Menurut studi dari IHHP 2022, sebanyak 80 persen responden mengungkapkan bahwa kecerdasan emosional menjadi faktor penentu apakah seorang pemimpin berkualitas atau tidak.
Mengelola emosi bukanlah hal mudah, terlebih jika seseorang berada di bawah tekanan. Energi bisa terkuras jika pemimpin menuruti emosinya.
Oleh karena itu, kemampuan mengelola emosi menjadi aset penting bagi leader dan organisasi. Terlebih, dengan berbagai masalah multidimensi yang melanda dunia global, kita semakin membutuhkan big thinker yang memiliki kecerdasan emosional tinggi.
Selain seorang big thinker, meta leader adalah seseorang yang adaptif dan mampu merangkul ketidakpastiaan.
Ada dua ilustrasi yang mau saya gambarkan. Pertama, keadaan dunia sekarang yang membuat kita mengenal sistem kerja hybrid atau fleksibel, di mana mengkombinasikan cara offline dan online.
Masyarakat mulai beradaptasi dengan cara itu. Bahkan, mereka menyambutnya. Studi dari McKinsey 2022 tentang efektivitas remote work menemukan bahwa 87 persen responden akan mengambil pekerjaan yang menawarkan fleksibilitas.
Ini membuktikan masyarakat menyesuaikan dengan keadaan dan bahkan merasa keadaan ini lebih baik. Selain itu, menurut studi yang berjudul Remote Work & Compensation Pulse Survey 2021, sebanyak 51 persen menghendaki cara kerja hybrid.
Ilustrasi kedua adalah tentang ancaman dalam dunia global. Dunia mulai berangsur-angsur memulihkan diri dari serangan COVID-19. Namun, di Eropa justru meningkat dalam beberapa waktu lalu.
Di Indonesia, kita dikejutkan dengan banyaknya anak meninggal karena kasus ginjal akut. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) per 14 Oktober 2022, menemukan ada 152 orang yang terkena penyakit ini.
Dua ilustrasi di atas menunjukkan situasi dunia yang berubah dengan sangat cepat, mulai dari penyakit sampai kondisi ekonomi dunia.
Akan selalu ada kejutan yang terjadi di dunia, baik di tingkat domestik maupun global. Pemimpin harus siap untuk beradaptasi dengan kondisi dan situasi apa pun, termasuk yang terburuk sekalipun.
Jika kita kaitkan dengan meta leader, mereka mampu memanfaatkan situasi VUCA untuk berinovasi dan menghasilkan solusi-solusi kreatif.
Dunia yang VUCA bagi mereka adalah media belajar bagi meta leader. Mereka memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalah dengan melihat konteksnya dan memetakan masalah sampai pada kebenaran fundamentalnya.
Berbicara tentang kemampuan problem-solving, ini merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki setiap orang.
Studi dari National Association of College and Employer 2022, sebanyak 86 persen employer akan merekrut orang yang memiliki bukti bahwa dia pernah memecahkan masalah.
Survei dari ILO juga menyebutkan bahwa kemampuan problem-solving menjadi kemampuan yang paling dibutuhkan employer, yakni 62 persen.
Satu dimensi lagi yang menjadi ciri khas dari meta leader adalah kemampuannya untuk bekerja sama dengan berbagai pihak.
Meta leader mampu membangun hubungan baik dengan orang-orang yang terlibat dengannya.
Hubungan yang baik akan membuat kerja menjadi lebih efektif dan efisien serta merasa nyaman untuk bekerja sama.
Meta leader juga bisa berbaur dengan siapapun dan dengan latar belakang apapun. Ini karena keingintahuannya yang tinggi dan keahliannya di berbagai bidang, yang membuat mereka bisa berinteraksi dengan seorang marketer, ahli keuangan, diplomat, dan lain sebagainya.
Mereka bisa mempersatukan orang-orang dari beragam latar belakang dan menjadikannya satu tim yang solid.
Menurut studi yang berjudul Diversity and Inclusion (D&I) Global Market Report 2022, perusahaan yang beragam akan menghasilkan arus kas 2,5 kali lipat lebih banyak per karyawan. Selain itu, produktivitas juga meningkat sebesar 35 persen.
Tim yang inklusif dan memiliki hubungan yang erat juga berpengaruh terhadap produktivitas.
Studi dari RingCentral perusahaan piranti lunak di Amerika Serikat, tahun 2020 menemukan bahwa penyebab 71 persen pekerja merasa produktif adalah karena mereka terhubung dengan koleganya.
Artinya, mereka punya hubungan baik, yang membuat karyawan lebih semangat dalam bekerja. Ini sudah dibuktikan oleh McKinsey pada studinya tahun 2012.
Mereka menemukan, tim yang well-connected akan meningkat produktivitasnya dari 20 persen hingga 25 persen.
Karena kemampuannya mempersatukan banyak pihak, meta leader mampu memimpin secara holistik.
Mereka dapat berkoordinasi dengan baik dengan atasannya, mampu memimpin bawahannya dan memperlakukan mereka dengan humanis.
Meta leader juga dapat mempersatukan orang-orang lintas organisasi. Meta leader adalah seorang well-rounded, dapat memimpin dari segala sisi.
Kemampuan ini tentunya menjadi aset untuk dapat menyelesaikan masalah global. Masalah global saat ini membutuhkan kerja sama dari berbagai pihak, mulai dari akademisi, universitas, institusi pemerintah, perusahaan, dan organisasi masyarakat.