Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Irvan Maulana
Direktur Center of Economic and Social Innovation Studies (CESIS)

Peneliti dan Penulis

Demokratisasi Pakan untuk Stabilkan Harga Pangan

Kompas.com - 24/08/2022, 14:04 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PETERNAK kita saat ini sedang menghadapi masa-masa yang begitu sulit. Betapa tidak, lonjakan harga pakan yang kian persisten menjadi hambatan besar bagi peternak untuk menutupi biaya produksi yang semakin tinggi.

Kondisi diperparah dengan menurunnya daya serap pasar untuk beberapa produk pangan dari peternakan. Terlebih lagi beban bahan baku pakan seperti soybean meal atau bungkil kedelai harus diimpor dalam jumlah yang sangat besar untuk mencukupi kebutuhan produksi dalam negeri.

Jika, situasi itu terus berlanjut tanpa ada reformasi menyeluruh, bukan tidak mungkin sektor peternakan akan mengalami stagnasi yang akan berdampak pada produk pangan sektor peternakan. Tak ayal harga pangan, khususnya yang berasal dari produk peternakan, semakin tak stabil.

Baca juga: Kali Perdana, 190 Ton Pelet Pakan Ternak Berbahan Limbah Jagung dari Sumut Diekspor ke Korsel

Telur ayam, misalnya, meski sempat turun, namun harga telur ayam kembali melonjak hingga nyaris menyentuh 31 ribu rupiah per kg, bahkan di daerah ada yang menacapai 32 ribu per kg.

Kenaikan harga telur tersebut, yang diklaim sebagai harga telur tertinggi sepanjang sejarah, didorong oleh harga pakan yang kian mencekik para peternak. Hal tersebut tergambar dari indeks Biaya Produksi dan Penambahan Barang Modal (BPPBM) periode Desember 2021 yang naik sebesar 2,86 persen dari Desember 2020.

Kenaikan terbesar dipengaruhi oleh indeks kelompok BPPBM pupuk, pestisida, obat, dan pakan sebesar 5,44 persen.

Secara nasional, beban peternak sangat besar. Menurut komponen pembiayaan, peternak harus menanggung 70,62 persen biaya hanya untuk membeli pakan. Ini yang menyebabkan nilai pengeluaran untuk pakan ternak terus meningkat secara nasional.

Biaya pakan ternak tahun 2021 mencapai Rp 6,2 triliun, biaya ini naik 2,64 persen dari tahun 2020 (BPS,2021).

Industri pakan tumbuh pesat tetapi umumnya dikuasai asing

 

Di tengah tingginya beban peternak, industri pakan justru tumbuh pesat. Di saat industri lain banyak yang mengalami tekanan berat dan ada yang jatuh ke titik terendah, industri pakan ternak Indonesia dalam lima tahun terakhir produksinya tumbuh rata rata 8,35 persen dan nilai bisnisnya tumbuh 11,27 persen.

Pesatnya pertumbuhan produksi dan nilai pasar bisnis pakan ternak di Indonesia akibat langkah ekspansi yang terus dilakukan para pelaku utama di bisnis ini dengan meningkatkan produksi dan membangun pabrik baru. Total pabrik pakan ternak di Indonesia saat ini sebanyak 111 unit dengan kapasitas produksi sebesar 26,73 juta ton.

Charoen Pokphand Indonesia memimpin dengan produksi terbesar, disusul Japfa Comfeed Indonesia, Cheil Jedang Feed Indonesia, Malindo Feedmill, New Hope Indonesia, Wonokoyo Jaya Corporindo, Gold Coin Indonesia, Central Proteina prima dan perusahaan lainnya.

Charoen Pokphand Indonesia merajai bisnis ini dengan penguasaan pasar pakan lebih dari 32 persen, disusul Japfa Comfeed Indonesia menguasai hingga 15 persen, Cheil Jedang Feed hingga 8 persen, dan Central Proteina Prima naik di posisi keempat dengan penguasaan pasar hingga 4 persen.

Baca juga: Harga Pakan Mahal, 30 Persen Peternak Ayam di Kuningan Bangkrut

Namun, yang sangat disayangkan struktur industri pakan nasional saat ini membentuk kekuatan oligopoli yang dikuasai oleh beberapa perusahaan saja, terutama perusahaan asing. Tentu saja hal ini akan membuka peluang bagi pihak-pihak yang ingin memburu rente dan membentuk munculnya kartel-kartel baru yang bisa merusak persaingan usaha.

Inilah paradoks yang terjadi, di saat kapasitas industri pakan tumbuh pesat, semestinya demokratisasi harga pakan bisa lebih terjangkau oleh semua kalangan peternak dan menciptkan iklim industri yang stabil.

Sayangnya, pengusaha pakan lokal belum mampu bersaing karena menghadapi banyak permasalahan, terutama dalam penyediaan bahan baku dan permodalan.

Kemampuan modal dan manajerial beserta efisiensi produksi yang dilakukan perusahaan asing menjadikan pabrik pakannya berkembang secara pesat. Banyaknya perusahaan domestik kalah bersaing atau bahkan akan tutup manakala mereka masih terpaku dengan gaya kepemimpinan tradisional perusahaan keluarga.

Secara empiris, akar masalah pakan dari tahun ke tahun pada hakekatnya tidak pernah berubah, yaitu disebabkan adanya mismatch antara karakteristik budidaya pangan dengan karakteristik industri pakan itu sendiri. Inilah akar masalahnya.

Tiga langkah untuk selamatkan industri pakan lokal

Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut, pemerintah perlu melakukan bauran kebijakan untuk menyelamatkan industri pakan.

Pertama, perlu kebijakan industrialisasi susbstitusi impor (ISI) untuk mengurangi ketergantungan impor bahan baku pakan yang dari tahun ke tahun terus meningkat.

Kedua, insentif pajak pertambahan nilai (PPN) pada beberapa bahan pakan ternak dinilai sangat berpengaruh terhadap harga pakan. Industri pakan mengharapkan jenis bahan pakan yang dibebaskan dari PPN ditambah lagi. Pasalnya, dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 142/2017 hanya ada 15 jenis bahan pakan ternak yang dibebaskan dari pengenaan PPN.

Oleh sebab itu, pemerintah perlu memperluas cakupan jenis pakan ternak yang mendapatakan insentif perpajakan. Kita dapat bercermin pada industri pakan Malaysia yang enggan mengenakan PPN pada bahan baku pakan untuk menjaga stabilitas harga.

Saat pandemi mereka juga tidak mengenakan bea masuk, cukup membayar biaya logistik berupa custom clearence, forwarding, dan handling.

Ketiga, pemerintah diharapkan bisa turun tangan lewat sistem subsidi harga. Relevansi subsidi perlu ditingkatkan. Subsidi-subsidi yang dianggap memberatkan APBN bisa dialihkan untuk subsidi pakan lokal.

Integrasi vertikal antara industri pakan dan pemerintah merupakan keharusan untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing.

Seluruh bauran kebijakan ini akan mewujudkan demokratisasi pakan yang bisa dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat dan membangun industri pakan yang lebih stabil.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenko Perekonomian Buka Lowongan Kerja hingga 2 Mei 2024, Simak Kualifikasinya

Kemenko Perekonomian Buka Lowongan Kerja hingga 2 Mei 2024, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Gapki: Ekspor Minyak Sawit Turun 26,48 Persen Per Februari 2024

Gapki: Ekspor Minyak Sawit Turun 26,48 Persen Per Februari 2024

Whats New
MPMX Cetak Pendapatan Rp 3,9 Triliun pada Kuartal I 2024, Ini Penopangnya

MPMX Cetak Pendapatan Rp 3,9 Triliun pada Kuartal I 2024, Ini Penopangnya

Whats New
Allianz Syariah: Premi Mahal Bakal Buat Penetrasi Asuransi Stagnan

Allianz Syariah: Premi Mahal Bakal Buat Penetrasi Asuransi Stagnan

Whats New
Holding Ultra Mikro Pastikan Tak Menaikkan Bunga Kredit

Holding Ultra Mikro Pastikan Tak Menaikkan Bunga Kredit

Whats New
Menteri Teten: Warung Madura di Semua Daerah Boleh Buka 24 Jam

Menteri Teten: Warung Madura di Semua Daerah Boleh Buka 24 Jam

Whats New
Bangun Ekosistem Energi Baru di Indonesia, IBC Gandeng 7 BUMN

Bangun Ekosistem Energi Baru di Indonesia, IBC Gandeng 7 BUMN

Whats New
Apple hingga Microsoft Investasi di RI, Pengamat: Jangan Sampai Kita Hanya Dijadikan Pasar

Apple hingga Microsoft Investasi di RI, Pengamat: Jangan Sampai Kita Hanya Dijadikan Pasar

Whats New
Bank DKI Raup Laba Bersih Rp 187 Miliar pada Kuartal I 2024

Bank DKI Raup Laba Bersih Rp 187 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Mendag Zulhas Terbitkan Aturan Baru Soal Batasan Impor, Ini Rinciannya

Mendag Zulhas Terbitkan Aturan Baru Soal Batasan Impor, Ini Rinciannya

Whats New
Microsoft Komitmen Berinvestasi di RI Senilai Rp 27,54 Triliun, Buat Apa Saja?

Microsoft Komitmen Berinvestasi di RI Senilai Rp 27,54 Triliun, Buat Apa Saja?

Whats New
Allianz Syariah Tawarkan Asuransi Persiapan Warisan Keluarga Muda, Simak Manfaatnya

Allianz Syariah Tawarkan Asuransi Persiapan Warisan Keluarga Muda, Simak Manfaatnya

Whats New
Kini Beli Sepatu Impor Tak Dibatasi, Ini Penjelasan Mendag

Kini Beli Sepatu Impor Tak Dibatasi, Ini Penjelasan Mendag

Whats New
TransNusa Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1, Ini Syarat dan Cara Daftarnya

TransNusa Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1, Ini Syarat dan Cara Daftarnya

Whats New
Suku Bunga BI Naik, ST012 Dinilai Lebih Menarik

Suku Bunga BI Naik, ST012 Dinilai Lebih Menarik

Earn Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com