Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Irvan Maulana
Direktur Center of Economic and Social Innovation Studies (CESIS)

Peneliti dan Penulis

Elektrifikasi Kendaraan dan Keadilan Energi

Kompas.com - 25/10/2022, 15:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PEMERINTAH gencar mendorong penggunaan kendaraan berbasis listrik atau electric vehicle (EV) demi menekan penggunaan bahan bakar fosil yang harganya kian melambung.

Dengan rencana elektrifikasi kendaraan tersebut, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan semua instansi pemerintah mengganti mobil dinasnya dengan jenis mobil listrik. Aturan yang tertuang dalam Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2022, yang terbit 13 September lalu, itu diklaim sebagai komitmen pemerintah dalam menerapkan transisi energi dari sumber fosil ke energi baru dan terbarukan.

Titah akan berlaku untuk para menteri, gubernur, bupati, wali kota, Kapolri, Panglima TNI hingga Kepala Kejaksaan Agung.

Baca juga: Luhut Targetkan RI Jadi Produsen Baterai Kendaraan Listrik Terbesar Pada 2028

Jika dibandingkan, adopsi kendaraan listrik di Indonesia masih tertinggal di antara negara di Asia yang pangsa pasar kendaraan listriknya sedang berkembang. Masyarakat yang mengadopsi kendaraan listrik di Tanah Air hanya 0,1 persen.

Angka itu tertinggal dari Thailand dan India yang adopsinya mencapai 0,7 persen dan 0,5 persen. Adopsi EV di Malaysia bahkan masih lebih unggul, yaitu 0,3 persen, dari Indonesia (McKinsey, 2022).

Kendati demikian, adopsi kendaraan mobil listrik (E4W) di Indonesia diprediksi akan tumbuh pesat. Pasalnya, Thailand dan Indonesia sudah menjadi pusat produksi otomotif regional utama.

Permintaan kendaraan listrik dalam negeri akan terus tumbuh sepanjang 2022 seiring dengan munculnya beberapa model EV baru dan naiknya harga bahan bakar.

Sesuai peta jalan (roadmap) elektrifikasi yang disusun, populasi kendaraan listrik diestimasikan sebanyak 11.873 unit pada tahun 2022. PLN memperkirakan kebutuhan energi rata-rata EV sebesar 30,6 gigawatt per hour (GWh).

Selain itu, produksi kendaraan listrik mencapai 38.491 unit hingga tahun 2024 dengan kebutuhan energi rata-rata sekitar 99,3 GWh. Peta jalan tersebut secara tidak langsung mendorong investasi teknologi secara masif untuk percepatan elektrifikasi berbasis kendaraan.

Keadilan energi

 

Sayangnya, sejauh ini investasi pengembangan inovasi sosial untuk keadilan transformasi energi ini masih terbatas dan tidak disebutkan secara eksplisit dalam roadmap tersebut. Sebab, elektrifikasi tidak serta merta menciptakan sistem energi lebih adil dan merata.

Dikhawatirkan, inisiatif elektrifikasi yang dicetus, baik oleh pemerintah maupun swasta, justru secara tidak proporsional berpotensi hanya menguntungkan komunitas tertentu dan memperburuk ketidakadilan energi, ketidaksetaraan ekonomi, kesenjangan sosial, dan semakin terkonsentrasi secara politik.

Padahal, elektrifikasi dan transformasi energi berkelanjutan memiliki potensi untuk memajukan keadilan energi masyarakat kita. Dengan meningkatkan kesetaraan ekonomi dan sosial, transformasi ke sistem energi terbarukan yang terdistribusi secara adil dan merata menciptakan kompensasi ekonomi secara alami bagi mereka yang berada di komunitas terpinggirkan, yang telah mengalami kekurangan investasi dalam waktu yang relatif lama.

Menurut data Sekretariat ASEAN, selama 2019-2022 aliran investasi asing untuk industri kendaraan listrik di kawasan ASEAN paling banyak masuk ke Indonesia. , Nilai totalnya mencapai 17,8 miliar dolar AS. Di urutan setelahnya ada Thailand, Malaysia, Filipina, dan Singapura.

Baca juga: Kapasitas Produksi Mobil Listrik di Indonesia Tembus 14.000 Unit

Sementara negara ASEAN lainnya, yaitu Myanmar, Kamboja, Laos, Vietnam, dan Brunei Darussalam tidak tercatat menerima aliran investasi asing serupa.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com