Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

7 Fakta IPO GoTo yang Paling Banyak Diperbincangkan, Apa Saja?

Kompas.com - 22/03/2022, 16:00 WIB
Kiki Safitri,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

3. IPO GoTo, Exit Strategy bagi investor lama?

Dugaan soal IPO sebagai exit strategy atau strategi jalan keluar oleh investor lama juga menyeruak yang dipicu oleh trauma investor terhadap saham PT Bukalapak Tbk (BUKA). Harga saham BUKA terjun bebas dari harga IPO Rp 850 ke level di bawah Rp 300 per saham, karena aksi jual massif pemegang saham.

Nah apakah IPO GoTo juga akan menjadi pintu keluar pemegang saham eksisting? Berdasarkan prospektus GoTo, seluruh pemegang saham sebelum IPO akan dikunci atau lock up antara 8 bulan sampai dengan 2 tahun, bergantung pada klasifikasi saham yang dimilikinya.

Sehingga saham-saham sebelum IPO itu dilarang dan tidak bisa dijual atau dipindahtangankan. Untuk pemegang saham dengan kategori Saham Hak Suara Multipel (SHSM) dikunci selama 2 tahun. Hal ini sesuai Peraturan OJK nomor 22/POJK.04/2021 tentang penerapan klasifikasi saham dengan hak suara multipel atau multiple voting shares (MVS) pada Desember 2021 lalu.

Ini tentunya berbeda dengan BUKA, yang mana BUKA melantai sebelum beleid OJK tersebut terbit.

 

4. Nominal saham Rp 1

Dalam IPO ini, GoTo menawarkan sebanyak banyaknya 52 miliar saham dengan perkiraan dana hasil IPO senilai maksimal Rp 17,9 triliun. Adapun nominal saham Rp 1 bisa dibilang paling menarik perhatian. Namun, ini dengan narasi, investor eksisting langsung cuan berkali kali lipat karena harga saham IPO ditawarkan di kisaran Rp 316 - Rp 346.

Nominal saham Rp 1 memang tidak lazim. Biasanya Rp 100, Rp 50, Rp 20, Rp 10 dan seterusnya. Di kemudian hari nominal saham Rp 100 dan seterusnya itu bisa dipecah menjadi lebih kecil lagi lewat mekanisme stock split (pemecahan nilai nominal).

GoTo menetapkan nominal saham Rp 1 karena besarnya skala perusahaan dan banyaknya pemegang saham eksisting. Di sisi lain, GoTo adalah gabungan antara Gojek dan Tokopedia.

Masing-masing entitas perusahaan ini telah menjaring banyak pendanaan sejak berdiri. Ketika keduanya bersinergi menjadi GoTo, maka jumlah investor dan lembar kepemilikan sahamnya ikut melonjak.

Agar harga saham IPO terjangkau oleh investor ritel dan melibatkan partisipasi publik lebih luas, GoTo pun memutuskan nominal saham dibuat di angka serendah mungkin. Hal yang perlu digaris bawahi, nominal saham Rp 1 tidak serta merta mencerminkan nilai buku perusahaan.

Untuk mendapatkan nilai perusahaan atau book value (BV), investor bisa menghitung dengan menjumlahkan total ekuitas GoTo dibagi jumlah saham beredar atau dicatatkan. Data prospektus menunjukkan total modal disetor, atau ekuitas, mencapai Rp 179 triliun.

Setelah dikurangi akumulasi rugi sejak perusahaan beroperasi senilai Rp 65 triliun, maka ekuitas tercatat Rp 130 triliun. Sementara itu, jumlah saham mencapai 1,19 triliun saham. Dengan kata lain, BV GoTo di angka Rp 190 atau mencerminkan rasio PBV 3x terhadap harga saham.

5. Tidak Pernah Untung, Lalu Kapan Profitnya?

Saat GoTo menggelar public expose, publik dihebohkan dengan petikan isi prospektus yang intinya menyebutkan, perusahaan tidak bisa menjamin akan profit dalam beberapa tahun ke depan. Kalimat tersebut merupakan bagian dari penjelasan terkait risiko yang dihadapi setiap calon emiten dan wajib disampaikan dalam prospektus.

Masalah kapan perusahaan akan untung juga tentunya tidak bisa dipastikan. Namun, publik bisa melihat tren perbaikan kinerja dari waktu ke waktu, baik bottom line (laba rugi), maupun top line (pendapatan, penjualan).

Rumusnya, kalau perusahaan berhasil meningkatkan nilai transaksi, memperluas pasar, mempertahankan dominasi market share, dan di saat yang sama memperbaiki struktur biaya, maka perusahaan berada di jalur yang tepat menuju profitabilitas.

Sebagai catatan, nilai transaksi bruto (GTV) GoTo mencapai Rp 414 triliun selama 12 bulan terakhir. Tingkat pertumbuhan tahunan GTV kuartal III 2020 dan 2021 mencapai 62 persen. Jumlah transaksi setahun terakhir mencapai 55 juta konsumen. Jumlah pesanan yang diproses sebanyak 2 miliar pesanan melalui 2,5 juta mitra driver dan lebih dari 14 juta merchant.

Sementara itu, tingkat margin kerugian EBITDA yang disesuaikan membaik sebesar 157 poin persentase antara 2018 hingga 9 bulan pertama tahun 2021. Adapun tingkat margin kerugian sebelum pajak penghasilan membaik sebesar 149 poin persentase antara 2018 hingga 9 bulan pertama tahun 2021.

Jadi, saat ini memang GoTo masih mengalami rugi, namun kinerjanya terus menunjukkan ke arah perbaikan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com