Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bos BI Beberkan Biang Kerok Kacaunya Perekonomian di 60 Negara, Termasuk Sri Lanka

Kompas.com - 24/06/2022, 06:20 WIB
Rully R. Ramli,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Perekonomian global kembali mengalami tekanan, setelah sempat sedikit bernapas lega dari dampak pandemi Covid-19.

Sejumlah negara berpotensi menghadapi stagflasi, yakni sebuah kondisi di mana laju inflasi melesat dan pada saat bersamaan pertumbuhan ekonominya terkontraksi.

Bahkan, perekonomian lebih dari 60 negara diproyeksi ambruk, di mana 40 di antaranya sudah pasti terjadi.

Sri Lanka menjadi salah satu negara yang perekonomiannya runtuh, sehingga menyebabkan negara tersebut bangkrut.

Baca juga: Ekonomi 60 Negara Diprediksi Ambruk, Bagaimana dengan Indonesia?

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan, saat ini risiko stagnansi pertumbuhan ekonomi global dan peningkatan inflasi semakin tinggi.

"Setidaknya ada 3 faktor yang menyebabkan risiko-risiko stagnasi dan inflasi di global dan terjadi di berbagai negara," ujar Perry, dalam konferensi pers, Kamis (23/6/2022).

Faktor pertama ialah perang antara Rusia dan Ukraina yang tidak berkesudahan serta berbagai sanksi yang dijatuhkan oleh negara atau organisasi internasional.

Sebagaimana diketahui, hal ini telah menimbulkan disrupsi rantai pasok berbagai komoditas, yang pada akhirnya menimbulkan lonjakan harga.

"Ini juga yang kemudian menimbulkan dari sisi pasokan menimbulkan risiko perlambatan ekonomi global, dari sisi kenaikan harga menimbulkan risiko dan terjadinya inflasi di berbagai negara," tutur Perry.

Baca juga: Sri Lanka Bangkrut, Butuh 6 Miliar Dollar AS untuk Keluar dari Krisis Ekonomi

Faktor kedua, pengetatan moneter di berbagai negara, khususnya Amerika Serikat.

Tercatat berbagai bank sentral negara maju, termasuk The Federal Reserve (The Fed), tengah agresif menormalisasi kebijakan moneternya, dengan menaikan tingkat suku bunga acuan.

Langkah menaikan suku bunga acuan ditempuh berbagai negara yang tidak memiliki ruang fiskal besar untuk memberikan subsidi kepada masyarakat.

Harapannya, suku bunga acuan yang meningkat dapat menahan laju pertumbuhan konsumsi masyarakat.

"Kenaikan suku bunga tentu saja menurunkan permintaan dan menurunkan pertumbuhan ekonomi," kata Perry.

Baca juga: Jokowi Minta Semua Waspada: Ancaman Krisis Pangan dan Energi Terjadi di Semua Negara...

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com