Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Aturan Modal untuk Perusahaan Fintech Rp 25 Miliar, Ini Kata OJK

Kompas.com - 11/11/2022, 13:50 WIB
Kiki Safitri,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi


BADUNG, KOMPAS.com - Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) 2B OJK Bambang W Budiawan mengungkapkan, aturan modal inti fintech Rp 25 miliar dilakukan untuk mendorong resilience perusahaan fintech.

“Beberapa kali kami melakukan pengawasan, banyak yang bergelimpangan juga. Tapi kita selalu mlihat industri ini tidak hari ini, dan kira-kira 2, 3, 6, hingga 12 bulan kedepan gimana? Nah mereka lagi berusaha dari segi permodalan,” kata Bambang di Bali, Jumat (11/11/2022).

Bambang mengatakan, di tengah kondisi makroekonomi yang tumbuh melambat, masih ada efek samping dari perusahaan fintech. Menurut Bambang, hal ini mempengaruhi konsumen P2P lending, utamanya dalam pembayaran.

Baca juga: Warga Masih Butuh Pendanaan, OJK Optimistis Bisnis Fintech Tumbuh pada 2023

“Maksudnya, P2P itu setelah kami masuk ke dalam (perusahaannya), ke IT-nya, laporannya itu juga banyak yang missed. Kita di tahun 2021 konsentrasi menyeleksi dari 162 menjadi 102 fintech P2P. Kita tidak berhenti, dan sisir lagi agar industri ini reputasinya jangka menengah dan pendek itu bagus,” ujar dia.

Bambang mengatakan, sepertiga dari fintech P2P yang telah diperiksa terdapat macam-macam kendala. Selain masalah IT, ada juga masalah dalam permodalan.

“Nah, mereka lagi berusaha dari segi permodalan. Karena, bisnis (fintech P2P) itu dalam 3 tahun kalau asumsi modal Rp 25 miliar saja, break event-nya baru ketemu di 3 tahun. Kalau Rp 2,5 miliar (dengan asumsi kondisi makroekonomi normal) bagaimana lagi? Jadi diakui beberapa platform yang modalnya lagi (sulit),” ungkap dia.

Baca juga: Ini Penyebab Banyak PHK di Perusahaan Fintech

Ketika ditanya, apakah terdapat 10 persen perusahaan fintech P2P yang tengah mengalami masalah, Bambang membenarkan hal tersebut. Meski tak mau mengungkapkan lebih rinci, Bambang mengungkapkan masalahnya mencakup IT hingga modal inti.

Bambang mengungkapkan, jika bisnis modelnya tidak cocok dengan kompetensi ini, atau berubah-ubah, hal ini dinilai bisa memakan waktu dan menghilangkan momentum, sehingga tidak kondusif kepada neraca perusahaan.

“Masalahnya kombinasi ya, ada yang masalah modal saja, ada yang IT saja, ada juga yang keduanya. (Fintech)-nya masih hidup sih, masih bagus, masih jalan. Tapi, kita selalu mengatakan, agar perusahaan melakukan action plan, restoration capital plan, perbaikan IT, dan bisnis modelnya,” jelas Bambang.

Baca juga: Ada Ancaman Resesi, Industri Fintech Tetap Optimistis Tahun Depan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com