Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Nikel, Logam yang Lagi Naik Daun Berkat Booming Mobil Listrik

Kompas.com - 26/11/2022, 16:55 WIB
Muhammad Idris

Penulis

Sementara itu, setelah rencana larangan ekspor bijih nikel, China bersikap lebih kooperatif dibandingkan Uni Eropa.

Negara ini jauh-jauh hari sudah mengamankan pasokan feronikel, salah satu hasil pemurnian bijih nikel, dengan menanam banyak modal untuk pembangunan smelter di Indonesia.

Baca juga: Info Harga Galon Aqua Kosong di Warung ataupun Minimarket Terbaru

Bahan utama baterai lithium

Nikel adalah mineral yang sangat berharga di masa depan karena pesatnya perkembangan kendaraan listrik.

Ini karena nikel adalah salah satu logam terbesar dalam pembuatan baterai listrik. Lithium-ion adalah jantung dari revolusi mobil listrik.

"Selama dua dekade terakhir, produsen telah berupaya meningkatkan kadar nikel dalam komponen bahan baku utama baterai mobil listrik, mengingat harga nikel relatif lebih murah," kata Ekonom PT Bank UOB Indonesia Enrico Tanuwidjaja dikutip dari Harian Kompas.

Peningkatan kandungan nikel dalam komposisi baterai juga akan meningkatkan kepadatan energinya sehingga mobil listrik akan memiliki kemampuan jarak tempuh yang lebih jauh.

Baca juga: Mengapa PKI dan Komunis di Seluruh Dunia Identik dengan Palu Arit?

Pada awal 2019, produsen baterai mobil listrik di China, Contemporary Amperex Technology Co Ltd (CATL), telah memasarkan baterai Lithium Nickel Cobalt Mangan (NCM) 811 (80 persen nikel, 10 persen kobalt, 10 persen mangan) dengan kandungan nikel lebih tinggi dari pendahulunya.

Pangsa pasar baterai NCM 811 menduduki posisi kedua terbesar di China (setelah NCM 523), meningkat menjadi 13 persen pada Agustus 2019, dari 1 persen pada Januari dan 4 persen pada Juni 2019.

Baterai NCM 811 telah membuat terobosan di China dan disinyalir akan segera dikomersialkan secara luas kepada produsen mobil listrik seperti Volkswagen, General Motors (GM), dan BMW.

Tak berhenti di situ, upaya meningkatkan kandungan nikel pada baterai mobil listrik terus dikembangkan oleh produsen melalui inovasi berikutnya, yaitu baterai NCM 90 (90 persen nikel, 5 persen kobalt, 5 persen mangan) yang diprediksi akan diluncurkan pada 2025 atau lebih cepat.

Sebelumnya diketahui, Indonesia kalah gugatan di WTO. Hasil putusan panel WTO yang dicatat dalam sengketa DS 592 sudah keluar pada Senin (17/10/2022) lalu.

Baca juga: Apa yang Sesungguhnya Terjadi di Sabah hingga Aset Petronas Disita?

Isi sengketa tersebut adalah Memutuskan bahwa kebijakan Ekspor dan Kewajiban Pengolahan dan Pemurnian Mineral Nikel di Indonesia terbukti melanggar ketentuan WTO Pasal XI.1 GATT 1994 dan tidak dapat dijustifikasi dengan Pasal XI.2 (a) dan XX (d) GATT 1994.

Selain itu, final panel report tersebut juga berisi bahwa panel menolak pembelaan yang diajukan oleh Pemerintah Indonesia terkait dengan keterbatasan jumlah Cadangan Nikel Nasional dan untuk melaksanakan Good Mining Practice (Aspek Lingkungan) sebagai dasar pembelaan.

Beberapa regulasi atau peraturan perundang-undangan Indonesia yang dinilai melanggar ketentuan WTO, antara lain UU No 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2019 Tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

Lalu, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 96 Tahun 2019 tentang Ketentuan Ekspor Produk Pertambangan Hasil Pengolahan dan Pemurnian serta Peraturan Menteri ESDM Nomor 7 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan, dan Pelaporan Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

Baca juga: Membandingkan Harga BBM Nonsubsidi Pertamina RI Vs Petronas Malaysia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com