Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komarudin Watubun
Politisi

Komarudin Watubun, SH, MH adalah anggota Komisi II DPR RI; Ketua Pansus (Panitia Khusus) DPR RI Bidang RUU Otsus Papua (2021); pendiri Yayasan Lima Sila Indonesia (YLSI) dan StagingPoint.Com; penulis buku Maluku: Staging Point RI Abad 21 (2017).

Regulasi (Ekonomi) Antariksa dan Presidensi G20 di Bali Tahun 2022

Kompas.com - 11/05/2022, 11:36 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Berdasarkan lima perjanjian antariksa internasional dari PBB tersebut di atas, antariksa tidak tunduk pada kedaulatan eksklusif satu negara atau aktor individu, maka antariksa menjadi milik dan kepentingan umat manusia secara keseluruhan (totum). Maka kerangka regulasi yang disediakan oleh pengguna sumber daya antariksa, harus melayani kepentingan global dengan akses terbuka bagi setiap pihak (Soroos, 2001:42, 45).

Presidensi G-20 Bali

Agenda Presiden G20 di Bali, awal November 2022, menurut Presiden RI Joko Widodo, adalah momentum katalis pemulihan ekonomi dunia khususnya dari risiko pandemi Covid-19. Rabu, 1 Desember 2021 di Jakarta, Presiden Joko Widodo membuka Presidensi G20 dengan agenda: (1) arsitektur kesehatan global yang inklusif dan tanggap krisis; (2) transformasi sosial-ekonomi berbasis digital; dan (3) transisi menuju sistem energi berkelanjutan.

Transformasi sosial-ekonomi-lingkungan berbasis digital sangat bergantung pada regulasi tata-kelola antariksa, khususnya Iptek, lingkungan, dan hankam negara-negara.

Pasar-pasar dikendali langsung oleh kebijakan-kebijakan pemerintah. Misalnya, pemerintah AS sangat ketat kontrol alih-Iptek antariksa. Alasannya, tulis Barbaroux (2016:10), regulasi pemerintah terhadap industri antariksa merupakan ciri utama ekonomi-antariksa, dan Iptek antariksa adalah aset strategis pertahanan dan keamanan negara akhir-akhir ini.

Kini aplikasi komersial Iptek antariksa, misalnya komunikasi, navigasi, dan observasi Bumi, menjadi sumber utama pemasukan industri antariksa. Hari-hari ini adalah era pasar konsumsi dan industri sektor ekonomi-antariksa (Kreisel, et al., 2007). Komoditisasi dan swastaninasi sedang dialami oleh industri-industri antariksa skala multinasional. Iptek mengubah struktur dan perkembangan industri-industri antariksa.

Akses mudah ke jasa-jasa komunikasi satelit menciptakan peluang bisnis, misalnya telepon mobil, broadcasting, dan mendorong organisasi multinasional, misalnya EUTELSTAT di Eropa dan INSAT di India, melakukan komersialisasi aset-aset antariksa. Konsorsium nasional dan internasional bersaing merebut pasar komersial antariksa. Inovasi teknologi, deregulasi, dan privatisasi jaringan telekomunikasi negara memengaruhi arah ekonomiantariksa (Whitney, 2000).

Teknologi antariksa telah menjadi bagian dari kebutuhan, pola, dan gaya hidup kita sehari-hari, misalnya prakiraan cuaca, komunikasi, penerbitan, manajemen lalu-lintas udara, agrikultur, monitoring iklim dan perubahan lingkungan, telemedicine, transaksi bank-card (OECD, 2007:17).

Iptek antariksa juga melahirkan transformasi sektor kalkulasi quantum, artificial intelligence, nano-teknologi, robotik dan sel-sel bahan bakar hidrogen (OECD, 2008). Berikutnya, ekonomi-antariksa tidak hanya mencakup televisi satelit dan transportasi global, tetapi juga navigasi atau arus barang, jasa, manusia, informasi seperti satelit GPS, fungsi GPS dan data Internet (Jewel, 2015).

Baca juga: AS Luncurkan Pesawat Antariksa untuk Hantam Asteroid Agar Tidak Menabrak Bumi

Selama ini, negara-negara G20, khususnya AS, Tiongkok, dan Uni Eropa, menguasai dan mendominasi Iptek dan ekonomi antariksa. Karena itu, Presidensi G20 Bali, perlu menelurkan kerangka legal dan prinsip kerjasama internasional antariksa yang menjabarkan perjanjian internasional antariksa dari PBB guna merespons dan mengatasi pemanasan global, perubahan iklim, dan tantangan negara dan umat manusia abad 21, misalnya degradasi lahan, punah keragaman-hayati, bencana alam, degradasi ekosistem, pandemi, makin langka air sehat-bersih, dan lain-lain.

Kita lihat atau baca pesan dan kajian Dimitri Linden (2016), ahli hukum antariksa asal University of Leuven, bahwa kini negara-negara harus mengadopsi legislasi dan regulasi antariksa nasional guna meregulasi dan mengontrol privatisasi dan komersialisasi antariksa agar sesuai dengan prinsip-prinsip hukum antariksa internasional dari PBB.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com