Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Adhitya Wardhono
Dosen

Dosen dan peneliti ekonomi di Universitas Jember

Menekan Inflasi di Tengah Turbulensi Ekonomi Global

Kompas.com - 16/11/2022, 10:03 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Karena itu, BI mau tidak mau perlu menaikkan suku bunga sampai taraf tertentu untuk menekan inflasi, stabilisasi nilai tukar rupiah, dan guna menjaga rupiah agar tetap terlihat menarik.

Mempertahankan suku bunga acuan

Sejauh ini BI menaikkan suku bunganya dua kali berturut-turut, yaitu pada September dan Oktober. Kebijakan tersebut dilakukan dalam rangka stabilisasi inflasi dan nilai tukar.

Kebijakan tersebut sudah cukup efektif dalam meredam laju inflasi yang terjadi. Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Oktober 2022 mengalami deflasi 0,11 persen (mtm), lebih rendah dibandingkan dengan perkiraan awal maupun inflasi bulan sebelumnya yang tercatat 1,17 persen (mtm).

Kemudian, nilai tukar kita masih terjada di level Rp. 15.000 per dolar AS. Beberapa indikator makro ekonomi seperti Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dan Prompt Manufacturing Index (PMI) masih dalam level optimis.

Dari sisi perbankan, baik pembiayaan dan permodalan juga masih terjaga dengan baik. Kendati inflasi masih di luar target dan nilai tukar masih terdepresiasi jauh dari level sebenarnya, akibat tekanan dari sektor eksternal, tetapi tidak ada alasan bagi BI untuk menaikkan kembali suku bunganya untuk sementara waktu.

Selain biaya yang cukup mahal dari tergerusnya ekonomi ketika menaikkan suku bunga untuk ketiga kalinya, lebih dari itu kenaikan suku bunga akan memberikan potensi ekspektasi negatif dari pelaku ekonomi. Arahnya adalah pesimisme yang ditimbulkan dari kondisi ketika BI kembali menaikkan suku bunganya.

Artikulasi yang dapat terbentuk oleh pelaku ekonomi adalah masalah terkait dengan suramnya ekonomi ini akan benar-benar terjadi. Terlebih isu ekonomi global yang suram akan menjadi bumbu ekspektasi mereka dan kondisi itu penting untuk dihindari.

Pesimisme ekonomi dapat membuat resesi benar-benar terjadi. Dalam konsep animal spirit, Keynes menjelaskan bahwa keputusan ekonomi ditentukan oleh faktor rasional dan psikologis. Ketika dieskpektasikan bahwa akan terjadi resesi (ekonomi menjadi suram), maka masyarakat akan menahan untuk tidak berinvestasi.

Baca juga: Suku Bunga Acuan Terus Meningkat, Obligasi Masih Menarik?

Investasi yang berkurang akan mengurangi output dan permintaan agregat yang akhirnya akan melemahkan ekonomi.

Begitu juga dari sisi konsumen, ketika ekpektasi akan resesi terbentuk, masyarakat akan menahan konsumsinya dan lebih memilih saving. Terlebih dengan suku bunga yang lebih tinggi akan memberikan return yang lebih besar.

Kondisi itu menurunkan tingkat konsumsi, yang mengarah pada penurunan pemintaan agregat dan melemahkan ekonomi. Maka resesi seperti yang tidak diharapkan menjadi keniscayaan.

Karena itu, untuk saat ini BI perlu menahan suku bunganya sembari watch and see keadaan ekonomi yang terjadi. Pada kondisi ini, sinergi kebijakan menjadi kunci dari stabilitas perekonomian, yang diwujudkan melalui bauran kebijakan nasional yang akomodatif.

Sejalan dengan bauran kebijakan nasional, bauran kebijakan BI pada 2023 harus terus mendorong pemulihan ekonomi nasional dan menjaga stabilitas.

Suku bunga memang menjadi alat yang efektif dalam menjinakkan inflasi. Namun, ruang gerak BI jangan hanya terbatas pada instrumen suku bunga dalam pengendalian inflasi maupun nilai tukar rupiah. Kebijakan moneter sendiri sebenarnya tidaklah cukup, tetapi perlu dibarengi dengan kebijakan lain yang sifatnya akomodatif.

Efektivitas komunikasi kebijakan juga perlu dicanangkan sebaik mungkin untuk mengendalikan ekspetasi dan psikologis para agen ekonomi. Maka dari itu, independensi dan transparansi kebijakan menjadi kunci utama dalam menjaga kredibilitas kebijakan dan meredam shock yang mungkin terjadi.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com