Penilaian terhadap setiap calon karyawan secara kontinyu menjadi penting melalui pendekatan know your employee.
Hal ini menjadi challenge bagi setiap perusahaan, bagaimana menutup celah kerawanan sekaligus melakukan awareness bagi karyawan sehingga integritas dapat terjaga. Karena fraud merupakan kejahatan yang perlu diperangi bersama oleh seluruh karyawan.
Menurut ACFE, setiap perusahaan di dunia mengalami kerugian akibat fraud 5 persen dari pendapatannya per tahun. Sehingga dibutuhkan langkah-langkah pencegahan maupun deteksi yang lebih tepat.
Kecurangan dapat terjadi dalam setiap perusahaan, karena sifat dasar manusia yang serakah (Greed).
Sebagaimana teori yang dipopulerkan oleh Donald Cressey, yaitu triangle fraud bahwa ada tiga faktor pendorong seseorang melakukan tindakan fraud, yaitu pressure (tekanan), opportunity (kesempatan), rationalization (pembenaran).
Ketiga kondisi tersebut lahir dalam suatu kondisi yang bersifat akumulatif dan mendukung satu sama lain. Sehingga diperlukan pendekatan yang tepat dalam mengatasi persoalan tersebut.
Setiap organisasi juga perlu memiliki kemampuan untuk melakukan investigasi kecurangan, menerapkan sanksi agar dapat mencegah potensi kecurangan.
Salah satu elemen kunci dalam memerangi kecurangan adalah memahami tipologi kecurangan dan profil fraudster.
Mengetahui apa yang dapat memotivasi seseorang untuk melakukan penipuan, termasuk lingkungan dan pemicunya, dapat membantu perusahaan merancang kontrol pencegahan yang tepat. Tidak ada cara yang homogen untuk mendeskripsikan seorang pelaku.
Namun, faktor umum adalah motivasi atau faktor pendorong untuk melakukan kecurangan. Apa yang dapat memotivasi sesorang untuk melakukan kecurangan sangat bervariasi, tergantung situasi dan kondisi.
Terlepas dari faktor tekanan keuangan (pressure), terkadang perlakuan yang tidak adil dalam organisasi dapat memicu terjadinya konflik batin sehingga mengakibatkan kecurangan dapat terjadi.
Misalnya, ketika seseorang merasa tidak dipromosikan sesuai kinerja, penilaian kinerja yang tidak obyektif, bahkan penghargaan yang semestinya diperoleh tidak didapatkan.
Hadirnya tekanan tersebut, bila didukung kesempatan yang terbuka, maka akan dengan mudah individu melakukan kecurangan dengan alasan pembenar atas tindakannya.
Menurut penulis, ada dua kriteria fraudster dalam menjalankan aksinya (occupational fraud), yaitu:
Pertama, Pelaku-Berniat, yaitu pelaku yang sejak awal masuk dalam perusahaan dengan tujuan akan berbuat kecurangan dengan melakukan kamuflase kepribadian untuk lolos dari proses screening awal.
Tipe pelaku ini dapat dikatakan spesialis kutu loncat, mencari tempat kerja yang dapat di ekploitasi untuk keuntungan jangka pendek.
Contohnya, pelaku melakukan eksploitasi celah atau credential kemudian melakukan pembobolan simpanan nasabah yang telah direncanakan.
Biasanya, setelah mendapatkan keuntungan pelaku akan menghilang tanpa kabar, dan di waktu bersamaan mencari “mangsa” perusahaan baru.
Kedua, Pelaku-Khilaf, yaitu pelaku yang awal masuk dalam perusahaan memiliki kualifikasi baik, menjalankan pekerjaan sesuai aturan, namun berjalannya waktu tergelincir dan timbul niat untuk melakukan tindakan kecurangan.