PERINGATAN Hari Tani, 24 September, pada tahun ini tidak berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Berbagai seminar diselenggarakan dengan tema sekitar meningkatkan kesejahteraan petani.
Berbagai unjuk rasa juga digelar oleh berbagai elemen masyarakat, termasuk mahasiswa, sebagai bentuk solidaritas kepada petani, khususnya yang sedang mengalami konflik pertanahan.
Pemerintah yang selalu menjadi sasaran unjuk rasa juga memperingati Hari Tani. Melalui Instagram, Presiden Jokowi menyampaikan ucapan selamat Hari Tani Nasional disertai apresiasi kepada petani.
Petani memang perlu diapresiasi, sebab telah berjasa menyediakan pangan bagi semua warga bangsa, seperti yang kita alami sehari-hari.
Di pihak lain pada umumnya petani kurang sejahtera dibandingkan dengan kelompok profesi lain. Dengan luas lahan rata-rata 0,3 hektar, penghasilan petani hanya pas untuk hidup sangat sederhana.
Lebih berat lagi adalah buruh tani, yang penghasilannya lebih rendah dari petani pemilik lahan. Mereka adalah bagian terbesar dari penduduk miskin pedesaan yang berjumlah 14,34 juta orang saat ini.
Pada musim paceklik mereka harus pergi ke kota-kota besar untuk mencari pekerjaan. Penghasilan mereka rata-rata di bawah garis kemiskinan Rp 484.209 per orang per bulan.
Sebagian petani bisa jadi berpenghasilan bersih hanya beberapa puluh ribu rupiah per bulan. Tidak mengherankan jika para petani adalah penerima bantuan sosial terbanyak di antara kelompok-kelompok lain. Itupun ditengarai sebagian tidak menerima karena tidak terdata.
Maka tema meningkatkan kesejahteraan petani seperti yang dituntut mahasiswa pendemo akhir-akhir ini memang relevan dalam memperingati Hari Tani.
Namun alangkah baiknya jika para mahasiswa juga ikut terlibat dalam meningkatkan kesejahteraan petani.
Misalnya, dengan membantu petani mengurus sertifikat hak milik lahannya, sehingga membuat petani lebih nyaman, tidak khawatir lahannya diserobot orang atau perusahaan.
Secara nasional lahan yang belum tersertifikasi masih puluhan juta bidang dari total 126 juta bidang.
Menuntaskan sertifikasi lahan akan mengurangi peluang terjadinya konflik pertanahan seperti yang selama ini sering terjadi. Dengan mendigitalkan sertifikat, seperti yang sedang dilakukan pemerintah saat ini, maka pemalsuannya akan sulit dilakukan.
Hal lain yang dapat dilakukan mahasiswa adalah ikut mengonsep atau memikirkan bagaimana reforma agraria dapat dilakukan dengan lebih cepat dan tepat sasaran.
Berbeda dengan program sertifikasi lahan yang cukup sukses, program reforma agraria kurang begitu lancar.