Dikutip dari Antara, BPPN kemudian menggelar rapat dengan pihak Sjamsul Nursalim yang diwakili istrinya, Itjih Nursalim, guna menyelesaikan masalah piutang petambak Dipasena.
Namun Itjih Nursalim berkukuh bahwa aset tersebut tak bermasalah dan pihaknya tidak melakukan misrepresentasi.
Baca juga: 6 dari 10 Orang Terkaya RI adalah Konglomerat Sawit, Ini Daftarnya
Masalah BDNI ini yang kemudian jadi polemik dan kemudian jadi penyelidikan kasus korupsi di kemudian hari, adalah pemerintah saat itu yang mengeluarkan Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada Sjamsul Nursalim.
Megawati Soekarnoputri sewaktu menjabat presiden, menyetujui pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada debitur penerima BLBI.
SKL tersebut ditandatangani oleh Ketua BPPN Syafruddin Arsyad Temenggung lewat surat nomor SKL-22/PKPS-BPPN/0404 perihal pemenuhan kewajiban pemegang saham BDNI yang membuat hak tagih atas petambak udang Dipasena menjadi hilang.
Belakangan karena penerbitan SKL tersebut, Syafruddin kemudian divonis 15 tahun penjara oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Putusan itu memperberat hukuman 13 tahun penjara di tingkat Pengadilan Tipikor.
Baca juga: Jadi Kontroversi, Berapa Bunga Pinjaman Online?
Masih dikutip dari Antara, BPPN kemudian menyerahkan petanggungjawaban aset hak tagih Dipasena kepada Kementerian Keuangan yang kemudian diserahkan ke PT Perusahaan Pengelola Aset (PT PPA).
PPA melakukan penjualan hak tagih piutang Dipasena sebesar Rp 220 miliar, padahal kewajiban atau utang Sjamsul Nursalim yang seharusnya diterima negara adalah sebesar Rp 4,8 triliun.
Selisih kekurangan inilah yang kemudian dianggap sebagai kerugian negara sebesar Rp 4,58 triliun.
Dalam putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) Syafruddin sebagai penerbit SKL kemudian dinyatakan bebas alias tidak bersalah. Majelis hakim menilai tidak ada tindak pidana yang dilakukan Syafruddin dalam menerbitkan SKL BLBI.
Baca juga: Sudah 3 Kali Lelang, Aset BLBI Tommy Soeharto Masih Tak Laku
KPK sempat mengajukan Peninjauan Kembali vonis lepas Syafruddin ke MA pada 17 Desember 2019. Namun, MA menolak upaya hukum luar biasa tersebut pada Juli 2020.
Karena dianggap tidak ada upaya hukum lain, maka KPK memutuskan mengeluarkan penghentian penyidikan (SP3) atas kasus BLBI Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim.
Sjamsul Nursalim melalui kuasa hukumnya di Indonesia melakukan pelunasan utang BLBI untuk Bank Dewa Rutji. Sementara untuk utang BLBI dari Bank BDNI yang pernah dimiliki Samsul Nursalim, hingga saat ini masih terus ditagih pemerintah.
Baca juga: Tommy Soeharto dan Bos Texmaco Sama-sama Menolak Bayar Utang BLBI
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.