ERICSSON, perusahaan raksasa peranti telekomunikasi, kemungkinan harus membayar denda baru ke Kementerian Kehakiman Amerika Serikat. Kali ini untuk dugaan suap ke kelompok Negara Islam di Irak (ISIS).
CEO Ericsson, Borje Ekholm, mengakui dalam sebuah wawancara surat kabar pada Februari 2022 bahwa beberapa karyawan Ericsson kemungkinan telah menyuap anggota ISIS untuk dapat melewati daerah yang dikuasai kelompok tersebut di Irak.
Pengakuan itu dibuat sebelum publikasi laporan International Consortium of Investigative Journalists (ICIJ) yang mengungkapkan bahwa penyelidikan internal Ericsson dari 2019 tidak pernah dipublikasikan.
Penyelidikan internal telah mengidentifikasi kemungkinan korupsi antara 2011 dan 2019 dalam operasi perusahaan tersebut di Irak.
Dalam pernyataan pendapatan kuartalan perusahaan, Kamis (14/4/2022), Ekholm mengatakan bahwa Ericsson berkomitmen penuh untuk bekerja sama dengan Kementerian Kehakiman AS.
"Penyelesaian masalah ini dapat mengakibatkan berbagai tindakan oleh Kementerian Kehakiman AS, dan mungkin termasuk pembayaran moneter tambahan, yang besarnya saat ini belum dapat dipastikan," kata Ekholm, seperti dikutip AFP.
Saham perusahaan berbasis di Swedia tersebut kehilangan hampir seperempat nilainya sejak Februari 2022.
Sebelumnya, Ericsson telah setuju membayar denda satu miliar dollar AS kepada otoritas AS untuk menutup kasus korupsi di Djibouti, China, Vietnam, Indonesia, dan Kuwait pada 2019. Ini merupakan bagian dari perjanjian penangguhan penuntutan (deferred prosecution agreement atau DPA).
Dalam pernyataannya, Ekholm mengatakan perusahaannya ada di posisi terbatas untuk dapat mengatakan sesuatu terkait kasus di Irak ini. Namun, pada Maret 2022, dia telah menyebutkan tentang kasus sangat serius yang melibatkan perilaku memalukan dan tak dapat diterima di masa lalu.
Laporan pendapatan Ericsson untuk kuartal I/2022 mencatatkan laba bersih turun delapan persen menjadi 2,9 miliar kronor Swedia, setara dengan 307 juta dollar AS atau sekitar Rp 4,4 triliun menggunakan kurs pada Kamis.
Sebelumnya, Senin (11/4/2022), Ericsson mengumumkan bahwa mereka akan menyisihkan 900 juta kronor untuk menambal pukulan finansial akibat penangguhan kegiatannya di Rusia selepas invasi Rusia ke Ukraina.
Meski laba bersih perusahaan tercatat turun, penjualan Ericsson di kuartal I/2022 melebihi ekspektasi. Namun, laba operasional Ericsson senilai 4,7 miliar kronor juga lebih rendah dari perkiraan analis yang sebelumnya disurvei Bloomberg.
Ericsson pada Rabu (2/3/2022) telah menyatakan bahwa pihak otoritas AS menyebut pengungkapan perusahaan tentang penyelidikan internal atas perilaku di Irak, termasuk dugaan suap kepada kelompok ISIS, tidak memadai.
Seturut pernyataan tersebut, saham Ericsson langsung anjlok lebih dari 12 persen pada jeda perdagangan bursa Stockholm pada hari itu. Sebelumnya, valuasi Ericsson juga sudah terpukul oleh investigasi media yang tergabung dalam International Consortium of Investigative Journalists (ICIJ).
Investigasi mendapati, Ericsson tidak pernah mempublikasikan hasil penyelidikan internal mereka pada 2019. Selain itu, investigasi memunculkan dugaan korupsi telah terjadi selama bertahun-tahun operasional Ericsson di Irak, termasuk relasi perusahaan dengan ISIS.