Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Indonesian Insight Kompas
Kelindan arsip, data, analisis, dan peristiwa

Arsip Kompas berkelindan dengan olah data, analisis, dan atau peristiwa kenyataan hari ini membangun sebuah cerita. Masa lalu dan masa kini tak pernah benar-benar terputus. Ikhtiar Kompas.com menyongsong masa depan berbekal catatan hingga hari ini, termasuk dari kekayaan Arsip Kompas.

Elon Musk Beli Twitter Rp 634 T dan Janji Surga Kebebasan Bersuara

Kompas.com - 26/04/2022, 06:54 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Musk mengakui operasionalisasi wacananya tidak akan sempurna. Namun, dia berkeyakinan bahwa setiap kita sebenarnya ingin punya persepsi dan realita tentang berbicara yang sebebas mungkin. 

Terbukti, wacana Musk sudah langsung mendapat penentangan, salah satunya dari National Association for the Advancement of Colored People (NAACP). Organisasi ini menentang wacana Musk membawa kembali Donald Trump ke jagat Twitter.

Dalam pernyataannya, NAACP menyatakan bahwa disinformasi, misinformasi, dan ujaran kebencian tidak punya tempat di Twitter. Mereka meminta Twitter tidak dijadikan wadah bagi ujaran kebencian dan kebohongan yang akan merusak demokrasi.

Profesor komunikasi dari Cornell University, Brooke Erin Duffy, berpendapat Twitter akan melanggar komitmennya sendiri bila wacana deregulasi yang diusung Musk ini benar-benar diwujudkan. Twitter, kata dia, selama ini menjanjikan diri menjadi platform yang seaman mungkin bagi setiap penggunanya.

"Pengguna dari komunitas marjinal sangat rentan dengan ujaran kebencian dan pelecehan yang sering kali bersirkulasi di ruang online yang tak diregulasi," kata Duffy, seperti dikutip AP, Senin.

Dari sisi bisnis, rencana Musk untuk melonggarkan aturan moderasi konten di Twitter ini pun dinilai bakal menjauhkan uang pengiklan. 

"Brand akan sadar seberapa dekat mereka dengan konten berisiko atau disinformasi. Ini bisa mendorong mereka mengalihkan uangnya ke kanal lain yang memberikan langkah perlindungan lebih baik," kata Direktur Forrester Research, Mike Proulx, seperti dikutip AP.

Bahkan sejumlah pengguna Twitter kedapatan sudah pula bereaksi dengan wacana Musk ini dengan mengancam akan cabut dari Twitter bila rencana tersebut benar-benar dijalankan.

Musk merespons reaksi itu dengan janji bahwa kritik terburuk untuk dirinya sekalipun tetap akan ada di Twitter. "Karena itu adalah arti kebebasan berbicara," kata dia.

Sebagai yang paling seru jadi sorotan, mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump bersumpah tak akan kembali menggunakan Twitter sekalipun akunnya dipulihkan setelah Musk membeli platform ini. 

"Saya tidak akan kembali ke Twitter. Saya akan tetap bersama Truth (Social)," kata dia sebagaimana dikutip AFP dari FoxNews.com.

Meski demikian, Trump menyebut Musk sebagai orang baik yang dia yakini akan membawa perbaikan bagi Twitter. 

Baca juga: Truth Social, Medsos Buatan Donald Trump, Akan Dirilis 21 Februari

Trump mengklaim media sosial besutannya, Truth Social, lebih baik dibanding Twitter dan telah merengkuh jutaan orang untuk menggunakannya. 

"Twitter punya akun bot dan palsu," ujar Trump. 

Janji Musk untuk menghadirkan Twitter sebagai wadah kebebasan bersuara diperkirakan bakal menjegal langkah Truth Social yang dibangun Trump selepas ditendang dari jagat Twitter pada Januari 2021. Platform Trump dijanjikan dibuat bagi kalangan konservatif.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com