

Lulus di tahun 2001, Rachmat sempat bekerja di salah satu perusahaan chip dengan posisi design enginer. Selang menjalani kerja di AS, tahun 2003 ia kembali ke Indonesia dan memulai karier sebagai Consultant di Boston Consulting Group Jakarta.

Tak mau buka-bukaan soal gaji, Rachmat membandingkan bahwa gaji yang ia terima di Indonesia adalah separuh dari gajinya saat ia bekerja di AS. Namun, dengan semangat nasionalis yang tertanam di bangku sekolah ia bertekad untuk turut berkontribusi untuk pembangunan negeri dengan kembali ke Indonesia dan memulai karier di tanah air.

“Dari pada jemput angka, saya bilang pas saya kerja di AS dan saya mau balik ke Indonesia, gaji saya berkurang kira-kira setengahnya. Jadi memang ada pengurangan gaji. Tapi karena saya memang ingin kerja di Indonesia yaudah engak apa-apa mulai dari awal lagi,” jelas dia.

Baca juga: Pendapatan Melesat, Rugi Bersih Bukalapak Menyusut

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com